JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Ada sekitar 23.000 orang Melanesia yang tinggal di Aotearoa hadir dan mengambil bagian dalam pelaksanaan Festival Melanesia pertama yang diselenggarakan di Waitemata Rugby Club Grounds di Henderson, Auckland, New Zealand pada 22 Oktober 2022.
Festival Melanesia pertama untuk memperkenalkan budaya Melanesia yang telah lama hilang di Selandia Baru itu berlangsung dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore waktu Selandia Baru.
Sebagian besar orang Melanesia yang hadir adalah orang-orang Fiji, yang disusul Vanuatu, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Papua Barat dan Kanak dari Kaledonia Baru.
Pendiri dan direktur Festival Melanesia, Joana Monolagi mengatakan setelah bertahun-tahun perencanaan kegiatan ini dan mengalami banyak kesabaran, akhirnya acara ini bisa terwujud dengan baik.
“Dari orang-orang yang saya ajak bicara melalui perencanaan ini, mereka telah datang dan menyuarakan perasaan mereka kepada saya dan pandangan mereka yang mana menginginkan agar hal tersebut sudah lama terjadi. Sebenarnya mereka telah berdoa dan menunggu agar budaya Melanesia bias ditampilkan,” tukasnya.
Ni-Vanuatu dan advokat komunitas Melanesia, Leina Isno mengatakan festival ini akan menyoroti budaya di Pasifik yang sering luput dari perhatian orang di Selandia Baru.
“Bagian dari Pasifik yang sangat kurang diakui dan kurang dibicarakan, terutama dalam budaya Selandia Baru. Kami layak mendapatkan pengakuan itu, dan kami juga layak untuk dibicarakan,” tukasnya.
Festival ini mencakup kedai makanan, pameran seni dan kerajinan tangan, serta pertunjukan budaya.
Salah satu grup yang tampil adalah Himpunan Mahasiswa Papua Oceania yang dipimpin oleh Laurens Ikinia.
Ikinia berterima kasih kepada penyelenggara acara yang telah bekerja tanpa lelah untuk memberikan platform bagi komunitas Melanesia.
“Sungguh luar biasa bagaimana mereka telah menempatkan komitmen dan fokus mereka hanya untuk membuat acara ini terjadi,” katanya.
“Sangat menyedihkan untuk mengatakan tahun ini akan menjadi tahun pertama untuk perayaan pertama, tetapi Anda tahu di sisi lain, ini adalah pengakuan besar bagi komunitas Melanesia yang tinggal di Aotearoa [Selandia Baru.”
Joana Monolagi mengatakan bertahun-tahun ia menghabiskan waktunya untuk bekerja keras mendapatkan segalanya untuk terjadi dan dia bertekad, dan sekarang telah membuahkan hasil bahwa festival terjadi.
Dia mengatakan itu memiliki semua potensi untuk mencapai tingkat yang sama dengan acara budaya lainnya di Selandia Baru. “Ada ruang untuk bergerak,” katanya.
“Saya pikir dalam waktu singkat ini saya telah mengalami minat tidak hanya di Auckland tetapi saya baru saja kembali dari Wellington dan mereka berharap untuk datang akhir pekan ini untuk merayakannya bersama kami.”
Editor: Elisa Sekenyap