PolhukamHAMFestival Film Papua ke-VI Fokus Penguatan Kapasitas dan Kesadaran Kolektif

Festival Film Papua ke-VI Fokus Penguatan Kapasitas dan Kesadaran Kolektif

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Festival Film Papua (FFP) ke-VI dengan tema “Dari Kampung Kitong Cerita” diadakan Papuan Voices selama tiga hari (7-9/8/2023) di Rumah Studi Duta Damai St. Nicholaus, Padang Bulan, Abepura, kota Jayapura.

Pada pembukaan hari pertama, Senin (7/8/2023), Irene Fatagur, ketua panitia FFP ke-VI, dalam sambutannya mengatakan, generasi muda Papua yang juga bagian dari masyarakat adat di Tanah Papua harus membangun kesadaran kolektif mempertahankan tanah adat dan pangan lokal warisan leluhur sebagai jati dirinya sendiri.

“Tentunya dengan cara mempertahankan warisan tradisi di tengah perkembangan zaman ini. Salah satu usaha yang selalu dilakukan adalah membangun kesadaran kolektif kaum muda akan jati dirinya. Untuk menjawab pergumulan inilah Perkumpulan Papuan Voices selenggarakan Festival Film Papua,” ujarnya.

Kata Irene, FFP dimulai sejak 2017 hingga kini (2023) sudah enam kali dengan beragam tema seputar masyarakat adat dan kampung beserta segala dinamikanya. Dengan tujuan agar kaum muda Papua melihat dirinya, menggali dan memperkuat identitasnya.

“Papuan Voices menilai di kampung-kampung banyak kisah menarik. Kisah masyarakat adat Papua menghadapi perkembangan zaman, derasnya investasi, krisis identitas. Selain itu, kampung terdapat banyak nilai dan kearifan lokal yang dapat menjadi bekal untuk menjelajahi perkembangan dunia saat ini,” urainya.

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Fatagur akui FFP ke-VI agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang biasanya ajang kompetisi film dokumenter bagi para sineas muda di Tanah Papua. Kali ini, katanya, Papuan Voices menyadari pentingnya penguatan kapasitas untuk anggotanya dan sineas muda Papua perlu ditingkatkan.

“Sehingga pada FFP keempat ini Papuan Voices lebih fokus pada kegiatan workshop film dokumenter, nonton dan diskusi film dokumenter sebagai wadah untuk meningkatkan kesadaran dan kepercayaan terhadap identitas,” kata Irene.

Rangkaian kegiatan selama tiga hari di gedung St. Nicholaus Duta Damai Papua, jelas Irene, sejak pagi hari diawali dengan workshop media, pameran karya oleh mitra Papuan Voices, serta nonton dan diskusi film.

Sementara itu, Fransiska Manam, salah satu panitia, menjelaskan, rangkaian kegiatan FFP ke-VI selama tiga hari full dengan workshop, pemutaran film dan diskusi film.

Hari pertama, Senin (7/8/2023) workshop “Ragam pendekatan dalam dokumenter” mendahului acara pembukaan FFP, dilanjutkan pemutaran dan diskusi sesi “Kedaulatan pangan”, kemudian pemutaran dan diskusi sesi “Sejarah dan identitas”.

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

Hari kedua, Selasa (8/8/20230, pagi hingga siang diisi workshop “Menggerakkan ekosistem dokumenter”. Sesudahnya, digelar pemutaran dan diskusi sesi “Perempuan dan anak”. Kemudian, pada pukul 19.00-21.00 WIT, pemutaran dan diskusi sesi “Pendidikan dan kesehatan”.

Hari ketiga, Rabu (9/8/2023), pukul 9.00-13.00 WIT workshop “Kuratorial dan pengarsipan film dokumenter”. Di sore hari, selama dua jam (17.00-19.00 WIT), pemutaran dan diskusi sesi “Buruh dan perampasan lahan”. Kemudian, selama setengah jam diisi dengan perayaan Hari Masyarakat Adat Internasional. Setelah itu dilanjutkan pemutaran dan diskusi sesi “Seni budaya” hingga berakhir pada pukul 21.00 WIT.

“Sebanyak 40 film dalam acara Festival Film Papua, dan film-film yang diputarkan dalam acara ini, selain dari produksi Papuan Voices, ada juga yang dikurasi berbagai filmaker dari luar Papuan Voices,” jelas Fransiska.

Selama tiga hari kegiatan, arena FFP ke-VI dipadati para pengunjung. Selain mendengar langsung sharing pengalaman dari sejumlah narasumber, mereka sekaligus hendak nonton film-film dokumenter Papua.

Para pengunjung sangat antusias menikmati hasil karya anak Papua bidang audio-visual.

Saat menyampaikan sambutan, Harun Rumbarar, ketua umum Papuan Voices, mengatakan, Papuan Voices adalah komunitas film dokumenter yang diinisiasi tahun 2011. Lima tahun kemudian, tepatnya 21 Mei 2016 barulah menjadi perkumpulan berbadan hukum.

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

“Papuan Voices menjadi ruang mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, khususnya generasi muda Papua, dalam menggunakan media audio-visual. Papuan Voices meyakini bahwa dengan memberikan ruang kreatif bagi orang muda, maka akan muncul kemampuan berkreasi dan semangat bekerja untuk mengembangkan keahlian yang dimiliki, mandiri, dan memiliki komitmen besar untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan di Tanah Papua,” tutur Rumbarar.

Selain Jayapura, kata Rumbarar, Papuan Voices ada di Keerom, Merauke, Byak, Sorong, dan Wamena.

“Baru tahun 2023 ada penambahan dua wilayah lagi, yaitu Supiori dan Nabire.”

Penggerak Papuan Voices juga diharapkan akan muncul di Asmat, Fakfak, Bintuni, Wasior, dan wilayah lainnya.

“Festival Film Papua (FFP) telah menjadi agenda tahunan Papuan Voices sejak tahun 2017. Berharap agar FFP dapat menjadi ruang khusus untuk menampilkan karya-karya orang muda Papua. Cita-cita kami bahwa melalui FFP, cerita-cerita tentang Tanah Papua terdengar hingga penonton yang lebih luas,” tandas Harun. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Ronald Kinho, aktivis muda Sorong, menyebut masyarakat nusantara atau non Papua seperti parasit untuk monopoli sumber rezeki warga pribumi atau orang...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.