Bukan Kebutuhan Mendesak, Generasi Muda Moi Tolak Proyek Kereta Api

0
789

SORONG, SUARAPAPUA.com — Rencana pembangunan rel kereta api yang kembali diwacanakan pemerintah provinsi Papua Barat menuai penolakan karena dianggap tidak bermanfaat dan akan menjadi ancaman bagi masyarakat adat suku Moi yang tengah berupaya menjalankan amanat Pergub nomor 25 tahun 2021, Perda nomor 10 tahun 2017, dan Perbup nomor 06 tahun 2020.

Yeheskiel Kalasuat, intelektual muda suku Moi, menegaskan, masyarakat adat suku Moi di kabupaten Sorong tengah berjuang menjaga eksistensinya dari gempuran investasi kelapa sawit dan kehadiran Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sementara di kota Sorong, masyarakat adat suku Moi mendesak pemerintah daerah mengakui keberadaan suku Moi melalui peraturan daerah yang diusulkan sejak 2013 silam yang hingga kini belum terealisasi.

“Masyarakat adat suku Moi saat ini sedang berupaya menjaga dan melindungi tanah dan hutan dari gempuran investasi,” katanya saat ditemui suarapapua.com di Sorong, Selasa (27/9/2022).

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Kalasuat mempertanyakan kontribusi dari investor kepada masyarakat adat suku Moi pasca maraknya investasi di wilaya Sorong Raya belakangan ini.

“Sudah puluhan tahun minyak bumi diambil, setelah itu kelapa sawit masuk. Hutan adat dibabat, hasilnya dibawa pergi. Apa yang mereka berikan untuk kami suku Moi? Berapa banyak orang Moi yang menjadi profesor, doktor, pilot?” tanya Kalasuat.

ads

Faktanya tidak ada manfaat yang dirasakan masyarakat adat, termasuk biaya bagi anak-anaknya di bangku pendidikan. Sudah begitu, kondisinya diprediksi akan diperparah lagi dengan rencana bangun rel kereta api yang gencar disosialisasikan Dinas Perhubungan provinsi Papua Barat.

Mahasiswa Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong itu menilai proyek kereta api akan menimbulkan masalah baru. Ia juga menduga kehadiran kereta api hanya untuk mengangkut hasil sumber daya alam.

“Dilihat dari peta saat diskusi terbuka di gedung LMA Malamoi jelas-jelas akan menimbulkan masalah baru. Titik nol itu di Kampung Baru (Kota Sorong), artinya kereta akan lewat di pemukiman warga, sementara untuk mencapai kilometer 75 itu di Sayosa (Kabupaten Sorong) harus melalui KEK, Pertamina Klamono, ini membuktikan kalau kereta api hanya untuk angkut sumber daya alam saja. Jadi, saya tegas menolak kehadiran kereta api. Sekali lagi, saya tegas menolak investasi dan pembangunan yang merugikan masyarakat adat,” ujar Kalasuat.

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

Sebelumnya, Max L. Sabarofek, kepala bidang Pengembangan Kereta Api dinas Perhubungan provinsi Papua Barat saat diskusi terbuka di gedung LMA Malamoi, 21 September 2022, mengatakan, pembangunan rel kereta api diwacanakan akan dibangun mulai dari titik nol yakni pelabuhan laut Kota Sorong dengan stasion satu di bandara DEO, pelabuhan Arar, SPB KEK, SPB Klamono, Pertamina Klamono, SPB Maladofok, dan Sayosa sepanjang 75 Km.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

 “Sebenarnya itu bukan kebutuhan pokok memang benar, tetapi kita lihat kereta api itu salah satu sarana transportasi yang lebih memberikan efek baik. Lebih termurah dan lebih terjangkau kepada semua orang dibandingkan jenis transportasi lain dan kita bebas hambatan dan jam yang sudah terjadwal sampai,” katanya.

Lanjut Sabarofek, “Kalau kita tidak memikirkan transportasi itu sekarang, maka transportasi itu tidak akan pernah ada. Kita pikir sekarang itu proses pembangunan jangka panjang 10 sampai 30 tahun mendatang. Kita pikir anak cucu kita. Kita ke sini mau kasih tahu bahwa akan ada rencana bangun untuk nanti berikan layanan sarana transportasi. Kereta api hadir di sini sebagai salah satu transportasi alternatif bagi masyarakat.”

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaBERITA FOTO: Ikan Dihamburkan Dalam Kantor Walikota Sorong
Artikel berikutnyaAktivis HAM di Sorong Minta Pelaku Mutilasi Dihukum Mati