Infrastruktur PapuaWow! Inilah Kandungan Minyak Bumi di Blok Warim Agimuga

Wow! Inilah Kandungan Minyak Bumi di Blok Warim Agimuga

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kandungan minyak bumi di Blok Warim Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah, ternyata amat menakjubkan. Betapa tidak, potensinya diketahui sangat besar: 27 miliar barel per hari. Karena itulah diincar investor asing, sejumlah perusahaan raksasa dunia telah jatuh hati padanya.

Prakiraan kandungan minyak bumi di Blok Warim karena fantastis, beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan telah menemukan “harta karun” di Tanah Papua.

Potensi “harta karun” itu antara lain berupa minyak bumi dengan jumlah potensi cadangan mencapai 27 miliar barel per hari. Sedangkan potensi gas sebesar dua kali lipat lebih besar dari Blok Masela, atau mencapai 47 triliun kaki kubik (TCF).

Menurut Luhut, kandungan minyak dan gas bumi (Migas) raksasa tidak hanya di darat, tetapi juga terdapat di wilayah perairan laut.

Kendati disadari terbentur dengan masalah lingkungan hidup terutama kawasan Taman Nasional Lorentz, pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dengan hasil koordinasi itu konon pemerintah sepakat untuk melanjutkan eksplorasi di Blok Warim kepada PT Pertamina dengan cara melakukan pengeboran secara miring.

Kandungan migas di Agimuga rupanya menarik perhatian perusahaan raksasa dunia, sebagaimana diakui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Banyak perusahaan besar langsung mengincarnya, kata Tasrif, sejak lelang Blok Warim dibuka.

Baca Juga:  Penembakan Dua Warga Sipil di Yahukimo, Berikut Tuntutan Keluarga Korban

Tertarik dengan data potensi di blok besar itu, Arifin mengklaim beberapa investor dunia mampu di daerah-daerah sulit yang punya kemampuan besar dalam kegiatan pengelolaannya.

Blok Warim menurut Tutuka Ariadji, direktur jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, telah dibagi menjadi dua wilayah kerja (WK) yakni Akimeugah 1 dan Akimeugah 2.

Kata Ariadji, kedua WK telah dilelang ke sejumlah perusahaan besar yang tertarik menanam investasinya.

Ariadji bahkan mengaku tak ada masalah dengan persoalan menyangkut keberadaan Taman Nasional Lorentz yang dilindungi KLHK juga The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Katanya hal itu sudah selesai karena sebesar 10% dari bagian wilayah yang bersinggungan dengan Taman Nasional Lorentz telah dipotong.

Bukan minyak bumi saja, Blok Warim Agimuga juga masih menyimpan potensi gas cukup besar baik WK Akimeugah 1 maupun Akimeugah 2.

Aksi masyarakat adat suku Amungme di depan kantor DPRD Mimika, Senin (30/10/2022) menyampaikan aspirasi penolakan terhadap rencana eksplorasi minyak dan gas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah. (Ist)

Seluruh proses lelang ke investor raksasa dunia tanpa melibatkan pemilik hak ulayat, masyarakat adat Amungme menyatakan tetap menolak kehadiran perusahaan melakukan aktivitas apapun, baik eksplorasi maupun eksploitasi di wilayah adat Agimuga.

Aspirasi masyarakat suku Amungme menolak rencana eksplorasi Migas di Agimuga disampaikan saat aksi demonstrasi di kantor DPRD Mimika, Senin (30/10/2023) lalu.

Masyarakat Amungme dengan tegas menyatakan menolak perusahaan Migas masuk ke Agimuga untuk mengelola sumber minyak dan gas (Migas).

Baca Juga:  LMA Malamoi Didesak Cabut Rekomendasi Pengakuan OAP Kepada Abdul Faris Umlati

Damaris Onawame, koordinator aksi damai, menyatakan, proses lelang oleh pemerintah pusat untuk memula proyek raksasa itu tanpa sepengetahuan masyarakat adat Amungme di distrik Agimuga.

