BeritaDukung Perjuangan Masyarakat Adat Awyu, Ampera PS Sampaikan 10 Pernyataan Sikap

Dukung Perjuangan Masyarakat Adat Awyu, Ampera PS Sampaikan 10 Pernyataan Sikap

Editor :
Elisa Sekenyap

SORONG, SUARAPAPUA.com— Aliansi Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Peduli Tanah Adat Papua Selatan (Ampera PS) mendesak  Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura untuk segera cabut ijin usaha PT. Indo Asiana Lestari di distrik Mandobo dan distrik Fofi Kabupaten Boven Digoel Propinsi Papua Selatan.

Masyarakat adat sangat identik dengan kepemilikan atas tanah, namun pemerintah melalui UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) berupaya untuk merebut ruang hidup masyarakat adat.

Titin Betaubun Presiden Mahasiswa Universitas Musamus mengatakan bahwa saat ini Frengky Woro dan masyarakat adat suku Awyu sedang melakukan gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim di PTUN Jayapura.

“Gugatan tersebut berkaitan dengan kebijakan dan tindakan penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 82 Tahun 2021 tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 90 ton TBS/Jam seluas 36.096,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di distrik Mandobo dan distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, pada 2 November 2021.”

“Gugatan ini sudah berlangsung  sejak 13 Maret 2023,” kata Betaubun melalui pernyataan persnya kepada suarapapua.com, Kamis (13/7/2023).

Dijelaskan, perjuangan Frengky Woro dan masyarakat adat suku Awyu perlu mendapatkan dukungan semua pihak. Untuk itu diharapkan semua lapisan elemen masyarakat yang hidup di atas tanah Papua untuk mendukung perjuangan tersebut.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

“Mereka berjuang menyelamatkan tanah dan hutan demi keberlangsungan hidup mereka dan anak cucu, bahkan generasi yang akan datang. Karena mereka sadar bahwa tanpa tanah dan hutan, suku Awyu dan masyarakat adat tidak akan memiliki kehidupan yang layak,”ujarnya.

Norbertus Abagaimu, koordinator aksi menduga pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini DPMPTSP Provinsi Papua terkesan tidak dapat memahami etika lingkungan dengan bijaksana, yang terkandung dalam aspek moral ekologis hukum lingkungan itu sendiri. Sehingga dalam hal mendistribusikan informasi, dinas terkait telah mengabaikan hak-hak konstitusional masyarakat adat yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 18b ayat (2) bahwa negara mengakui kesatuan hak-hak masyarakat hukum adat itu sendiri.

“Sadar atau tidak, perjuangan mereka ini penting bagi kita semua. Hutan yang mereka pertahankan penting untuk keberlangsungan hidup kita. Mereka melindungi hutan mereka dari ancaman deforestasi yang sering sekali disebabkan oleh proyek-proyek ekstraktif negara dan pelaku ekonomi lainnya di Papua atau di wilayah lainnya.” pungkasnya.

Elisabeth Ndiwaen mewakili perempuan Marind mengatakan masyarakat adat di atas tanah Papua saat ini sedang kehilangan ruang hidupnya. Di mana sejumlah perusahaan-perusahan telah membongkar hutan adat yang menyimpan sejuta sumber kehidupan.

“Setiap perusahaan yang ada di Papua banyak sekali masalah yang terjadi sehingga membuat kami masyarakat adat pemilik hak ulayat kehilangan. Kehilangan tempat tinggal, tempat cari makan, tempat cari obat-obatan, tempat-tempat keramat yang digusur, rawa-rawa sagu yang digusur habis.”

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

“Sehingga membuat hidup kami menderita, sengsara, di atas tanah kami sendiri yang diwariskan oleh leluhur kami. Karena itu kami mendukung penuh suku Awyu yang sedang berjuang mempertahankan tanah adatnya di PTUN Jayapura,” ujar Elisabeth.

Dengan melihat perjuangan Frangky Woro dan masyarakat adat suku Awyu, maka Aliansi Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Peduli Tanah Adat Papua Selatan (Ampera PS) yang terdiri dari, badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia, BEM Universitas Musamus, mahasiswa Musamus, masyarakat adat independen Papua komite kota Merauke, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Jayawijaya se-kota Merauke, perwakilan masyarakat adat suku Awyu, gerakan mahasiswa Papua Selatan peduli tanah adat, himpunan mahasiswa Malind, ikatan keluarga besar kampung Sabon distrik Waan, lapak baca Ha-Anim, dan tokoh perempuan Malind Dek menyatakan;

Pertama, mendukung penuh masyarakat adat Awyu dan mendesak PTUN Jayapura untuk segera cabut izin usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digoel distrik Mandobo dan distrik Fofi.

Kedua, mendesak Hakim untuk melihat secara jelih alat-alat bukti yang di hadirkan oleh masyarakat adat Awyu sebagai bukti valid dari masyarakat adat tersebut.

Ketiga, mendesak pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini dinas Provinsi Papua agar melarang keras dan menutup semua informasi tentang semua izin yang telah dikeluarkan, karena dokumen tersebut merupakan dokumen yang bukan dikecualikan sesuai dengan UU NO 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Baca Juga:  Hasil Temu Perempuan Pembela HAM dan Pejuang Lingkungan Bersama WALHI Nasional

Empat, meminta Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan agar melarang untuk mengeluarkan ijin-ijin secara sepihak di atas seluruh tanah adat Masyarakat Papua.

Kelima, Ampera PS mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera tutup perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di atas tanah Papua, mulai dari PT. Freeport, Miffe, Good KEK, Blok Wabu, LNG Tanggu, Bendungan kali-Muyu, pertambangan ilegal, dan seluruh investasi asing yang ada di atas tanah adat Papua.

Keenam, mengecam keras pihak-pihak yang melakukan intervensi terhadap proses persidangan gugatan yang dilakukan oleh masyarakat adat Awyu di PTUN Jayapura.

Ketujuh, mengecam setiap intimidasi dan tindakan kekerasan fisik oleh aparat keamanan terhadap masyarakat adat yang wilayahnya diterbitkan ijin usaha, termasuk masyarakat adat Awyu yang sedang berjuang mendukung  proses persidangan gugatan.

Kedelapan, mendesak agar oknum-oknum tidak berusaha menekan masyarakat adat Awyu untuk membatalkan proses persidangan gugatan.

Kesembilan, Pengadilan Negeri Jakarta segera bebaskan Hariz dan Fatiah atas semua tudingan dan dalil yang tidak berdasar – bebaskan tanpa syarat.

Kesepuluh, pemerintah segera sahkan RUU Masyarakat Adat.

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.