BeritaBicara HAM Papua, Kadepa: Fadli Zon Berlebihan

Bicara HAM Papua, Kadepa: Fadli Zon Berlebihan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Laurenzus Kadepa, Anggota Komisi 1 DPR Papua, menilai sikap Fadli Zon terlalu berlebihan melihat persoalan HAM berat yang terjadi di Tanah Papua.

Kadepa menyebut komentar Fadli Zon, Dahlan Iskan dan tokoh nasional lainnya mulai berdatangan setelah Hoe Biden terpilih sebagai presiden Amerika Serikat.

“Saya ingin sampaikan, Papua itu butuh pendekatan non militer. Kami sampaikan berkali-kali, tetapi negara tidak mau dengar kami,” ujarnya, Senin (9/11/2020).

Kepemimpinan Joe Biden dan Kamala Harris menurut Kadepa, akan terwujud berlandaskan cerminan demokrasi, HAM dan isu iklim.

“Ini kan ketakutan yang aneh dan sangat berlebihan. Kalau takut negara lain ikut memantau dan membicarakan situasi HAM Papua, kenapa pendekatan terhadap Papua masih terus dengan keamanan dan tidak pernah dievaluasi,” tuturnya.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

Lanjut Kadepa, “Ini soal kemanusiaan, fakta saat Papua masuk dalam NKRI, selalu menggunakan pendekatan militer yang berujung banyak korban.”

Terpisah, Emanuel Gobay, direktur eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, juga menyoroti pandangan Fadli Zon.

Menurut Gobay, sikap Fadli Zon sebagai representasi rakyat yang lupa akan prinsip dasar hak asasi manusia (HAM) patut disayangkan.

“DPR RI ini sepertinya tidak memiliki komitmen untuk perlindungan hak asasi manusia,” katanya.

Gobay merujuk pengalaman selama ini DPR RI tidak memperjuangkan persoalan HAM.

Dalam pernyataannya, Fadli Zon mendukung Palestina dengan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan Israel.

“Fadli Zon ini sepertinya bisa melihat semut yang ada di seberang pulau, dibanding balok yang ada di depan matanya.”

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Selama ini berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua tak pernah dituntaskan, kata Eman, Komnas HAM harus memberi pemahaman dan penataran HAM kepada anggota DPR RI.

“Anggota DPR RI memiliki kontribusi besar terhadap penegakkan HAM dalam konteks penegakan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” tandasnya.

Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menilai komentar Fadli Zon soal HAM di Tanah Papua menyusul terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat, cenderung tak proporsional.

“Pada prinsipnya, komentar Fadli Zon itu tidak proporsional dan cenderung basi,” katanya saat dihubungi suarapapua.com, Minggu (8/11/2020) kemarin.

Sebab, kata Warinussy, Joe Biden adalah presiden terpilih sebuah negara merdeka super power bernama Amerika Serikat.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

“Saya kira isu pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua tentu akan menjadi hal yang rajin ditanyakan oleh pemerintah USA kepada Indonesia, baik kepada presiden maupun terutama kepada masyarakat sipil,” tegasnya.

Joe Biden-Kamala Harris didukung partai demokrat dengan visi menghormati HAM dan kelompok minoritas di dunia, kata Warinussy, sikap politiknya ke depan tentu akan dipengaruhi visi besar partai itu.

“Saya kira kita akan lihat pengaruhnya saat presiden Biden bersama wapres Harris mengumumkan kabinetnya.”

“Kemudian kepemimpinan Joe Biden akan dipengaruhi oleh siapa? Apakah demokrat atau republik yang menguasai senat dan kongres?,” beber Warinussy.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Penangkapan AN di Enarotali Diklarifikasi, TPNPB: Dia Warga Sipil!

0
"Anand Nawipa atau Andarias Nawipa yang ditangkap itu bukan anggota TPNPB. Saya sudah cek semuanya sampai di markas paling bawah. Dia warga sipil. Pemuda biasa. Dia bukan anggota TPNPB. Jadi, ada bilang dia pelaku itu militer kolonial rekayasa semuanya, hoaks itu," ujar Mathius Gobay, panglima Kodap XIII Kegapa Nipouda Paniai, mengklarifikasi.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.