Kejanggalan Penetapan Status Tersangka Tahanan Politik Papua (bagian 2)

0
1558
Advokat Michael Himan bersama 7 Tapol saat sidang di PN Jakpus.
adv
loading...

Oleh: Michael Himan, S.H., M.H)*

Kejanggalan: Tidak Didahului dengan Proses Penyelidikan  

Tulisan ini merupakan serial telaah hukum tentang proses hukum terhadap Tapol Papua korban rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada Agustus 2019. Bagian pertama dapat anda baca di sini:Penegakan Hukum dan Keadilan bagi Orang Papua Masih di Persimpangan Jalan (Bagian 1)

***

Hukum acara pidana yang lahir sebagai bentuk perwujudan pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 yang bertujuan untuk melindungi siapapun yang berhadapan dengan hukum, termasuk orang papua yang tidak bersalah dari ancaman hukum. Oleh karena itu segala tindakan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum, harus memperhatikan hak asasi manusia yang dilindungi dalam hukum acara pidana. Salah satunya penetapan tersangka dalam proses peradilan pidana.

ads

Berawal dari tanggal 28 Agustus 2019, 6  (enam) aktivis Papua yakni, Charles Kossay, Surya Anta, Ambrosius Mulait, Dano Tabuni,  Isay Wenda, dan Arina Elopere merupakan aktivis Papua yang melakukan penyampaian pendapat di muka umum secara damai sebagai wujud protes terhadap isu rasisme dan diskriminasi yang terus menerus terjadi terhadap orang Papua di depan istana negara, yang hingga kini tidak jelas penegakan hukumnya terhadap pelaku yang membuat keonaran isu Rasisme terhadap orang  Papua.

Awal mulanya penangkapan terhadap ke-enam Tapol Papua ini bermula pada tanggal 30 Agustus 2019 sekitar pukul 19.30 WIB. Diantaranya yakni Charles Kossay dan Dano Tabuni di tangkap di Asrama Lanny Jaya, Depok oleh Aparat Kepolisian Polda Metro Jaya. Penangkapan tersebut tanpa memperlihatkan surat tugas dan hanya membacakan surat penangkapan tanpa memberikan langsung terhadap Charles dan Dano.

Selanjutnya penangkapan terjadi lagi pada tanggal 31 Agustus 2019, sekitar pukul 13.00 WIB pada saat di luar Polda Metro Jaya terjadi aksi demonstrasi Mahasiswa Papua  untuk membebaskan kedua Tapol -Charles dan Dano Tabuni-. Dua orang pengunjuk rasa yakni Issay Wenda  dan Ambrosius Mulait masuk ke dalam Polda Metro Jaya, dan langsung di tangkap tanpa didahului penjelasan, tanpa diberikan surat Perintah penangkapan, masih di tanggal yang sama 31 Agustus 2019, malam sekitar pukul 18.00 WIB  bertempat di depan Alfamart Tebet dekat Asrama Nduga, terjadi penangkapan terhadap Ariana Elopere atas Tuduhan Makar, yang langsung ditunjukkan surat perintah penangkapan. Namun tidak langsung diberikan, hanya ditunjuk saja, sebelum penangkapan Ariana Elokbere aparat Kepolisian “ berbohong” dan melakukan penipuan terhadap Ariana Lokbere dengan berkata “Kami hanya ingin ngobrol tentang Festival Budaya Papua”.

Ketika Ariana hendak meminta ganti baju salah satu anggota Kepolisian melakukan ucapan diskriminasi rasial terhadap Ariana dengan berkata “ kalian itu orang hutan, memang dari sananya gak pakai baju, naik sana ke mobil!”

setelahnya, Ariana Lokbere ditangkap beserta kedua kawannya yakni Norince dan Naliana , lalu secara paksa dimasukkan ke dalam mobil, tanpa diberikan surat perintah penangkapan dan di bawah ke mako Brimob Depok Jawa Barat.

Syarat formil untuk melakukan proses penangkapan ke- enam tapol terdapat dalam pasal 18 KUHAP,

“pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alas an penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat diperiksa”

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Penangkapan para Tahanan Politik Papua tidak sesuai amanah peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012, dengan tidak melakukan pemanggilan secara sah dan patut untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan  Pasal 18 ayat (2) KUHAP;

Bahwa dalam kasus ke -enam Tapol surya Cs  sama sekali tidak dipanggil terlebih dahulu untuk dimintai keterangan dalam pemeriksaan, maka hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 36 Perkap No. 14 tahun 2012 yang mana dalam proses penangkapan terhadap tersangka harus dilakukan pemanggilan dua (2) kali berturut-turut secara patut dan wajar.

