SUARAPAPUA.com— Paulinus Vincenius Baru, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw (Lemata) meminta Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) No.6/37/2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Tambrauw.
Menurutnya, Perda MHA di Kabupaten Tambrauw sangat lemah karena tidak menjelaskan secara spesifik hak-hak dari masyarakat adat.
“Perda MHA ini hanya menjelaskan secara garis besarnya, tidak dijelaskan secara detail tentang hak-hak yang mengatur masyarakat adat di Tambrauw,” katanya usai acara FGD antara Pemerintah Tambrauw dan LSM, NGO di Hotel Vega, Kota Sorong (18/9/2023).
Perjuangan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Tambrauw untuk mendapatkan pengakuan dari negara harus menempuh perjalanan panjang. Meskipun telah banyak peraturan dan kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat terkait pengakuan dan perlindungan MHA.
Jalan untuk mendapatkan hak-hak Masyarakat Adat tidaklah mudah, karena perlu proses pendampingan yang intens dan dukungan dari para pihak. Oleh karena itu menurut Paulinus kelemahan dalam Perda MHA perlu direvisi.
“Perda MHA ini perlu direvisi agar ada pembobotan, sehingga hak-hak masyarakat adat dapat diakomodir. Sehingga orang dari luar ataupun investor yang akan masuk dapat menghargai dan menghormati masyarakat adat.”
“Sudah banyak contoh kasus masyarakat adat tidak dihargai dan dihormati, maka sangat penting Perda MHA ini diboboti lagi,”tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekertaris Komda Pemuda Katolik Papua Barat itu menekan kepada Pemerintah Kabupaten Tambrauw, LSM dan NGO untuk tidak mengorbankan masyarakat adat lewat program-program yang diusulkannya.
“Silakan LSM, NGO bekerja sama dengan pemerintah Tambrauw. Kami sangat mendukung tetapi jangan datangkan program yang menghancurkan masyarakat adat. Skema hutan desa (HD) tidak dapat diterapkan di atas wilayah adat, karena dampaknya masyarakat adat akan kehilangan hutan dan tanah adat. Saya tegaskan Lemata menolak skema hutan desa,” ungkapnya.
Sebelumnya, Koordinator Aka Woun Tambrauw, Soter Hae mengatakan berdasarkan informasi yang dihimpun,alasan utama masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw menolak skema hutan desa (HD) yaitu takut kehilangan wilayah adat mereka.
“Masyarakat adat di Tambrauw menolak hutan desa karena takut kehilangan tanah,hutan adat mereka,” katanya.
Katanya, sebagai bentuk sikap penolakan masyarakat adat telah membuat sebuah surat yang ditandatangani beberapa marga.
“Surat penolakan sudah ditandatangani oleh beberapa marga pemilik hak ulayat dan dalam waktu dekat mereka akan serahkan kepada pemerintah,” tukasnya.