ArsipPembangunan di Kabupaten Dogiyai Berjalan di Tempat, Pemerintah Daerah Kemana?

Pembangunan di Kabupaten Dogiyai Berjalan di Tempat, Pemerintah Daerah Kemana?

Sabtu 2014-08-16 16:52:15

Oleh: Mudes Musa Boma*

 

Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua dimekarkan pada tahun 2008. Namun kenyataannya, pembangunan pembangunan secara fisik tidak tampak. Cukup prihatin dan terkejut karena, Pemerintah Daerah Kabupaten Dogiyai (selanjutnya baca: Dogiyai) membuat laporan pertanggungjawaban ke Provinsi Papua bahwa Pemda sudah membangun jalan Trans sekaligus melakukan pengaspalan hingga ke kampung-kampung. Laporan ini, sangat tidak benar. Karena realitasnya tidak demikian adanya.

 

Sebagai putra daerah Dogiyai, saya marah. Saya sangat tidak terima. Dan pesan saya kepada pemerintah provinsi agar mengirim tim ke Dogiyai. Tim pengawas segera turun ke lapangan untuk melihat langsung hasil kerja dari Pemda Dogiyai: apakah semua jalan sudah diaspal dan program pembangunan lain yang diklaimnya itu benar atau tidak.

 

Sebenarnya dari tahun 2008 sampai kini 2014, negara memberikan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setiap tahun di setiap Kabupaten. Juga, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan nilai yang sangat besar. Namun, penggunaan dana-dana itu kurang maksimal. Sehingga boleh dikatakan bahwa pembangunan berjalan di tempat.

 

Sejak era reformasi yang kemudian diikuti pemberlakuan Undang-undang Nomor 21 tahun 2001, bahwa segala sesuatu atau urusan rumah tangga daerah diatur oleh daerah itu sendiri. Setiap daerah diberikan kebebasan penuh oleh pusat melalui anggaran APBN dan APBD daerah, tetapi ternyata dalam penerapannya belum ada pembangunan yang signifikan di Kabupaten Dogiyai. Ini aneh tapi nyata, menurut saya.

 

Fakta yang terjadi, pembanguna dan mutu pendidikan masih jauh dibawa standar, karena di kabupaten Dogiyai terdapat 63 buah Sekolah Dasar (SD), dua buah SMA, satu SMK, lima enam SMP, juga pembangunan di bidang Kesehatan, Ekonomi Kerakyatan dan Infrastrukturnya tidak terjamin dan inilah yang sedang terjadi. Untuk itu, pemerintah daerah harus bias memperbiki aspek-aspek ini. Sebab salah satu tujuan pemekaran kabupaten adalah untuk membangun daerah itu sendiri.

 

Tiadanya fungsi pengawasan dari Bupati dan kepala-kepala dinas terhadap bawahan, ini merupakan suatu permasalahan serius. Maka fungsi pengawasan itu harus ada. Jika terjadi proses pembiaran, berarti yang menjadi korban adalah rakyatnya sendiri. Masyarakat akan dikorbankan dalam segala aspek baik pendidikan, kesehatan, budaya, dan ekonomi kerakyatan.

 

Ini suatu masalah faktual. Pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini Gubernur Lukas Enembe tidak boleh diam. Perlu ada teguran keras kepada pemerinta dalam hal ini Bupati dan pimpinan Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang sementara menjalankan roda pemeritahan Kabupaten Dogiyai.

 

Salah satu contoh, karena tidak ada fungsi pengawasan dari Kepala Dinas Pendidikan Dogiyai, maka guru-guru SD, SMP, dan, SMA tidak aktif mengajar. Yang menjadi korban adalah adik-adik saya yang belajar di bangku sekolah. Ini realita fatal yang bakal menghancurkan sumber daya manusia (SDM) Dogiyai di masa mendatang.

 

Satu hal yang terjadi saat ini adalah guru-gurunya tidak pernah ada di tempat. Mereka selalu saja naik turun Nabire tanpa ada kepentingan yang jelas. Juga sering saya jumpai banyak guru di Nabire maupun di Jayapura, bahkan ke luar Papua dengan meninggalkan tanggungjawabnya sehari-hari di sekolah. Ingat, tugas seorang guru adalah mengajar, membina dan mendidik siswa agar menjadi manusia-manusia Papua yang hebat di kemudian hari.

