BeritaMahasiswa Papua Tidak Dijadikan Objek Dalam Peruntukan Dana Otsus

Mahasiswa Papua Tidak Dijadikan Objek Dalam Peruntukan Dana Otsus

Editor :
Elisa Sekenyap

SORONG, SUARAPAPUA.com— Puluhan mahasiswa asli Papua dari Politeknik Saint Paul, Universitas Muhammadyah Sorong (UMS), Universitas Victory, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES), Universitas Kristen Papua (UKIP), dan Universitas Pendidikan Muhammadyah (Unimuda) mengelar aksi demo damai di halaman kantor Gubernur Papua Barat Daya (PBD), Rabu (29/11/2023).

Aksi damai mahasiswa Papua yang tergabung dalam himpunan mahasiswa se -Sorong Raya itu guna mendesak penjabat Gubernur dan enam perguruan tinggi di Kota Sorong, Kabupaten Sorong Propinsi Papua Barat Daya untuk transparan terkait penggunaan anggaran hibah sebesar Rp11.1 milyar.

Eko Baru, Koordinator Himpunan Mahasiswa se -Sorong Raya (HMSR) dalam orasinya mengatakan dalam amanat UU Otsus tahun 2021 Bab XVI Pasal 56 dan PP 106 tahun 2021 tertuang jelas. Oleh sebab itu pemerintah Papua Barat Daya tidak menjadikan mahasiswa asli Papua sebagai objek.

“Saat menyerahkan bantuan hibah tersebut Pemerintah Papua Barat Daya menyebutkan  bahwa dana tersebut diperuntukkan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia Papua. Tetapi, faktanya di beberapa perguruan tinggi dana tersebut digunakan untuk pengadaan fasilitas seperti kursi dan pembangunan pagar dan lainnya. Sementara di sisi lain banyak mahasiswa Papua hingga saat ini belum melunasi biaya pendidikan,” ujar Baru yang adalah mahasiswa Politeknik Saint Paul Sorong.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

Serupa disampaikan Adrian Howai, mahasiswa Unimuda Sorong. Di mana ia menambahkan bahwa pendidikan di perguruan tinggi setiap tahun berubah dan terus meningkat.

“Biaya pendidikan baik itu pembangunan maupun semester setiap tahun ada peningkatan. Jika bantuan dana hibah yang bersumber dari [dana] Otsus diperuntukkan untuk pembangunan fasilitas kampus, berarti sudah tidak tepat sasaran,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama Howay juga meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengaudit anggaran Otsus yang disalurkan ke enam perguruan tinggi di Papua Barat Daya.

“Kami mahasiswa minta penegak hukum untuk segera mengaudit anggaran Otsus yang di hibahkan untuk enam perguruan tinggi,” ujarnya.

Selain berorasi, pihak mahasiswa juga menbacakan beberapa poin pernyataan sikap di depan kantor Gubernur PBD;

Pertama, segera memfasilitasi dialog antara mahasiswa dan masing-masing pimpinan kampus.

Kedua, Pemerintah Papua Barat Daya segera dan mendata seluruh mahasiswa Papua di seluruh universitas atau perguruan tinggi di Papua Barat Daya.

Ketiga, Pemerintah Papua Barat Daya segera mengklarifikasi dana yang telah dihibahkan ke enam perguruan tinggi.

Keempat, transparansi penggunaan anggaran dari pihak universitas terkait dana hibah yang diberikan Pemerintah Papua Barat Daya.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Kelima, segera menggratiskan (membebaskan) biaya pendidikan kepada seluruh mahasiswa Papua di Propinsi Papua Barat Daya.

Keenam, pemerintah segera mencerdaskan mahasiswa Papua dengan dana Otsus.

Ketujuh, pemerintah segera mengalokasikan anggaran Otsus untuk pendidikan sesuai amanat undang-undang Otsus tahun 2021 tentang afirmasi dan keberpihakan.

Kedelapan, hentikkan kekerasan terhadap aktivis mahasiswa di tanah Papua.

Kesembilan, pemerintah pusat, KPK RI, dan seluruh komponen yang berkaitan dengan penggunaan dana Otsus Papua untuk dievaluasi.

Setelah membacakan pernyataan, Rahman, Kepala Baparinda provinsi Papua Barat Daya mendatangi mahasiswa dan mengatakan bahwa telah terjadi mis komunikasi antara pihak perguruan tinggi dan mahasiswa.

Pihak Bappeda Provinsi PBD, Rahman ketika merespon mahasiswa se-Sorong Raya. (Reiner Brabar – SP)

“Dana yang disalurkan itu untuk kampus, sepertinya terjadi miskomunikasi. Kalau bantuan yang sekarang diberikan untuk kampus itu difungsikan untuk memperbaiki sarana dan prasarana di kampus,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan dalam tahun ini pemerintah Papua Barat Daya akan memberikan beasiswa kepada 10 ribu mahasiswa Papua. Untuk itu Rahman berpesan agar mahasiswa Papua ikut mendata jumlah mahasiswa sehingga data tersebut bisa dicocokan antara data perguruan tinggi, pemerintah dan mahasiswa.

“Anggaran untuk beasiswa itu untuk 10 ribu mahasiswa dan itu ada hanya saja Kepala Dinas Pendidikan saat ini sudah pensiun. Sehingga kita tunggu bapak Pj. Gubernur menunjuk siapa pelaksana tugas untuk mengantikan Kadis Pendidikan. Setelah itu dulu baru dana tersebut dicairkan. Ini uang negara harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Ia mengatakan, agar mahasiswa mempertanyakan anggaran otonomi khusus ke pemerintah kabupaten, kota di propinsi Papua Barat Daya.

“Dana Otsus ini tidak hanya dikelola oleh pemerintah propinsi, tetapi juga dikelola secara langsung oleh pemerintah kabupaten, dan kota jadi bisa ditanyakan langsung ke sana,” pungkasnya.

Namun demikian, Eko Paul menyatakan, kehadirannya pihaknya di kantor gubernur bukan untuk meminta beasiswa melainkan meminta transparasi dan klasifikasi dari pemerintah Papua Barat Daya terkait dana hibah sebesar Rp11,1 Milyar.

“Kami di sini minta transparansi penggunaan anggaran yang mengatasnamakan mahasiswa Papua. Mahasiswa Papua bukan pagar, atau kursi,” tegasnya.

Sebagai informasi, ada sebanyak enam perguruan tinggi dan satu yayasan yang telah mendapatkan bantuan dana hibah pendidikan.

Di mana terdiri dari Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong senilai Rp2,3 milyar, Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) sebesar Rp3,8 milyar, Politeknik Saint Paul Sorong sebesar Rp1 milyar, Universitas Kristen Papua Sorong senilai Rp1 milyar, Universitas Victory Sorong sebesar Rp1 milyar, Poltekkes Kemenkes Sorong sebesar Rp1 milyar dan Yayasan Muhammadiyah Sorong sebesar Rp1 milyar.

Terkini

Populer Minggu Ini:

TPNPB Mengaku Membakar Gedung Sekolah di Pogapa Karena Dijadikan Markas TNI-Polri

0
“Oh…  itu tidak benar. Hanya masyarakat sipil yang kena tembak [maksudnya peristiwa 30 April 2024]. Saya sudah publikasi itu,” katanya membalas pertanyaan jurnalis jubi.id, Kamis (2/5/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.