ArsipPapua Behind Bars: Terdapat 45 Tahanan Politik Pada Agustus-September 2015

Papua Behind Bars: Terdapat 45 Tahanan Politik Pada Agustus-September 2015

Kamis 2015-11-12 07:19:05

LONDON, SUARAPAPUA.com — Papuan Behind Bars, sumber media online tentang Tahanan Politik (Tapol) di Papua Barat, yang berbasis di London, Inggris, melaporkan, pada bulan Agustus-September 2015, terdapat 45 Tapol di berbagai penjara di Tanah Papua.

Menurut situs Papuan Behind Bars, di Timika sendiri, terdapat tiga penembakan yang berbeda terhadap pemuda asli Papua yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia.

 

Pada 28 Agustus, Imanuel Marimau dan Yulianus Okare, yang sama-sama berumur 23 tahun, ditembak mati oleh dua tentara dari Komando Distrik Militer 1710 (Kodim 1710), pada saat ritual tradisional untuk menghormati lelaki lokal yang menerima gelar doctor.

 

Setidaknya lima orang lainnya mengalami luka-luka. Namun pada tanggal 28 September, dua penembakan yang berbeda terjadi.

 

Yang pertama adalah penembakan tiga pemuda oleh Polsek Mimika Baru, yang menyebabkan kematian Kalep Bagau yang berumur 18 tahun, dan melukai dua orang lain.

 

Sementara motif di belakang penembakan tetap tidak jelas, menurut saksi mata penembakan dilaporkan, dilakukan terhadap perusakan rumah.

 

Satu jam setelah kejadian tersebut, Niko Bedes, berumur 21, ditembak dan mengalami luka serius oleh dua tentara setelah sepeda motor yang ia tumpangi menabrak mobil mereka.

Di Jayapura, tiga pemuda diculik dan disiksa oleh petugas polisi Poresta Jayapura karena dugaan pencurian sepeda motor.

 

Sementara kejadian yang berbeda di Intan Jaya, para pelajar disiksa secara brutal oleh aparat keamanan, termasuk Natalis Tabuni, Bupati Intan Jaya dan petugas Brigadir Mobil (Brimob) di bawah perintahnya.

Laporan-laporan kekerasan negara tersebut, menurut Papua Behind Bars, menunjukkan pola meluas dan terus-menerus perlakuan diskrimatif rasial terhadap orang asli Papua.

 

“Kemauan untuk melakukan kekerasan tidak hanya menunjukan rendah standar profesionalisme dan disiplin dalam pasukan keamanan, tetapi juga menunjukkan pemahaman yang lemah atas kewajiban HAM yang dasar.”

 

“Keadaan meningkatan kekerasan dan kebrutalan polisi dan militer meningkatkan ketegangan dan ketidakpercayaan kepada aparat negara yang sudah ada diantara orang asli Papua,” kata Papuan Behind Bars.

Kemudian, terkait penangkapan pelajar di Intan Jaya dan Sorong, yang memprotesi lemahnya sistem pendidikan di Papua menunjukkan bahwa demonstrasi untuk isu-isu non politik juga tidak dibolehkan.

 

“Tidak adanya toleransi terhadap perbedaan pendapat mempertanyakan dukungan Indonesia untuk kebebasan berbicara di Papua,” tulis Papuan Behind Bars.

Sekedar diketahui, Papuans Behind Bars yang diluncurkan pada April 2013, adalah sumber online tentang para tahanan politik di Papua Barat.

 

Tujuan dari situs ini adalah untuk meningkatan kesadaran tentang tapol Papua agar tidak ada yang terlupakan. Banyak dari para tahanan telah mengalami penangkapan sewenang-wenang, kekerasan, pelecehan, penyiksaan, pengadilan yang tidak adil, intimidasi, dan penelantaran.

 

Papuan Behind Bars atau Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakat Hukum dan HAM di Papua.

 

Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

 

Situs ini berusaha untuk menyediakan data yang akurat dan transparan dipublikasikan dalam bahasa Inggris dan Indonesia untuk mendorong debat, kampanye dan perubahan kebijakan guna mendukung peningkatan ruang demokrasi di Papua Barat.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.