Pasal 36 Perkap No 14 Tahun 2012

“Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. adanya bukti permulaan yang cukup; dan
  2. tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.”
  3. Bahwa penangkapan adalah sebagai bentuk upaya paksa yang dilakukan penyidik sebagaima tertuang dalam pasal 7 KUHAP Jo. Pasal 26 Perkap No 14 tahun 2012;
  4. Bahwa dalam proses penangkapan terdapat syarat materiil dan formil yang harus dipatuhi untuk terhindar dari proses kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat penegak hukum;
  5. Bahwa Adapun syarat materil dalam proses penangkapan sebagaimana tertuang dalam pasal 17 KUHAP Jo. Putusan MK nomor 21/PUU/XII/2014, yang menyatakan:

“perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah”

  1. Bahwa dalam proses penangkapan memiliki prosedur yang harus dilakukan oleh penyidik, sebagaimana dalam pasal 37 Perkap Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana:

“Dalam hal melakukan penangkapan, setiap penyidik wajib:

  • memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri;
  • menunjukkan surat perintah penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan;
  • memberitahukan alasan penangkapan dan hak-hak tersangka;
  • menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan; dan
  • ……
  1. Bahwa Prosedur Penangkapan haruslah juga mengacu kepada lampiran SOP Prosedur Penangkapan dalam Perkab nomor 3 tahun 2014 yang harus memiliki syarat administrasi yakni sebagai berikut :

Syarat Formal

Laporan Polisi;
– Surat Perintah Tugas’
– Surat Perintah Penyidikan;
– Surat Perintah Penangkapan;
– Surat Perintah Membawa;
– Surat Perintah Penggeledahan

Syarat Materiil

– Laporan Hasil Penyelidikan;
– Laporan Hasil Gelar Perkara

  1. Apabila dicermati dalam posisi kasus enam Tahanan Politik Papua ditangkap berdasarkan Laporan Polisi pada tanggal 28 Agustus 2019, Pemohon ditangkap berdasarkan Laporan Polisi : LP/3580/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum
  2. Tanggal 28 Agustus 2019, Laporan Polisi No : LP/5381/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum
  3. Tanggal 28 Agustus 2019, dan Laporan Polisi No: LP/5382/VIII/2019/PMJ/Ditreksrimum
  4. Tanggal 29 Agustus 2019 yang di tangani oleh unit keamanan negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya;

Apabila dicermati, Laporan Polisi tersebut diatas  terhadap Para Tahanan Politik Papua  baru dibuat pada tanggal 28 Agustus 2019 dan tanggal 29 Agustus 2019, lantas jika mengacu kepada Perkaba nomor 3 tahun 2014 dalam lampiran SOP Prosedur penangkapan, sangat tidak masuk di akal jika hanya  dalam waktu 2 (dua) hari aparat kepolisian/ dalam hal ini penyidik  dapat melakukan serangkaian proses administrasi menyiapkan surat-surat seperti Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Membawa, Surat Perintah Penggeledahan, Laporan Hasil Penyelidikan dan Laporan Hasil Gelar Perkara yang mana harus dilakukan GELAR Perkara Terlebih dahulu.

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Maka serangkaian Tindakan Aparat Penyidik Polda Metro Jaya yang langsung menangkap Para Tahanan Politik Papua  tanpa dipanggil terlebih dulu sebagai saksi telah melanggar KUHAP, dan tanpa memenuhi syarat formil dan syarat materiil prosedur penangkapan sesuai Parkaba nomor 3 tahun 2014 TIDAK SAH.

Para Tahanan Politik Papua  yang ditangkap, langsung di bawa ke Mako Brimob Depok, dan langsung diperiksa sebagai Tersangka, sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Tersangka yang ditandatangani oleh Para Tapol saat itu  Para tapol ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau pemufakatan akan melakukan kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau menyediakan atau mempermudah kejahatan terhadap keamanan negara/makar, sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 KUHP jo pasal 87 KUHP dan atau 110 KUHP yang isinya sebagai berikut :

Pasal 106 KUHP 

Makar dengan maksud supaya wilayah negara seluruhnya atau sebagian jatuh ke tangan musuh, atau dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 87 KUHP

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.

