Jualan Kangkung, Jagung dan Pinang, Mama ini Berhasil Sekolahkan Anak-anaknya

0
2301

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Namanya mama Nanda Howay. Aktifitas setiap hari dia adalah menjual pinang. Sudah 23 tahun mama Nanda berjualan di pinggir jalan di Kota Sorong, Papua Barat.

Siang itu Kota Sorong dihajar hujan. Saya ketemu dengan mama Nanda di tempat jual pinangnya yang berada di pinggir jalan.

Saat ini, mama Nanda sudah berusia 50 tahun. Dia juga mempunyai lima orang anak. Mama Nanda bilang kepada saya bahwa meskipun usianya sudah berkepala lima, tetapi tidak bisa melepaskan aktifitas jual pinang.

“Saya sudah 23 tahun menjual pinang di sini,” ungkap mama Nanda kepada saya.

Mama Nda mengatakan dia meski usianya memasuki senja, dia tetap jual pinang. Hasil jualan pinangnya ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah.

ads

Dia bercerita, setelah bangun pagi, bikin sarapan untuk keluarga. Setelah sarapan mama Nanda harus ke pasar untuk beli pinang, sirih dan kapur untuk dijual di pondok pinangnya yang berada di depan toko Elin, samping lampu merah gereja Maranata, kota Sorong.

Mama Nanda memilih untuk berjualan pinang sejak tahun 1997. Saat itu dia menjual sayur kangkung dan jagung bakar setiap sore di samping jalur jalan. Di tempat jualannya yang dulu, kini menjadi tempat untuk turun dan naiknya penumpang mobil. Tepatnya di  Malanu.

Baca Juga:  Kolaborasi PT FI Bersama Keuskupan Timika Tingkatkan SDM Pemuda Kamoro

“Mama ini salah satu penjual pinang paling lama di pinggir jalan ini. Kami ada tiga perempuan. Mama satu di depan toko Thio. Saya dan mama Mina di pinggir jalan sini. Kalo mama-mama yang lain. Mereka penjual baru di sini,” ungkap mama Nanda sambil menata buah pinang kepada suarapapua.com.

Hujan gerimis pun turun membahasahi Malanu. Mama tepat memilih untuk berjualan.

Mama Nanda bercerita tentang awal dia memilih untuk berjualan di pinggir jalan. Pada tahun 1997 dia pinjam uang di KSP (Koperasi Simpan Pinjam) sebesar 50 ribu rupiah. Uang yang ia pinjam dari KSP tersebut kemudian digunakan untuk beli jagung dan kangkung di pasar untuk dijual lagi.

“Pagi ke pasar, lalu jual kangkung. Sore bakar jagung dan jual di pinggir jalan,” ungkap mama Nanda mengingat awal dia memilih untuk berjualan.

Biayai Anak-anak dari Hasil Jualan Pinang

Dalam 13 tahun terakhir, mama Nanda bilang dia mampu membiayai kuliah dan sekolah anak-anak.

Baca Juga:  Koalisi Menyebut Teror Bom di Kantor Jubi Bukan Perkara Sepele

Dia membiayai biaya pendidikan anak-anaknya dari hasil jualan jagung bakar, kangkung dan pinang sejak 1997.

Yang luar biasanya adalah dua anak dari mama Nanda sudah selesaikan kuliah. Dua anak itu dia biayai dengan hasil jualannya.

“Anak laki-laki dan perempuan saya sudah selesai kuliah. Dua anak saat ini masih SMA, dan dua lainnya masih SD. Saya biayai mereka dari jualan kangkung, jagung bakar dan pinang,” ungkap mama Nanda.

Yang laki-laki selesai dari Universitas Victory Sorong di bidang ekonomi. Anaknya yang kedua, selesai kuliah dari kampus yang sama di bidang Pendidikan Bahasa Indonesia.

Anak ketiga dan keempat sedang mengenyam pendidikan di bangku sekolah menegah atas (SMA). Sedangkan, anak kelima dan keenam sedang mengenyam pendidikan di sekolah dasar (SD).

Pada tahun 2010 mama Nanda memutuskan untuk tidak meminjam lagi dari KSP. Selain itu dia juga berhenti untuk jualan kangkung dan jagung bakar.

“Pinjaman di koperasi setiap tahun meningkat. Dari Rp 50.000,00 (Lima puluh ribu rupiah) sampai di tahun 2010 menjadi satu juta rupiah. Sejak 2010 saya tidak jual satu kangkung dan jagung bakar tetapi saya jualan pinang,” teranganya.

Baca Juga:  Suku Moskona akan Miliki Rumah Belajar Bersama Berbasis Budaya

Tetapi, karena mama loyal dan selalu kembalikan uang pinjaman dari KSP, dari awal hanya pinjam 50 ribu, makin ke sini sudah bisa pinjam satu juta, dua juta dan bahkan tiga juta dari koperasi itu.

“Mereka sudah percaya mama jadi. Mama mau pinjam berapa saja. Nanti dong kasi,” katanya.

Saat disinggung tentang Otsus, mama Nanda bilang tidak tahu Otsus itu apa. Sebab dia tidak pernah merasakan manfaat langsung dari Otsus.

“Otsus itu bukan kami. Itu untuk orang-orang kecil. Saya bisa sekolahkan anak-anak karena saya jualan. Jadi saya tidak tahu Otsus,” tegasnya.

Mama Nanada juga bilang, bantuan-bantuan sosial dari pemerintah juga tidak pernah dia dapat. Karena ketua RTnya bukan orang Papua.

“Hidup begini-begini saja. Bantuan sosial di setiap RT. Saya ini tidak dapat. Bagimana saya mau dapat. RTnya bukan masyarakat Papua. Jadi saya heran, Otsus datang untuk semua masyarakat Papua atau datang untuk orang-orang tertentu sampai yang tidak punya hak juga bisa dapat. Cukup sudah. Ostus berakhir. Jangan dilanjutkan,” pungkas mama Nanda mengakhiri cerita kami.

Pewarta: Maria Baru

Editor: Arnold Belau

 

Artikel sebelumnyaVictor Mambor: TPNPB-OPM em ol Fridom Paitman na ino Teroris
Artikel berikutnyaBPS: Persentase Penduduk Miskin Papua Meningkat Gegara Corona