JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lucky Ireuw, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura mengatakan, pemblokiran jaringan data atau internet yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI pada tanggal 21 Agustus 2019 untuk Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan tindakan melanggar UUD 1945 pasal 28 tentang, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi”.
Berdasarkan UUD 45 kata Lucky, publik berhak memperoleh informasi atau mencari informasi yang benar, termasuk mengakses informasi yang terjadi di Tanah Papua. Ia juga mengaku, pemblokiran ini juga membuat aktivitas masyarakat di Papua menjadi terganggu.
Oleh sebab itu, dirinya sebagai jurnalis di Papua menyatakan bahwa kebijakan pemblokiran oleh Pemerintah ini benar-benar menghambat kerja jurnalis dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik, yakni memantau, mengakses dan menyebarluaskan informasi kepada publik.
“Disisi lain yang menjadi pertanyaan, kenapa Papua selalu dibedakan? mengapa pemerintah kembali menerapkan kebijakan yang seperti membedakan Papua dengan daerah lain, terutama dalam bidang akses informasi bagi masyarakat Papua,” kata lucky kepada suarapapua.com, Jumat (23/8/2019).
Ia lalu mengatakan, jika alasanya untuk menangkal hoax yang beredar adalah tugas aparat dengan unit cyber crime, dengan peralatan yang cangih untuk mencari para pelaku penyebar hoax sesuai aturan yang berlaku. Bukan malah memblokir atau membatasi akses internet di Papua.
“Kami menyarankan segera menyalakan (aktifkan) kembali jaringan internet (data) di tanah Papua,” tukasnya.
Sebelumnya, Kominfo RI melalui siaran pers tanggal 19 Agustus 2019 melakukan throttling atau pelambatan akses bandwidth di Wilayah Papua Barat dan Papua.
Dilanjutkan dengan pemblokiran total (internet) pada 21 Agustus 2019 oleh Kominfo RI untuk Wilayah Papua dan Papua Barat.
Pewarta : Elisa Sekenyap