 

Perlu diingat bersama bahwa yang bisa merubah Dogiyai itu ada ditangan pelajar dan mahasiswa yang sementara kehausan akan ilmu. Di saat sama, tidak pernah memperhatikan mereka dengan baik. Padahal mereka ini generasi penerus masa depan.

 

Dalam hal ini soal bantuan studi ataupun beasiswa tidak pernah diberikan kepada mahasiswa, termasuk saya. Walaupun begitu, kami tetap berjuang karena ini panggilan Tuhan. Saya percaya bahwa setelah sembilan atau sepuluh tahun kemudian, kami inilah yang akan membangun dan menghadirkan warna baru di Dogiyai.

 

Untuk saat ini, pemerintah tidak boleh melihat dengan sebelah mata, tetapi melihat dengan hati dan mata yang terbuka secara penuh. Ini adalah resolusi kami yang sangat penting untuk dibijaki hari ini.

 

Kabupaten Dogiyai, di usianya yang menjelang tujuh tahun, kapabiliti kejiwaan membangun oleh pemerintah teramat memprihantikan. Keprihatinannya terbaca ketika pemerintah sebagai pelaksana pembangunan di segala aspek tidak memiliki rasa kepemilikan.

 

Hal ini dapat dinyatakan melalui kehadiran sejumlah perkantoran di antaranya sebagai berikut: Kantor BKD, Kantor Inspektorat, Kantor PU, Kantor, Bappeda, Kantor Keuangan, Kantor Dinas Pendidikan, Kantor DPRD, Kantor Kependudukan, dan Kantor BPMK.

 

Kondisi sejumlah perkantoran itu tidak rapi, kumuh dan menyingkirkan hak-hak pemilik tanah dan kehidupan rakyat setempat. Juga, banyak instansi yang masih sewa rumah milik warga untuk disulap jadi kantor.

 

Bahkan ada berbagai kompleksitas masalah pun semakin subur di kalangan birokrasi. Seperti dugaan korupsi, manajemen kepemimpinan yang kotor, kesalahan kebijakan dalam menata hidup birokrasi.

 

Kalau untuk jalan modern (jalan beraspal), dari ibu kota Distrik Bomomani sampai kali Mapiha 39 km sudah dibuat. Hanya itu yang ada. Itupun hanya kasar saja, belum diaspal. Pembangunan di lini lain, seperti melengkapi aset kantor, perumahan pegawai, perpustakaan sekolah juga tidak ada perhatian secara serius oleh pemerintah daerah. Lengkaplah, sudah sampai tahun ketujuh sejak dimekarkan, belum ada wajah pembangunan.

 

Dari beberapa fakta itu, kadang disoroti bahwa Pemerintah Kabupaten Dogiyai membangun tanpa ada perencanaan, petunjuk dan arah yang jelas. Maka yang terjadi itu dan itu saja. Tak ada perubahan. Yang mereka bisa bangun adalah beberapa kantor yang sudah disebutkan tadi. Lantas, apakah ini yang disebut kabupaten? Mana pembangunan yang selama ini diklaim telah dikerjakan?

 

Fakta miris bidang kesehatan, di Distrik Bomomani, secara keseluruhan, ada 25 suster perawat dan 2 dokter. Tapi tidak pernah melayani pasien secara baik. Dalam kondisi seperti itu, tugas dan tanggungjawab sebagai seorang Kepala Dinas Kesehatan perlu dipertanyakan? Juga perlu ada pengawasan, khusus di barisan kesehatan demi menyelamatkan pasien karena Tuhan memanggil dan memposisikan setiap petugas medis untuk melayani dan berkarya di situ, bukan hanya tahu terima gaji saja.

 

Tidak ada kepedulian terhadap pasien bisa disebabkan karena tidak adanya akuntabilitas antara pimpinan dan bahwahan, tentunya yang jadi korban adalah masyarakat. Untuk itu, keterbukaan dari pimpinan amat penting. Perlu saling hargai antara pimpinan dan bawahan, dan bawahan tidak merasa kekurangan apapun dalam melayani pasien dengan segenap hati.

