ArtikelTidak Merdeka = Papua Habis

Tidak Merdeka = Papua Habis

Oleh: Victor F. Yeimo)*
)* Penulis adalah juru bicara internasional KNPB

57 ribu hektar hutan Papua di Boven Digoel dihabisi Korindo Group sejak tahun 2001, menurut investigasi yang dilakukan oleh Forensic Architecture dan Greenpeace International, sebagaimana disiarkan BBC Kamis (12/11/2020). Itu baru satu perusahaan saja. Lalu, yang lain?.

Data menunjukkan, ada 85 perusahaan sawit yang menguasai lahan seluas 2.153.484 hektar di Tanah Papua. Belum hitung 83 perusahaan pembalakan kayu yang menguasai kawasan hutan di Tanah Papua seluas 13.334.260 hektar.

Ada juga 25 perusahaan hutan tanaman industri yang menguasai kawasan hutan seluas 3.700.000. Juga 3 perusahaan pengelola hasil hutan sagu yang menguasai dusun sagu seluas 129.000 hektar. 15 perusahaan perkebunan tebu menguasai lahan seluas 487.912 hektar.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Sementara itu, sekitar 240 perusahaan tambang yang mengeruk bumi Papua. Total luas tanah orang asli Papua yang dirampas untuk tambang seluas 9.110.793 hektar, dengan 5.932.071 hektar di Provinsi Papua, dan 3.178.722 hektar sisanya di Provinsi Papua Barat.

Setiap tahun laju deforestasi Papua meningkat tiga kali lipat; dari tahun 2000-2009 seluas 60.300 hektar. Tahun 2009-2013 seluas 171.900 hektar. Tahun 2013-2017 makin meningkat seluas 189.300 pertahun. Ini data-data Yayasan Pusaka, Greenpeace, dan Forest Watch Indonesia.

Itu baru kejahatan kapitalis pada lingkungan dan perampasan tanah. Kalau lihat laju kematian orang Papua setiap hari ini dibanding laju imigrasi pendatang ke Papua dan penguasaan tanah air Papua, maka sudah tentu Papua diambang kehancuran dan pemusnahan. Itu tidak akan terbendung.

Baca Juga:  Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

Kejahatan korporasi ini terjadi di zaman Otsus yang katanya untuk perlindungan, keberpihakan, dan pemberdayaan. Kenyataannya terbalik; justru melindungi, berpihak dan memberdayakan para pencuri dan penjahat lingkungan dan kemanusiaan Papua.

Kalau di zaman Otsus saja sudah begitu; tidak mampu proteksi tanah dan manusia Papua, maka West Papua akan lebih hancur lagi di bawah Inpres Percepatan Pembangunan Papua dan Pemekaran Papua yang diperkuat Omnibus Law yang akan memberi akses luas bagi eksploitasi besar-besaran di atas negeri kaya raya ini.

Baca Juga:  Nasionalisme Papua Tumbuh Subur di Tengah Penjajahan

Segelintir kapitalis birokrat di Tanah Papua, dari Gubernur, Bupati, TNI Polri dan BIN, yang memaksa melanjutkan Otsus Papua tentu hanya bertujuan melanjutkan kejahatan kolonial dan kapitalis. Nurani mereka telah tertutupi nafsu uang, jabatan dan kehormatan dalam kolonial.

Ini naluri binatang; bagaikan seekor anjing hanya menurut pada tuan yang memegang tulang, bukan kebenaran dan cinta. Lagipula sulit meyakinkan lalat bahwa bunga lebih indah dari pada sampah.

Yang punya nurani kemanusiaan dan lingkungan, mari selamatkan manusia dan tanah ini dengan perjuangan kemerdekaan. Itu solusinya. Karena api tidak dapat dipadamkan dengan api; penindasan melahirkan perlawanan!. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Diduga Dana Desa Digunakan Lobi Investasi Migas, Lembaga Adat Moi Dinilai...

0
"Tim lobi investasi migas dibentuk secara sepihak dalam pertemuan itu dan tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat adat di wilayah adat Klabra. Dan permintaan bantuan dana tidak berdasarkan kesepakatan masyarakat dalam musyawarah bersama di setiap kampung. Maka, patut diduga bahwa dana tersebut digunakan untuk melobi pihak perusahaan," tutur Herman Yable.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.