“Masyarakat Amungme dari distrik Agimuga dengan tegas menolak adanya kegiatan apapun dari perusahaan Migas di wilayah adat Agimuga,” ujarnya saat berorasi di depan pintu gerbang kantor DPRD Mimika.

Pernyataan penolakan disampaikan seluruh komponen masyarakat suku Amungme. Baik kaum intelektual, mahasiswa, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, kepala kampung Agimuga, juga dewan adat Amungme (Lemasa). Semua satu nada: tolak rencana beroperasinya perusahaan Migas di Agimuga.

Sejumlah pamflet bersama sebuah spanduk besar bertulisan “Kami masyarakat adat di Timika dengan tegas menolak pembukaan pertambangan Migas di Agimuga” dibentangkan dalam aksi tersebut.

Rencana tambang Migas di Agimuga diketahui bagian dari Blok Warim yang digadang-gadang pemerintah Indonesia sebagai “harta karun” dari Tanah Papua. Sedangkan, wilayah Agimuga itu sendiri terletak di kawasan Taman Nasional Lorentz.

Daerah yang diarsir hijau merupakan kawasan Taman Nasional Lorentz, pusat Blok Warim yang dikabarkan telah dibagi oleh pemerintah Indonesia menjadi dua wilayah kerja (WK) yakni Akimeugah 1 dan Akimeugah 2 di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah. (Ist)

Di hadapan wakil ketua I DPRD Mimika, Aleks Tsenawatme, didampingi beberapa anggota dewan: Karel Gwijangge, Mathius Uwe Yanengga, Thobias Maturbongs, dan Aloysius Paerong, Damaris Onawame membacakan enam tuntutan.

Pertama, segera cabut izin lelang pembangunan perusahaan Migas di Agimuga.

Kedua, mendukung semua perjuangan masyarakat adat di seluruh di wilayah Papua.

Ketiga, selesaikan pelanggaran HAM mulai dari tahun 1967 sampai sekarang.

Baca Juga:  Pdt. Yemima Krey: Mama-Mama Papua Tidak Kosong Datang Ikut Aksi Jalan Salib

Keempat, segera hentikan rencana pemekaran kabupaten Agimuga.

Kelima, segera hentikan 49 kontraktor yang akan beroperasi di Tanah Amungsa.

Keenam, kami mendukung perjuangan masyarakat adat di Indonesia, Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Maluku yang dalam perampasan lahan oleh investor.

Sikap tegas sama datang dari mahasiswa Mimika yang juga turut mendukung keputusan masyarakat adat Amungme menolak rencana eksplorasi Migas di distrik Agimuga.

Mahasiswa Papua asal kabupaten Mimika dari berbagai kota studi di Indonesia maupun luar negeri menyatakan setidaknya tiga pernyataan sikap.

Pertama, kami menolak dengan tegas pembukaan pertambangan minyak dan gas di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah.

Kedua, jangan mengambil hak-hak masyarakat adat.

Ketiga, berikan ruang demokrasi bagi masyarakat adat sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di negara Indonesia.

Masyarakat Amungme menyatakan menolak kehadiran perusahaan Migas beroperasi di distrik Agimuga, kabupaten Mimika, Papua Tengah. (Ist)

Mahasiswa menilai apapun kebijakan pemerintah selama ini tidak terbuka, bahkan tanpa diketahui dan tidak mendapat persetujuan dari masyarakat setempat. Faktanya banyak kebijakan selalu bermasalah hingga merugikan masyarakat adat karena jikapun mendapat penolakan dari masyarakat, tetap saja dipaksakan demi kepentingan investor semata.

Hal tersebut dianggap satu problematika besar di tengah masyarakat adat yang selalu abaikan aspirasinya. Karena itulah mahasiswa bersikap tegas menolak perusahaan Migas masuk beroperasi di Agimuga.

Alasan logis lainnya adalah demi Taman Nasional Lorentz tetap lestari. Artinya, lingkungan hidup agar tidak rusak akibat beroperasinya perusahaan Migas tersebut. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.