Tanah PapuaMeski Bermasalah, Aparat TNI Bersenjata Lengkap Backup Pembongkaran Pembangunan Kantor Gubernur Pegunungan

Meski Bermasalah, Aparat TNI Bersenjata Lengkap Backup Pembongkaran Pembangunan Kantor Gubernur Pegunungan

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Meski lokasi pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di Welesi masih bersengketa, pemerintah di backup aparat TNI melakukan pembongkaran.

Benyamin Lagowan, mewakili masyarakat adat Wouma menyesalkan tindakan aparat TNI  bersenjata lengkap mem-backup proses pembongkaran lahan perkebunan warga yang hendak membangun Kantor Gubernur Papua Pegunungan.

“Kami menyesalkan bekapan penuh Dandim 1702/Jayawijaya di lokasi sejak hari pertama pembongkaran lahan hingga hari terakhir dengan kekuatan militer sambil menekan masyarakat pemilik hak ulayat dengan moncong senjata,” ujar Lagowan.

Lagowan juga mempertanyakan kepentingan Dandim 1702 Jayawijaya yang ngotot mem-backup proses pembongkaran lahan. Seakan aparat TNI mengambil tupoksi dengan mengintervensi urusan aparat sipil.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

“Jangan sampai kehadiran TNI ada muatan kepentingan lain, dimana menekan dan meneror warga dengan kekuatan militer merampas lahan masyarakat.”

Katanya, masyarakat adat dari tiga Aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal merasa kecewa dengan sikap arogansi dan otoriter Dandim 1702/Jayawijaya dengan anggotanya.

“Anak adat asli pertama putra Laapago yang berpangkat Letnan kolonel, tapi sudah bertindak tidak proporsional sebagai pelindung rakyat tanpa terpengaruh urusan sipil,” bebernya.

Benyamin menganggap proses pembongkaran paksa lahan tersebut sebagai bentuk pengulangan Pepera jilid 2 atas suku Wio Mukoko. Dimana orang tua kami dulu kehilangan tanah-tanah adat mereka karena menukar dengan kapak, parang, panci kuali, garam, senter, beras dan lainnya.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

“Setelah 60 tahun para orang tua dan kami sekolah hal buruk tersebut masih terjadi. Tanah komunal sisa ini menjadi harapan kami namun sekarang dicaplok dan dirampas dengan iming-iming jabatan yang ilusif dengan backupan kekuatan militer melalui politik. Memanfaatkan orang-orang kami sendiri untuk membungkam masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat,” ujarnya.

Bonny Lanni, salah satu warga Welesi menyayangkan sikap otoriter Wamendagri dan Dandim 1702 Jayawijaya dalam proses pembongkaran paksa lahan perkebunan warga di kampung Logon Owa Wouma. Padahal lokasi penempatan kantor gubernur masih terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat tiga aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal.

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

“Pemerintah bukannya membuka ruang audiensi mempertemukan pihak pro dan kontra, malahan dihadapkan dengan kekuatan militer TNI bersenjata lengkap membackup proses pembongkaran – bukan menyelesaikan masalah malahan memperkeruh suasana di sana,” tegasnya.

Bonny khawatir dengan proses penyerahan lahan tidak melibatkan seluruh kepala suku dan pemilik hak ulayat. Karena dampaknya akan menimbulkan konflik horizontal diantara masyarakat pro dan kontra di tiga aliansi, sebab mereka bersuara karena hak kuasa atas lahan tersebut.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Anggota DPRP Usulkan Beberapa Rute Penerbangan Perintis di Papua Tengah

0
"Sesuai dengan pemantauan kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi perintis, saya menemui Direktorat Angkutan Udara di Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI, demi mendorong adanya trayek baru dengan titik operasional dari Nabire untuk penerbangan perintis pada tahun 2025," kata ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.