BeritaPemkab Tolikara Bayar Tanah Adat Milik Weya-Yikwa di Kampung Kimibur

Pemkab Tolikara Bayar Tanah Adat Milik Weya-Yikwa di Kampung Kimibur

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Tanah adat seluas 10.390 meter persegi milik keluarga Weya-Yikwa di kampung Kimibur, distrik Karubaga, kabupaten Tolikara, berhasil dibayar tunai pemerintah daerah setelah dilakukan serangkaian proses negosiasi dan legalitas hukum.

Upaya Pemkab melalui Dinas Perumahan dan Pemukiman kabupaten Tolikara melakukan pembebasan tanah adat beralih menjadi tanah milik pemerintah daerah ditandai dengan penyerahan uang ganti rugi, Jumat (18/12/2020) di ruang rapat Setda Tolikara, Igari Karubaga.

Uang ganti rugi tersebut diterima langsung Yonatan Yikwa dan Yagarak Yikwa selaku pemilik hak ulayat. Turut disaksikan Bupati Usman Genongga Wanimbo, Asisten II Setda Yusak Totok Krido, kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Imanuel Gurik serta Pejabat Notaris Akta Tanah Elye Auparay.

Usman mengatakan,  pemerintah daerah menyampaikan apresiasi kepada pemilik hak ulayat suku Weya-Yikwa yang bersedia memberikan tanah adatnya kepada Pemkab Tolikara.

Baca Juga:  Kasus Laka Belum Ditangani, Jalan Trans Wamena-Tiom Kembali Dipalang

“Untuk itu, saya ingatkan kepada Dinas Perumahan dan Pemukiman agar semua yang berkaitan dengan legalitas hukum dan transaksi uang harus dilaksanakan sesuai mekanisme. Jika ada yang belum diurus, harus diselesaikan. Suatu pekerjaan yang dibutuhkan legalitas mesti diselesaikan tuntas, jangan ditunda apalagi ini menyangkut pelepasan tanah adat,” harapnya.

Bupati Tolikara menegaskan hal tersebut mengingat pelepasan tanah adat diperhadapkan dengan proses hukum jika dari awal tidak ditangani serius.

Menurut Imanuel Gurik, pemerintah daerah melalui dinas yang dipimpinnya bersama pemilik hak ulayat telah menyepakati pelepasan tanah adat seluas 10.390 meter persegi dengan nominal Rp1.194.850.000.

“Saya sangat menghormati kepada orang tua pemilik hak ulayat suku Weya-Yikwa karena telah bersedia memberikan lokasi untuk kepentingan umum,” kata Imanuel.

Baca Juga:  Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

Ia menerangkan, harga tanah permeter sebesar Rp115.000 itu sesuai hasil penilaian tim penilai dari Kantor Jasa Penilai publik MBPRU Cabang Jayapura. Menurutnya, ada beberapa lokasi yang telah menjadi aset Pemkab Tolikara dengan proses sama. 

“Harga tanah diberikan sesuai hasil penilaian tim, sehingga kami menyelesaikan semua sesuai mekanisme,” imbuh Gurik.

Elye Auparay menyampaikan terimakasih kepada Pemkab Tolikara dalam hal ini Bupati Usman Genongga Wanimbo yang masih memberikan kepercayaan kepadanya sebagai notaris selaku pejabat yang mengesahkan dan bisa hadir menyaksikan prosesi pembebasan lahan tersebut.

Auparay menjelaskan, hak ulayat adalah hak atas tanah yang dimiliki masyarakat adat yang diakui oleh Undang-undang Pokok Agraria. 

“Pemerintah patut memberikan penghargaan kepada masyarakat pemilik hak ulayat atas peralihan hak atas tanah dengan ganti rugi tanah,” kata Auparay.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Nilai uang menurutnya tidak perlu dipersoalkan sebab tanah ini sakral sebagai pemberian Tuhan. Niat baik pemerintah daerah memang patut diacungi jempol karena sangat menghargai kepemilikan tanah adat. Keluarga besar Weya-Yikwa sebagai pemilik tanah adat telah menyerahkan kepada pemerintah untuk kepentingan umum yakni pembangunan rumah dinas Bupati Tolikara.

“Patut disyukuri bahwa hari ini secara resmi dilakukan peralihan tanah adat oleh masyarakat pemilik ulayat kepada Pemkab Tolikara. Hal ini sangat penting karena masyarakat adat memahami pentingnya pemerintah, sebab tanah adat yang diserahkan adalah untuk kepentingan umum yaitu pelayanan publik dengan akan dibangunnya rumah dinas bupati,” bebernya.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

10 Nakes Mimika Ikuti Konferensi Internasional Neurovaskular

0
“Dengan mengikuti konferensi ini membantu mereka mendapatkan insight terkini mengenai pengetahuan dan teknologi Neurovaskular serta membangun jejaring dengan pakar-pakar di tingkat nasional dan dunia,” katanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.