Warkop Resistance, Wadah Bagi Anak Muda Papua yang Mau Berusaha

0
135

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mariana Imelda Kabey membuka warung kopi . Di warung kopi yang ia buka tersebut, sering digelar berbagai kegiatan sosial yang dibuat untuk membantu anak muda Papua.

Saat ditemui media Suara Papua di Warung Kopi Resistance pada Kamis, (2 Juli 2020) Mariana Imelda Kabey atau lebih di kenal dengan panggilan kaka butet, sebagai pemilik warkop berbagi cerita tentang ketertarikannya untuk membuka Warkop Resistance.

“Kafe ini buka tepatnya itu tanggal 8 Juni 2018, sudah dua tahun. Sebenarnya ini bukan kafe tapi orang bilang warkop (warung kopi) rasa kafe. Sebelumnya tempat ini saya kasih sewa, satu bulan sebelum piala dunia dan yang sewa sudah tidak lanjutkan. Jadi sa punya anak bilang mama lebih baik kita bikin tempat untuk nonton bareng dan jual kopi saja. Awal dari situ buka sampai sekarang. Padahal tadinya buka hanya karena piala dunia saja, terus nanti tutup lagi kasih sewa tapi karena dari piala dunia orang nonton bareng itu rame jadi lanjut sampai hari ini,” ceritanya.

Hingga saat ini, Butet memunyai delapan karyawan yang membantu menjalankan usaha. Kaka butet juga mengakui bahwa dia menyediakan tempat gratis untuk anak-anak muda yang mau berusaha menjual hasil dagangan mereka masing-masing.

“Kafe ini yang saya punya sendiri. Ada delapan karyawan, tapi saya juga kasih anak-anak muda yang boleh berjualan di sini,” ungkapnya.

ads

Kalau pertama buka itu, lanjut kaka Butet, ada nyoklat, ayam geprek semuanya boleh jualan di sini.

“Saya kasih tempat. Supaya anak-anak muda mau usaha tapi biasa kendala tempat, kalau di sini saya kasih gratis biar mereka juga mau mencoba. Jadi tidak semua usaha punya saya. Saya cuma menyediakan tempat saja. Saya ingin supaya anak-anak muda mau berusaha. Karena biasa soal tempat ini yang paling setengah mati,” ungkapnya.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Sebagai tempat nongkrong, kaka Butet juga menyediakan makan dan minum yang terdapat di warkop resistance bagi para pengunjung.

“Menu utamanya ini ada kopi saja, kemudian ada gorengan seperti sosis, kentang goreng, pisang goreng dan macam-macam lainnya, yang berat cuman nasi goreng saja. Itu juga karena biasa orang duduk sampai malam lapar jadi kita sediakan. Ada juga ayam geprek tapi tergantung juga kalau lagi rame baru kita bikin,” jelasnya.

Butet mengungkapkan, nama kafenya adalah Kafe Resistance. Artinya melawan. Kaka butet mengartikannya sebagai melawan harga dan konsep-konsep yang terlalu mewah dan memberikan harga setiap menu yang sangat terjangkau agar bisa sesuai dengan isi kantong anak muda.

“Kafe ini namanya resistance artinya melawan. Melawan disini itu artinya melawan harga, konsep-konsep yang terlalu mewah makanya kita kasih nama resistance. Jadi kalau di sebelah bikin kopi harga 50 ribu kita disini bikin 15 ribu. Disini saya tetapkan anak-anak tidak boleh jualan lebih dari 30 ribu, jadi mulai dari 10 ribu sampai 30 ribu. Sedangkan di luar sana harga kopi saja sudah 45 ribu,” tuturnya.

Membuka warkop yang tadinya sore hari hingga malam hari, kaka butet mengakui merasa kecewa dengan situasi pandemik saat ini karena usaha yang di jalankan juga jadinya terbatas.

“Jadi kita buka ini sebelum masa pandemik itu dari jam lima sore sampai tamu terakhir, jadi orang terakhir yang ada di sini kalau pulang jam berapa baru kita tutup kafe ini. Biasa jam tiga atau jam empat pagi begitu. Disini tidak pernah sepi, hanya karena covid yang bikin kecewa sekali. Karena saya sasarannya itu anak muda, karyawan-karyawan.”

