ArtikelMartabat Manusia Papua di Hadapan NKRI dan Para Sekutunya Tidak Berharga

Martabat Manusia Papua di Hadapan NKRI dan Para Sekutunya Tidak Berharga

Oleh: Selpius Bobii)*
)* Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)

Martabat manusia dalam pandangan Allah adalah sama dan sederajat. Mengapa? Manusia diciptakan oleh Allah serupa dan segambar dengan diri-Nya. Setiap manusia memiliki “tubuh”, “jiwa” dan “roh”. Tubuhnya akan kembali menjadi debu setelah meninggal karena manusia dibuat dari Tanah Liat. Roh manusia akan kembali kepada Allah karena roh berasal dari hembusan nafas Allah. Dan jiwa manusia akan dihakimi oleh Allah.

Semua manusia memiliki darah yang berwarna merah, punya daging dan tulang serta memiliki 66 organ tubuh. Semua manusia memiliki pikiran, perasaan dan kehendak.

Mengapa martabat manusia Papua tidak dihargai oleh Negara Indonesia? Padahal manusia Papua juga punya harga diri yang sama dengan manusia lain di planet bumi ini.

Manusia Papua di depan mata Negara Indonesia adalah tidak berharga, sehingga diperlakukan bagai binatang. Binatang pun berharga di mata manusia.

Ironis memang! Tanah dan kekayaan alam Papua dipeluk, dicintainya, tetapi mas Papua-nya ditolak, dibenci, bahkan ditebas (dibasmi) tanpa adanya belas kasih.

Kadang saya bertanya pada diriku sendiri: “mungkin karena orang Papua itu berambut keriting dan berkulit hitam, sehingga kami orang asli Papua diperlakukan bagai binatang? Bukankah berkulit hitam, sawo matang, putih dan berambut lurus atau keriting atau berombak adalah ciptaan Tuhan yang paling unik, mulia, setara dan sederajat?”.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Manusia adalah mitra kerja Allah di bumi untuk mewujudkan rencana dan kehendak Allah. Manusia Papua dibenci, ditolak dan bahkan ditebas (dibasmi) oleh Negara Indonesia atas kerjasama para sekutunya itu bukan kehendak Allah, tetapi itu rencana dan kehendak manusia dunia yang berperilaku bar-bar.

Ketika kami orang Papua memprotes ujaran rasis, justru orang Papua menjadi korban di atas korban. Aneh tapi nyata: “korban rasisme menjadi korban lagi”. Misalnya tuan Victor Yeimo (aktivis Papua merdeka) yang sedang ditahan di LP Abepura dan diproses hukum di Pengadilan Negeri Klas II A Jayapura adalah korban dari praktek rasisme. Jika demikian, kapan perilaku rasis akan hapus atau lenyap dari muka bumi ini?.

Selain itu, ada orang Papua yang mengabdi kepada NKRI yang mempertaruhkan jiwa raganya saja tidak dihargai oleh Republik Indonesia. Misalnya, mantan gubernur Barnabas Suebu yang mempertahankan keutuhan NKRI saja diborgol dan dibui pada beberapa tahun lalu, dan kini gubernur non aktif Lukas Enembe (LE) yang sudah mengabdi bagi NKRI selama 20 tahun (5 tahun wakil bupati, 5 tahun bupati Puncak Jaya dan 9 tahun gubernur Papua) diculik dan ditangkap, diborgol dan kini ditahan KPK untuk diproses hukum atas tuduhan korupsi.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Walaupun Lukas Enembe sedang dalam sakit, tetapi beliau dipaksa KPK untuk diperiksa kasus yang menimpa dirinya. Untuk memperlancar proses pemeriksaan, tim dokter yang dibentuk KPK menyatakan Lukas Enembe sehat setelah diperiksa di rumah sakit RSPAD.

Jika LE benar-benar sehat, kenapa LE setiap hari memakai kursi roda digotong oleh para petugas KPK dan aparat TNI Polri? Ini ironis memang! Negara Indonesia sedang memainkan perilaku “hukum rimba” yaitu “yang kuat menindas yang lemah”, “yang berkuasa menginjak-injak yang tak berdaya”.

Hukum buatan NKRI menjadi “panglima”, bukan “hukum kasih” menjadi “panglima”. Di manakah penerapan Pancasila dari sila kedua yang berbunyi: “kemanusiaan yang adil dan beradab?”.

Semua yang sudah dan sedang ditontonkan oleh Negara Indonesia terjadi di depan mata publik dan di depan mata Tuhan.

Melalui tulisan ini kami memberitahu kepada Negara Indonesia dan para sekutunya bahwa “Tuhan tidak buta atas segala perilaku dan tindakan kejahatan atas tanah dan bangsa Papua”. Pembalasan adalah hak Tuhan, seperti ada tertulis dalam kitab Roma 12:19 “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan”; Ulangan 32:35 (TB) “Hak-Kulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka”. Amin ya amin.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Melalui tulisan ini, kami menyerukan kepada bangsa Papua dan simpatisan lokal, nasional dan internasional bahwa mari kita “berdoa puasa” bagi keselamatan bapak Lukas Enembe dan para Tapol Napol Papua yang mendekam di penjara-penjara kolonial Indonesia dan di Philipina.

“Barangsiapa merendahkan martabat sesama manusia, ia mencoreng wajah Allah karena manusia adalah segambar atau serupa dengan Allah”. “Keselamatan jiwa-jiwa yang teraniaya tirani dosa dan penindasan adalah hukum tertinggi”. “Hukum Kasih adalah panglima atau topi dari segala macam hukum yang berlaku dalam sepanjang sejarah umat manusia”. (*)

Jayapura, 19 Januari 2023

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.