BeritaBupati Merauke Mengaku Sogok Anggota DPR RI, KPK Diminta Periksa

Bupati Merauke Mengaku Sogok Anggota DPR RI, KPK Diminta Periksa

WAKEITEI, SUARAPAPUA.com — Dugaan penyuapan dalam upaya mendorong pembentukan provinsi baru di Tanah Papua menggemparkan nusantara. Ini menyusul pengakuan bupati Merauke Romanus Mbaraka merogoh koceknya untuk berikan dana segar kepada sejumlah anggota DPR RI di Jakarta.

Laurenzus Kadepa, anggota DPR Papua, menyatakan, pengakuan bupati Merauke bisa dijadikan pintu masuk untuk membongkar dugaan penyuapan tersebut.

Dalam keterangan tertulis yang dikirim ke Suara Papua, Kamis (14/7/2022), Laurenz menyebut tindakan penyuapan merupakan pelanggaran hukum yang patut diusut tuntas.

“Bupati Merauke bikin blunder. Bahwa ia yang membayar mahal anggota DPR RI untuk merubah pasal dalam Undang-Undang Otsus agar kewenangan memekarkan Papua dikembalikan ke pemerintah pusat. Cara-cara ini akan buat Papua hancur. Romanus Mbaraka sepertinya ingin mengatakan bahwa ia telah menyuap anggota DPR RI agar merubah pasal dalam Undang-Undang. Ini pelanggaran hukum yang berat,” ujarnya.

Pengakuan itu juga, lanjut Kadepa, membuktikan bahwa oknum pejabat tertentu dari Papua turut bermain tanpa mendengar aspirasi rakyatnya.

“Selama ini kita pikir, ini permainan Jakarta, tetapi ternyata ada pihak dari Papua yang juga membayar pasal demi ambisi politik dan mengorbankan orang Papua di tanah ini.”

Mendengar isi video yang sudah viral, Laurenz berpendapat bisa diadukan ke pihak penegak hukum.

“Itu bisa dilaporkan ke KPK tentang dugaan penyuapan dalam pembahasan RUU Otsus dan DOB,” kata Kadepa.

Baca Juga:  PAHAM Papua Desak Komnas HAM dan Pangdam XVII Investigasi Video Penganiayaan Warga Sipil Papua

Tanpa mendahului proses hukum jika diadukan, tidak menutup kemungkinan para kepala daerah lain di Papua juga melakukan tindakan yang sama.mandenas

Selentingan yang beredar, upaya suap ke anggota DPR RI dilakukan oknum bupati sebelum revisi Undang-Undang Otsus Papua.

Dari Jakarta, Natalius Pigai bahkan menegaskan, KPK segera periksa bupati dan anggota DPR RI terkait indikasi penyuapan dalam proses pembahasan RUU Otsus Papua.

“KPK mesti periksa bupati dan anggota DPR RI. Video ini bukti petunjuk, sehingga penegak hukum tidak boleh menolak. Ini kriminal konstitusi,” tulis Natalius di akun twitternya @NataliusPigai2.

Mantan Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 itu bahkan mendesak presiden Joko Widodo tidak menandatangani tiga RUU DOB Papua karena “sarat politik uang”.

“Saya minta presiden Republik Indonesia tidak boleh menandatangani RUU pemekaran Papua karena bupati bayar uang ke anggota DPR RI untuk pasal pemekaran saat revisi UU Otsus Papua,” tegasnya.

Pengakuan Bupati Merauke

Sebuah video viral di dunia maya. Dalam potongan video berdurasi 2 menit 29 detik itu, bupati Merauke mengaku mendekati wakil rakyat dari Papua dan hampir sebagian anggota DPR RI. Ia bahkan mengaku membayar dengan “uang besar”.

“Tahun 2020, bapak Yan Mandenas, anggota DPR RI, hubungi saya. Kaka Rom, ini saatnya kaka harus all out. Harus habis-habisan, baru provinsi ini bisa jadi. Hari ini, dalam nama Tuhan Yesus, demi leluhur di tanah ini, saya kasih tahu kamu semua saya punya perjalanan, bagaimana saya kasih gol.”

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Bupati Romanus Mbaraka bicara dalam sebuah pertemuan dengan masyarakat Nusantara yang melakukan pawai keliling kota Merauke awal pekan ini.

Lanjutnya, “Saya sudah janji sama kaka Jhon [Gluba Gebze], saya akan buat provinsi baru dan jadi. Setelah itu saya pergi ke pak Yan Mandenas, saya pergi ke pak Komarudin [Watubun], saya dekati semua yang ada di DPR. Bayarannya mahal.”

Tidak sebutkan nilainya, Romanus hanya bilang bayarannya mahal.

“Nanti kalau saya sebut, KPK bisa tangkap saya nanti.”

Hanya dengan cara begitu diyakini akan merubah pasal tentang usulan pemekaran sebuah provinsi baru.

“Saya harus rubah pasal, yang kemarin pak Komarudin bilang. Saya harus bisa meyakinkan untuk kewenangan [pemekaran] provinsi ditarik ke pemerintah pusat. Tidak cuma lewat persetujuan DPRP, MRP bahkan Gubernur. Itu dasarnya. Bermainlah saya di situ […].”

“Akhirnya pasal itu dirubah begitu Undang-Undang Otsus dirubah. Ketika pasal itu dirubah, akhirnya di situ ditambah bahwa untuk mengusulkan sebuah provinsi baru di provinsi Papua, maka bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, jadi akhirnya tidak tergantung ke MRP, DPRP dan Gubernur. Akhirnya ditarik ke pusat. Berdasarkan usulan langsung dari masyarakat di daerah. Nah, dengan usulan kita yang sudah bertahun-tahun, langsung diproses untuk jadi sebuah provinsi [baru]. Itu ceritanya.”

Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

“Tapi perjuangan setengah mati. Kaya urat-urat mau putus-putus. Karena semua butuh biaya. Semua butuh ongkos. Begitu ceritanya, akhirnya provinsi jadi.”

YPM Bantah

Menanggapi viralnya video berisi pengakuan bupati Merauke, Yan Permenas Mandenas langsung bicara tegas.

Ia bahkan menampik tuduhan tersebut.

“Tidak benar itu dengan apa yang disampaikan oleh bupati Merauke. Tidak ada bayar-bayar. Kami menjalankan amanat konstitusi. Siang malam kami bahas revisi Otsus dan DOB provinsi di Papua itu untuk kepentingan rakyat,” ujar Mandenas.

Pernyataan bupati Merauke tentang tuduhan suap tersebut sudah ia laporkan ke pimpinan DPP Gerindra. Bersamaan juga video yang tengah viral itu.

Anggota Komisi I DPR RI yang juga Wakil Ketua Tim Pansus RUU Otus Papua itu mengaku mendapat arahan untuk minta kepada bupati Merauke segera klarifikasi agar tidak menjadi polemik di tengah masyarakat.

“Saya sudah beritahu beliau melalui telepon seluler bahwa pernyataannya harus diklarifikasi karena itu sangat tidak benar,” imbuhnya.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

0
“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.