JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap III mengaku bertanggung jawab atas pembakaran satu pesawat Susi Air jenis Pilatus dengan nomor registrasi PK-BVY di distrik Paro Kabupaten Nduga Papua pada, Selasa (7/2/2023).
Pesawat tersebut berangkat dari Mimika pada pagi hari pukul 05.33 Wit, pesawat dengan nomor penerbangan SI 9368 yang dipiloti Capten Philips M, warga negara Selandia Baru yang membawa lima penumpang take off dari Bandara Mozes Kilangin Mimika menuju distrik Paro, Kabupaten Nduga dan mendarat pukul 06.17 WIT.
Pihak TPNPB dari Kodap III Derakma Ndugama menyatakan pihaknya bertanggung jawab atas pembakaran pesawat itu.
“Pilotnya kami TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma tahan dan dia menjadi sandera kami. Penyanderaan ini merupakan kedua kalinya yang kami lakukan, dimana yang pertama tahun 1996 di Mapduma,” tukas Brigjend Egianus Kogeya, Pangkodap III Derakma Ndugama.
Oleh sebab itu pihak TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma menyatakan sikap tegas kepada NKRI dan perpanjangan tangan pemerintah pusat di Kabupaten Nduga:
- Mulai sekarang, semua penerbangan jalur masuk ke Kabupaten Nduga dihentikan.
- Pilot warga new Zealand telah ditahan untuk menjadi alasan tembusan pembebasan oleh pemerintah Indonesia.
- Kami TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma tidak akan pernah kembalikan atau bebaskan pilot yang telah disandera.
- Sandera ini, kecuali NKRI mengakui dan lepaskan Papua dari negara (Papua Merdeka).
- Pihaknya juga tolak seluruh pembangunan dalam bentuk apapun dari Ndugama.
Sebby Sambom, Jubir TPNPB mengatakan, pihak tidak akan pernah melepaskan pilot pesawat Susi Air yang disandera anggotanya di distrik Paro Nduga, hingga ada respon pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi Manusia (HAM) oleh pihak New Zealand, Australia, Amerika dan Indonesia.
“Negara Australia, New Zealand, Eropa, PBB dan Amerika selama ini kirim senjata ke Papua untuk bunuh orang Papua, termasuk latih aparat militer dan polisi. Sehingga kami sandera sebagai jaminan agar negara-negara ini bertangguangjawab. Kami berjuang hanya untuk mendengar!” ujar Sambom.
REDAKSI