ArsipPresiden Jokowi Harus Umumkan Gencatan Senjata

Presiden Jokowi Harus Umumkan Gencatan Senjata

Kamis 2015-12-31 10:14:04

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Selain menagih janji untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM Berat di Enarotali Paniai 8 Desember 2014 dan rencana pembangunan pasar permanen Mama-mama Papua di Kota Jayapura serta janji lainnya, Presiden Joko Widodo juga diminta umumkan gencatan senjata.

Ketua Dewan Adat Paniyai, John NR Gobai mengatakan hal itu terkait kunjungan Presiden Jokowi ke Tanah Papua di akhir tahun 2015 agar berbobot, tidak sekadar beragendakan seremonial belaka.

Menurutnya, kunjungan Presiden Jokowi kali ini mesti ada manfaat bagi masyarakat Papua. Salah satunya, kata John, Kepala Negara RI diminta untuk segera menghentikan aksi penembakan antara TNI/Polri dan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPN-PB) yang kerapkali mengorbankan warga sipil di Tanah Papua.

“Presiden Jokowi ke Papua mesti mengumumkan gencatan senjata untuk kedua belah pihak. Ini penting untuk keluar dari krisis di Papua yang belum berakhir hingga kini,” ujar John melalui siaran pers yang diterima redaksi suarapapua.com, Kamis (31/12/2015).

Ia memaparkan pengalaman selama ini Tanah Papua selalu dilumuri darah manusia ciptaan Tuhan. Tetesan darah tercurah akibat tindak kekerasan, termasuk kekerasan negara melalui aparatusnya.

“Kalau kekerasan dibalas dengan kekerasan hanya akan melahirkan dendam, dan dendam akan melahirkan kekerasan. Itu siklus kekerasan yang selama ini terjadi di Tanah Papua,” jelasnya.

Solusinya, usul John, Presiden Jokowi dapat mengambil kebijakan untuk gencatan senjata antara kedua pihak. “Apalagi saat ini Presiden ada di Papua, gencatan senjata harus diumumkan untuk segera dilakukan demi mencegah terus terjadinya pertumpahan darah di Tanah Papua,” tuturnya.

John juga menyatakan, TPN/OPM bukan teroris. Menurutnya, “Mereka masyarakat yang juga punya organ, entah diakui atau tidak, tetapi mereka adalah tentara. Karena itu, perlu dipandang dan ditempatkan sebagai pihak yang perlu diajak bicara.”

Penulis sejumlah buku tentang Masyarakat Adat Papua ini mengatakan, kelompok berseberangan tersebut juga bagian dari warga negara yang sebenarnya tidak perlu dipandang sebagai pengacau tanpa ada pendekatan tertentu. “Stigma teroris adalah cara Indonesia mencari simpati dunia,” John menilai.

Sebagai manusia biasa, harap John, kelompok-kelompok yang dicap sebagai teroris, pengacau dan stigma lain-lain itu seharusnya diajak bicara, bukan langsung dihadapi dengan senjata.

“Buktinya Sutiyoso bisa bicara dengan GT. Nah, yang perlu sekarang dilakukan adalah gencatan senjata,” ujar pengurus Dewan Adat Papua (DAP) ini.

Dari beberapa peristiwa saling tembak selama ini, diduga sebagai aksi saling balas yang justru menambah situasi kian mencekam.

Sebelumnya, Polda Papua menyatakan akan mengejar pelaku penyerangan Polsek Sinak, Kabupaten Puncak, Minggu (27/12/2015). Penyerangan yang terjadi sekitar pukul 20:15 WIT, menewaskan Bripda Rasyid (32), Bribda Armansyah (37), dan Bripda Ilham (37) serta dua lainnya mengalami luka. Beberapa pucuk senjata dikabarkan dirampas kelompok penyerang.

Polda Papua sigap dengan membentuk tim gabungan Polri dan TNI untuk mengejar para pelaku. Namun, menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes (Pol) Patrige Renwarin, Selasa (29/12/2015), timnya belum berhasil dan masih akan bekerja ekstra.

Timsus Polda Papua diperkuat tiga Pleton Brimob masing-masing dari Jayapura, Timika dan Puncak Jaya, kata Renwarin, saat ini sudah ada di Sinak untuk mengejar dan menangkap pelaku hidup atau mati.

Operasi pengejaran tersebut, menurut anggota DPRP, Laurenzus Kadepa, harus terukur agar tidak berimbas kepada masyarakat sipil di Sinak dan sekitarnya.

“Rakyat sipil jangan jadi sasaran ketika kejar pelaku penyerangan Polsek Sinak. Pihak keamanan harus bertindak profesional,” ujar Kadepa.

Sehari setelah penyerangan Polsek Sinak, Lekhaka Telenggen (Leka Telenggen) yang mengaku sebagai pimpinan TPN-PB di wilayah Puncak menyatakan siap bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.

“Saya siap bertanggungjawab dalam peristiwa ini. Saya dan anggota sedang was-was di markas kami untuk mengantisipasi serangan balik,” ujar Telenggen, dilansir tabloidjubi.com, edisi Senin (28/12/2015).

Kabupaten Puncak dan Puncak Jaya kerapkali terjadi penembakan. Nama Lekhaka Telenggen kerap dikaitkan sebagai pelakunya. Misalnya ada kejadian awal Januari 2014, ia dituding menembaki iring-iringan mobil dari Kompi E Yonif 751 Rider yang dipimpin Lettu Inf Alafa di Pintu Angin, Mulia, Puncak Jaya.

Telenggen juga dituding menembak dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak, awal Desember 2014.

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.