 

Masalah kesehatan ini bukan di Bomomani saja. Di ibu kota Kabupaten Dogiyai, Moanemani, Distrik Kamuu dan di distrik lain juga mengalami hal yang sama. Tenaga kesehatan masih sangat kurang. Juga, Kantor Dinas Kesehatan saja sampai saat ini belum dibangun.

 

Belum lagi mahasiswa-mahasiswi asal Dogiyai yang sedang kuliah di keperawatan, kedokteran, kesehatan masyarakat (FKM), tidak diperhatikan dengan baik oleh pihak pemerintah. Pada hal tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dan mesti diberi perhatian khusus.

 

Pertanyaannya, dana khusus bidang kesehatan itu dikemanakan? Semua yang dibutuhkan di bidang kantor dinas kesehatan tidak ada, yang sudah kerja pun upah mereka kurang diperhatikan. Ini nyata.

 

Di bidang pendidikan, hal yang disayangkan adalah lima kepala sekolah dilantik jadi Kepala Distrik. Ini aneh di saat sekolah-sekolah masih sangat membutuhkan tenaga mereka. Lantas, bupati sadar akan hal ini?

 

Saya menilai, ini sangat tidak adil. Karena bila pemerintah berikan jabatan di kantor dinas pendikan berarti itu lewat prosedur karena lima kepala distrik itu latar belakangnya dari guru. Saya yakin, mereka ini hanya lebih memahami sistem pendidikan. Kalau di birokrasi, jelas kurang paham tentang apa itu birokrasi bukan karena mereka tidak bias melainkan latar belakang profesi. Jadi, penempatan mereka tidak tepat sasaran.

 

Dalam pelaksanaannya, saya menduga, kalau sistem pemerintahan ini belum sampai 100%, mungkin bisa dikatakan baru 60%, itu bukan berarti mereka yang sudah dilantik tidak punya capability. Mereka ini mampu melakukan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) di daerah wilayah kerja baru atau tidak? Ini pertanyaan serius.

 

Contohnya, kepala sekolah SD dilantik menjadi kepala Distrik, Sarjana Peternakan (S.Pt) dilantik menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), kepala sekolah SMA dilantik menjadi Kepala Dinas Kependudukan. Ini yang terjadi di Dogiyai. Dan karena itu, pembangunan akan kurang maksimal dilaksanakan selama beberapa tahun kepemimpinan Thomas Tigi-Herman Auwe.

 

Mengapa? Menurut hemat saya, terjadinya kevakuman pembangunan di Kabupaten Dogiyai disebabkan karena:

1. Bupati disitir oleh tim sukses

2. Fungsi controling kurang dari pemerintah terhadap bawahan

3. Kurang transparan Keuangan

4. Tidak mau mendukung program kerja pembangunan

5. Pimpinan mau mempertahankan asumsi pribadinya

6. Tidak ada kepedulian untuk membangun.

 

Bukan rahasia lagi ketika masyarakat memilih kepala daerah, tujuannya adalah pemimpin yang dipilih itu akan memberikan perubahan yang positif dan mampu membangun daerah mereka menjadi lebih baik di semua sektor.

 

Nah, rakyat masih berharap, anggaran yang telah ditetapkan itu betul-betul untuk rakyat, dapat tersalurkan dengan baik dan sampai langsung di tengah rakyat. Itu baru mereka akan merasakannya langsung. Tidak hanya wacana-wacana yang keluar dari bibir, tetapi tidak diikuti dengan tindakan nyata demi masyarakat yang member suara pada saat hari pencoblosan.

 

Saran saya, kalau mau maju seperti daerah-daerah lain yang sudah melangkah jauh baik di sisi pendidikan, pembangunan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan maupun budaya, maka semua stackehorder harus bersatu dan membangun dengan melandaskan hati dan kasih, agar motto Kabupaten Dogiyai, “Dogiyai Dou Ena” dapat terwujud.

 

*Mudes Musa Boma adalah Mahasiswa FISIP Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

0
“Pukul 11. 04 WP pihak keamanan hadirkan pihak DPR PB. Pukul 12. 05 WP, massa aksi kami arahkan untuk menyampaikan orasi politik dari masing-masing organisasi. Akhir dari orasi politik membacakan pernyataan sikap.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.