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua
Kaka Butet, pemilik Warkop Resistance. (Lenny Aninam – SP)

“Kalau di kafe lain kan sudah di tetapkan tutup jam 10 kalau kita tidak kita tutup sampai tamu terakhir. Supaya anak-anak ada wadah. Kemudian saya juga  sediakan musik, wifi semua lengkap. Supaya kalau anak-anak muda yang mau bikin kegiatan tapi tidak ada tempat semua fasilitas ada di sini silahkan di pakai gratis,” katanya.

Tidak hanya sepi pelanggan namun omset yang didapatkan perbulan juga menurun, tidak seperti biasanya saat sebelum pandemik.

“Kalau omset perbulan bisa 20 juta sampai 30 juta, tapi sebelum pandemik. Kalau sekarang jauh sekali. Karena tempat ini kan tidak ada makanan berat, jadi kalau siang orang cari makanan bukan mau ngopi. Sedang ini tempat nongkrong nanti jam lima baru orang masuk kesini untuk santai ngopi. Biasa karyawan-karyawan bank pulang kantor singgah disini. Tapi sekarang kan jam lima harus tutup,” ungkapnya.

Kaka butet juga menceritakan kegiatan sosial yang sudah sering di lakukan. Hingga orang-orang juga mengenal warkop resistence dengan sebutan kafe sosial.

“Saya juga sering bikin kegiatan sosial, kita tidak ada konsep mencari untung besar-besar, kita sering sekali bikin kegiatan sosial, seperti bencana alam atau di pedalaman ada yang perlu buku, baju pokoknya apa saja. Jadi awalnya itu orang bilang kafe sosial juga. Kadang kita anak-anak muda kalau mau bikin kegiatan di hotel itu harus bayar. Tapi kalau disini tidak, silahkan bikin kegiatan, kita cuma tarik dari uang kopi, uang gorengan. Tempat gratis, alat-alat semua boleh pakai gratis.”

“Jadi konsepnya ini sebenarnya cuman saya menyiapkan tempat bukan hanya mencari untung tapi bagaimana anak muda ini punya wadah. Jadi disini dari sekolah minggu pernah bikin kegiatan untuk cari dana, pokoknya kita disini dari mana saja bisa bikin kegiatan disini,” jelasnya.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Pernah mendapatkan penghargaan dari KNPI sebagai anak muda yang menjadi motivasi. Kaka butet banyak melahirkan anak-anak muda yang mempunyai prestasi di bidangnya masing-masing.

“Saya pernah dapat penghargaan dari KNPI tentang anak muda yang menjadi motivasi. Tapi waktu itu sebenarnya saya menolak karena saya sudah tidak muda. Artinya banyak anak muda lain yang harus mendapat itu bukan saya. Tapi mereka melihat saya bisa melahirkan beberapa anak yang sudah top. Bukan hanya barista tapi juga yang group band mereka itu mulai dari sini. Tidak pernah menyanyi di panggung mana pun.

Warkop Resitance. (Lenny Aninam – SP)

“Saya bilang di sini kam punya tempat uji coba karena pengunjung banyak kam bisa belajar panggung disini. Jadi banyak juga musisi-musisi yang lahir disini seperti yang nyanyi lagu-lagu rap, sering juga dong bikin lomba rapper disini,” katanya

Kaka Butet berharap bisa menjadi pemicu bagi anak-anak muda Papua yang mau berusaha dengan bakat mereka

“Jadi saya berharap tempat ini bisa jadi pemicu untuk anak-anak yang mau berusaha. Banyak sekali pengusaha-pengusaha di kota ini coba kalian bantu untuk anak-anak yang mau usaha. Seperti anak asuh saya bantu, kalau ko pu tempat satu ko berusaha sa cuman bantu untuk backup dia khusus untuk kita punya anak-anak Papua supaya dong mau untuk berusaha dan mau bangkit memulai usaha itu pertama bukan soal duit itu berikutnya. Tapi ko punya niat harus besar dulu, saya bisa ini. Sekarangkan konsepnya sudah beda orang dengan gerobak di pinggir jalan saja bisa. Jangan patah semangat, dengan modal kecil saja bisa berusaha nanti akan besar,” harapnya.

Pewarta: Lenny Aninam

Artikel sebelumnyaAbout Special Autonomy, Activists: Ask Papuan people; what do they want?
Artikel berikutnyaPemerintah Kab/Kota di Papua Diminta Berangkatkan Calon Maba ke Tempat Studi