PAD Belum Bisa Menghidupi Papua

0
2272

Oleh: Dr. Agus Sumule
Peneliti dan dosen di Unipa Manokwari, Papua Barat

Mengapa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penting?

Pendapatan Asli Daerah, yang disingkat PAD, adalah gambaran tentang kinerja ekonomi suatu daerah.  Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka semakin mampu daerah itu untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunannya.  Di dalam konteks Otonomi Khusus Papua. PAD adalah indikator kemajuan pembangunan ekonomi yang diupayakan oleh pemerintah daerah di Tanah Papua – baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan, guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

UU Nomor 21 Tahun 2001 mengatur tentang adanya “… Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.”  Dana ini telah dikucurkan Pemerintah Pusat, sebagai bagian dari Dana Perimbangan bagian Provinsi, Kabupaten/Kota se-Tanah Papua dalam rangka Otonomi Khusus.  Dana ini telah dikucurkan sejak sejak tahun 2002 dan akan berakhir pada tahun 2021.

ads

Diharapkan dengan adanya dana ini, ditambah dengan dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak dan pertambangan gas bumi, dan sumber-sumber pendanaan lainnya, pembangunan ekonomi di Tanah Papua meningkat tajam dibandingkan sebelum pemberlakuan status Otonomi Khusus, sehingga PAD yang diperoleh pun akan terus meningkat secara signifikan.  Itulah alasannya mengapa dana Otsus yang besarnya setara dengan 2% DAU Nasional hanya berlaku selama 20 tahun, dan dana bagi hasil pertambangan migas hanya berlaku selama 25 tahun.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

PAD di Tanah Papua

Tabel di bawah ini merangkum PAD di Tanah Papua, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD terhadap Anggaran Pendapatan Daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, 2018:

No Provinsi/Kabupaten/Kota Pendapatan Daerah

(000 Rp)

Pendapatan Asli Daerah (000 Rp) %
I Papua Barat       7.316.831.455       423.919.542 5,79
Kab./Kota Se Prov. Papua Barat     13.487.015.118       555.387.612 4,12
1 Fakfak       1.242.815.606         64.306.621 5,17
2 Kaimana       1.003.189.158         24.367.296 2,43
3 Teluk Wondama          852.994.831         18.021.200 2,11
4 Teluk Bintuni       1.584.789.786         55.000.000 3,47
5 Manokwari       1.152.646.116         58.658.566 5,09
6 Sorong Selatan          865.635.475         21.159.978 2,44
7 Sorong       1.300.339.145         77.080.149 5,93
8 Raja Ampat       1.150.000.000         58.455.119 5,08
9 Tambrauw       1.010.932.407           2.252.768 0,22
10 Maybrat          869.903.868           2.150.864 0,25
11 Manokwari Selatan          665.281.220           3.475.000 0,52
12 Pegunungan Arfak          782.531.027           4.403.109 0,56
13 Kota Sorong       1.005.956.479       166.056.942 16,51
II Papua     13.548.512.204    1.008.758.235 7,45
  Kab./Kota se Provinsi Papua     37.987.084.806    1.422.618.429 3,75
1 Merauke       2.143.451.779       152.615.000 7,12
2 Jayawijaya       1.549.213.502         82.054.906 5,30
3 Jayapura       1.275.158.513       103.000.000 8,08
4 Nabire       1.264.897.537         28.792.911 2,28
5 Kepulauan Yapen       1.082.750.270         71.404.966 6,59
6 Biak Numfor       1.191.783.840         44.008.843 3,69
7 Paniai       1.151.833.798         18.534.791 1,61
8 Puncak Jaya       1.366.653.707         20.722.162 1,52
9 Mimika       2.843.228.266       278.876.436 9,81
10 Boven Digoel       1.293.373.021         23.297.255 1,80
11 Mappi       1.267.341.419         23.317.176 1,84
12 Asmat       1.582.391.351       152.672.193 9,65
13 Yahukimo       1.634.148.189         24.139.711 1,48
14 Pegunungan Bintang       1.529.153.510         22.332.429 1,46
15 Tolikara       1.520.073.709           3.625.000 0,24
16 Sarmi       1.098.829.334         11.013.732 1,00
17 Keerom       1.050.460.011         24.639.709 2,35
18 Waropen          926.281.434         12.500.000 1,35
19 Supiori          727.081.189         26.333.668 3,62
20 Mamberamo Raya       1.185.358.937           7.000.000 0,59
21 Nduga       1.226.008.755         12.882.874 1,05
22 Lanny Jaya       1.383.859.777         52.925.552 3,82
23 Mamberamo Tengah          999.066.559           1.000.000 0,10
24 Yalimo       1.169.036.919         18.767.723 1,61
25 Puncak       1.347.976.628           8.500.000 0,63
26 Dogiyai          869.664.002           5.261.392 0,60
27 Intan Jaya       1.139.131.622           4.400.000 0,39
28 Deiyai          845.970.104           1.500.000 0,18
29 Kota Jayapura       1.320.925.124       186.500.000 14,12

Sumber: Statistik Keuangan Daerah.  Badan Pusat Statistik.  2018

Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari Tabel di atas:

Pertama, ketergantungan Tanah Papua terhadap transfer pemerintah pusat sangat besar – baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota.  Daerah yang memiliki PAD sebesar 10% atau lebih terhadap total anggaran pendapatannya hanya Kota Sorong dan Kota Jayapura.  Ekonomi di kedua kota ini relatif lebih maju dibandingkan yang lain.  Masalahnya, penduduk di kedua kota ini didominasi oleh non-OAP.  Artinya, manfaat pembangunan ekonomi lebih diperankan dan dirasakan manfaatnya oleh kaum migran.

Kedua, sistem pendistribusian Dana Otsus selama hampir 20 tahun ini masih belum disertai dengan insentif agar pemerintah daerah di Tanah Papua, baik provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mengembangkan kapasitas fiskalnya sendiri.  Tidak usah heran, dari tahun ke tahun, daerah termiskin/tertinggal di Indonesia di antaranya selalu terdapat di Tanah Papua.

Ketiga, di tingkat nasional, kontribusi BUMN kepada APBN cukup signifikan.  Pada tahun 2018 kontribusi tersebut mencapai Rp 257,1 triliun, yang terdiri dari setoran deviden Rp45,1 triliun dan pajak BUMN sebesar Rp 212 triliun.  Jumlah ini setara dengan 13.5% APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894,7 triliun.  Di Provinsi Papua, kontribusi hasil perusahaan milik daerah (BUMD) dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan hanya sebesar Rp 53,58 miliar atau sama dengan 0,4%, sementara di Provinsi Papua Barat hanya sebesar 36,96 miliar atau sama dengan 0,51%.

Keempat, hal ini berarti bahwa Dana Otsus perlu dilanjutkan pasca tahun 2021.   Apabila dihentikan, sebagaimana perintah UU Otsus Papua, maka akan terjadi ketimpangan fiskal yang sangat signifikan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Tanah Papua.  Dan, apabila pemerintah pusat setuju melanjutkan, maka harus diikuti dengan tata kelola pemerintahan yang baik – termasuk tata kelola keuangan pemerintah daerah secara lebih baik.  Tata kelola yang lebih baik itu harus ditunjukkan dengan upaya sungguh-sungguh meningkatkan perekonomian daerah, khususnya perekonomian OAP dan kinerja BUMD.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing
Artikel sebelumnyaPemkab Intan Jaya Disarankan Bantu Alat Kerja untuk Masyarakat
Artikel berikutnyaTambah 74 Kasus Baru, 436 Orang Positif Covid-19 di Papua