Pasal 110 KUHP

  1. Permufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.
  2. Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud seperti tersebut dalam pasal 104, 106, 107, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:
  3. berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kejahatan itu atau memberi bantuan pada waktu melakukan kejahatan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;
  4. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan bagi diri sendiri atau orang lain untuk melakukan kejahatan;
  5. memiliki persediaan barang-barang yang dia ketahui berguna untuk melakukan kejahatan;
  6. mempersiapkan atau mempunyai rencana untuk melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk diberitahukan kepada rang lain;
  7. berusaha mencegah, menghalangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan oleh pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan
  8. Barang-barang seperti yang dimaksud dalam butir 3 ayat sebelumnya, dapat dirampas.
  9. Tidak dipidana barangsiapa yang ternyata bermaksud hanya untuk mempersiapkan atau memperlancar perubahanan ketatanegaraan dalam arti umum.
  10. Bila dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

Bahwa dalam setiap proses pidana yang ditentukan dalam KUHAP, penyelidikan merupakan awal dari proses untuk melakukan penyidikan;

Bahwa serangkaian proses penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka sesuai dengan Peraturan Kepala Bareskrim Nomor 3 Tahun 2014 tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana yakni sebagai berikut :

–      Adanya Laporan Polisi;
–      Panggilan untuk memeriksa keterangan Pelapor;
–      Melakukan proses Penyelidikan yang ditandai dengan Laporan Hasil Penyelidikan;
–      Proses pengumpulan alat bukti;
–      Gelar Perkara yang ditandai dengan Laporan Hasil Gelar Perkara;
–      Penetapan sebagai Tersangka.

Baca Juga:  OAP Sibuk Persoalkan Diskriminasi Hak Politik, Misi Eksploitasi SDA Papua Makin Gencar

Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 5 Jo. Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 5 ayat  (1) Jo. Pasal 102 ayat (1) KUHAP Jo. Pasal 11 perkap tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Penyidikan Penyidik/Penyidik pembantu harus didahului oleh penyelidikan oleh penyelidik;

Pasal 1 angka 5 KUHAP

Bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menetukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. 

Pasal 1 angka 2

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pasal 5 ayat (1) KUHAP

Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4:

Karena kewajibannya mempunyai wewenang:

  • Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
  • Mencari keterangan dan barang bukti ;
  • Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
  • Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;

Pasal 102 ayat (1) KUHAP

Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patutdiduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.

Pasal 11 Perkap Nomor 14 Tahun 2012

Kegiatan penyelidikan dilakukan:

  1. sebelum ada Laporan Polisi/Pengaduan; dan
  2. sesudah ada Laporan Polisi/Pengaduan atau dalam rangka penyidikan.

Bahwa Proses Penetapan status Tersangka Para Tahanan Politik Papua  dilakukan tanpa melalui proses penyelidikan, pemanggilan terhadap Pelapor maupun Pemanggilan terhadap saksi-saksi, dan tanpa dilakukannya gelar perkara sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak terpenuhi secara sah, maka proses tersebut menjadi cacat hukum/yuridis sehingga sudah sepatuthnya dihentikan demi Hukum; pada dasarnya proses penetapan Tersangka terhadap seseorang yang disangka melakukan perbuatan tindak pidana wajib menempuh proses yang berlandasarkan asas peradilan yang jujur dan adil (fair trial);

Faktanya, Aparat Kepolisian melakukan Tindakan penangkapan secara sewenang-wenang langsung menetapkan status Tersangka kepada Para Aktivis Tahanan Politik Papua tanpa terlebih dahulu melakukan pemeriksaan sebagai saksi dan tanpa ada upaya menemukan bukti-bukti terlebih dahulu, oleh karenanya Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Penyidik Polda Metro Jaya  seharusnya dinyatakan TIDAK SAH dan bertentangan dengan hukum dan Hak Asasi Manusia  Kegiatan-kegiatan Pokok dalam Penyidikan dapat diklasifikasi, atas : proses penyelidikan, penindakan, dan pemeriksaan. KUHAP menempatkan seorang manusia dalam posisi dan kedudukan yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Dan dalam proses penindakan dalam mempermudah penyelidikan harus memperhatikan hak-hak asasi manusia yang dijadikan salah satu landasan pokok serta menjiwai KUHAP, serta wajib memperhatikan asas “equal before the law” dan asas praduga tak bersalah sehingga hak asasi seseorang tersebut dihormati dan dijunjung tinggi harkat martabatnya. Persoalannya adalah, jika ketentuan-ketentuan di atas dikaitkan dengan bagaimana implementasi perlindungan hak-hak manusia (tersangka) dalam KUHAP

Bersambung…

)* Penulis adalah Criminal Depense Lawyer dan salah satu pengacara 7 Tapol Papua di Jakarta

Artikel sebelumnyaMenakar Pemberian Atribut Adat di Papua dari Sudut Pandang Politik Identitas
Artikel berikutnyaRatusan Masker akan Dibagikan kepada Masyarakat di Sugapa Hari Ini