NABIRE, SUARAPAPUA.com — Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) Timika menggelar pertemuan terkait hak pemilik ulayat di areal PT. Freeport Indonesia. Pertemuan tersebut berlangsung di aula GMKI Jayapura, Jumat (15/11/2019).Â
Direktur LEMASA Timika, Odizeus Beanal mengatakan pemerintah jangan hanya mencintai gunung, tetapi melupakan pemiliknya kami masyarakat adat Papua, khususnya masyarakat hukum adat Amungme dan Kamoro.
“Gunung dan tanah itu kami punya, negara sudah akui dengan UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan UU Otsus Papua,” katanya..
Lebih lanjut, Odizeus Beanal menjelaskan bahwa masyarakat Amungme dan Kamoro pernah sampaikan aspirasi melalui 14 tokoh adat dan agama dari Papua dalam acara silahturahmi kepada presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada (15/8/2017) lalu.
Dalam pertemuan itu, Tim LEMASA Timika juga membedah buku yang berjudul “Di mana dan kapan bicara dengan pemilik tanah areal Freeport” yang ditulis oleh Tim LEMASA Timika.
Selain itu, Legislator Papua, John Gobay mengatakan bahwa sesuai dengan Pasal 138 UU RI No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, pemberian IUP/IUPK bukan merupakan kepemilikan Tanah.
“Pemerintah sebagai pemilik rumah Indonesia, hargailah kami sebagai manusia pemilik tanah dan gunung yang sedang ditambang oleh PT.Freeport Indonesia,” tutur Gobay.
Lebih jelasnya, John NR Gobay menerangkan bahwa sejauh ini pemerintah Indonesia telah telah memiliki mayoritas 51% di PT. Freeport Indonesia.
“Kami bukan ingin mengemis atau meminta belas kasihan dari pemerintah berupa saham, tetapi kapan bicara dengan kami pemilik tanah,” terangnya.
John menilai bahwa selama ini pemerintah Indonesia dan Freeport hanya mencintai gunung dan kekayaan alamnya, serta melupakan hak manusia pemilik tanah serta gunung.
“Kami minta bapak Presiden Republik Indonesia, demi pengakuan dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat pemilik tanah, agar segera gelar sesi khusus tentang hak masyarakat pemilik tanah, yang dihadiri oleh pemerintah Indonesia, Freeport dan masyarakat adat.
Pewarta: Yance AgapaÂ
Editor: Arnold Belau