ArsipAksi Kotak Sumbangan: Untuk Tapol Dibubarkan, Untuk KPK Dibiarkan?

Aksi Kotak Sumbangan: Untuk Tapol Dibubarkan, Untuk KPK Dibiarkan?

Sabtu 2012-07-21 10:53:30

Hal ini dipertanyakan oleh Kordinator SKPHP, Peneas Lokbere saat mememberikan keterangan kepada wartawan di Kantor KontraS Papua, Padang Bulan, Sabtu (21/7) siang tadi.

Menurut Peneas, aksi galang sumbangan yang dijalankan SKPHP  pada Kamis (19/7) lalu dan Jumat (20/7) kemarin, menggunakan cara yang tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan mahasiswa untuk pembangunan gedung serba guna KPK, apalagi waktu dan hari yang dipakai juga bersamaan.

Matius Murib, Mantan Wakil Ketua Komnas HAM Papua melihat, aksi represif yang dilakukan aparat dalam membubarkan aksi kemanusiaan yang dilakukan SKPHP tidak terlepas dari beberapa rententan peristiwa ancanam, teror, dan kekerasan yang terjadi dua bulan belakangan.
 
“Dalam bulan ini saja, ada kepala kampung di Keerom yang ditembak mati, pendeta Socretez Sofyan Yoman mendapat ancaman dari polisi, pendeta Benny Giay diteror aparat agar tidak melakukan kunjungan ke umat di Timika.

Dan kemudian, tadi malam ada rumah aktivis di Nabire yang di datangi dan dibongkar aparat, juga termasuk beberapa penembakan yang terjadi di Jayapura, ini semua ada kaitannya dengan aksi kemarin,” ujar Murib.

Dengan rentetan peristiwa ini, Murib justru melihat ada skenario pemerintah yang secara terstruktur  bertujuan untuk membungkam demokrasi di tanah Papua, termasuk melarang aktivitas-aktivitas demo yang dilakukan orang Papua.

“Berbagai rentetan peristiwa yang telah saya sebutkan tadi mendukung pernyataan saya, sebab orang Papua yang selalu diteror, diancam, dan diintimidasi,” kata Murib menambahkan.

Murib juga mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang walau mengaku sebagai Negara demokrasi dan hak asasi manusia, namun tidak pernah menerapkannya di tanah Papua.

“Namanya Negara demokrasi, ideologi atau keyakinan apa saja harus diterima, termasuk ideology Papua merdeka sekalipun, karena itu aparat tidak perlu menanggapi secara berlebihan dengan kekerasan,” ujarnya.

Murib justru melihat, berbagai peristiwa di Papua punya hubungan erat dengan sidang Universal Periodical Review (UPR) PBB yang dilaksanan di Genewa, Swiss, pada tanggal 23 Mei 2012, dimana saat itu Indonesia mendapat berbagai rekomendasi soal situasi HAM di tanah Papua yang dipandang sangat buruk.

“Saya melihat pemerintah Indonesia sedang berusaha menutup tekanan internasional terhadap situasi HAM di Papua yang semakin kuat, namun pemerintah juga seharusnya menerima rekomendasi atau masukan dari forum PBB tersebut sebagai koreksi,” tegas Murib.

Murib juga meminta agar aparat kepolisian di Papua dapat bertindak sesuai dengan aturan dan hukum  yang berlaku di Indonesia, bukan justru bertindak semaunya.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.