Penetapan 42 Calon DPRP Jalur Otsus Disoroti

0
1136

WAKEITEI, SUARAPAPUA.com — Hasil seleksi akhir 42 nama calon anggota DPRP jalur Otonomi Khusus (Otsus) yang diumumkan Panitia Seleksi (Pansel) tingkat provinsi Papua di Jayapura beberapa waktu lalu menuai sorotan tegas dari berbagai kalangan karena dianggap sepihak tanpa melewati satu tahapan tes sebagaimana ketentuan sebelumnya.

Donatus Mote, salah satu intelektual muda dari Kabupaten Deiyai yang telah lolos 150 besar, menuding penetapan 42 nama calon anggota DPRP jalur Otsus itu ilegal karena secara sepihak Pansel mengumumkan hasilnya tanpa tes presentansi makalah yang dibuat semua peserta seleksi.

“Jika Pansel mau, seharusnya diadakan dulu uji kemampuan dari masing-masing peserta supaya diketahui secara menyeluruh kemampuan dari para calon termasuk hati nuraninya kepada rakyat Papua di masing-masing wilayah adat yang akan dilayaninya setelah terpilih nanti,” tuturnya kepada suarapapua di Wakeitei, Senin (20/7/2020) sore.

Meski lolos dari 454 peserta seleksi, Donatus akhirnya dinyatakan gagal melaju ke tahap akhir yaitu 42 orang calon tetap.

“Saya kecewa dengan hasil seleksi yang dilakukan Pansel Provinsi Papua karena dari 150 besar untuk masuk 42 besar tanpa tes, langsung ditentukan oleh Pansel,” ujarnya.

ads

Bagi Donatus, apapun hasilnya akan diterima dengan lapang dada kalau satu tahapan itu juga dilakukan Pansel.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

“Kalau adakan tes presentasi makalah dan dinyatakan tidak lolos, saya pasti terima. Tetapi ini tidak dilakukan, Pansel justru langsung tetapkan 42 besar. Padahal sesuai petunjuk sebelumnya, DPRP jalur Otsus akan dipilih oleh Pansel melalui seleksi administrasi, tertulis, wawancara dan pembuatan makalah. Seharusnya ini diperjelas supaya tidak mengundang tanda tanya besar di tengah publik.”

Mote membeberkan, seleksi kali ini dipilih dari 454 calon yang berhasil susun makalah, diuji melalui wawancara dan menghasilkan 150 peserta calon. Sebelum penentuan 42 orang, kata dia, semestinya Pansel menggelar test presentasi makalah.

“Dengan tes presentasi makalah mengenai kesiapan secara teknis, analisis karakteristik antara potensi dan masalah, mekanisme penerapan program kerja, petunjuk pelaksanaan dan komitmen dalam draf secara proporsional, sehingga integritasnya dapat teruji benar-benar dan hasilnya bisa dinikmati masyarakat di pelosok Papua.”

Donatus memperkirakan banyak pihak sedang kecewa dengan pengumuman 42 orang calon tetap karena salah satunya tak ada tes presentasi makalah, juga berbagai alasan lainnya.

“Orang yang punya hati nurani untuk rakyatnya pasti banyak, tetapi sangat disayangkan jika hasil yang diumumkan tidak murni alias titipan atau bayaran. Bagaimana mungkin mau melayani rakyatnya, sedangkan jabatan itu dibayar dengan uang? Selama menjabat pasti akan kerja keras untuk kembalikan utang ataupun modal yang dipakai demi loloskan diri. Sangat disayangkan,” urainya.

Baca Juga:  Freeport Setor Rp3,35 Triliun Bagian Daerah atas Keuntungan Bersih 2023

Lulusan dari sebuah universitas terkenal di Kota Surabaya ini bahkan menduga tak murni hasil seleksi 42 calon tetap. “Hasilnya hanya sepihak dan terindikasi nepotisme, politis dan titipan para elit. Silahkan saja lakukan dan teruslah perkosa tanah ini,” ujar Mote.

Tetapi, ia juga berharap, Pansel harus segera mengevaluasi keputusan sebelum terlambat.

“Artinya kalau seleksi tidak beruntun dengan menyeleksi secara terpandang bagi setiap calon yang memiliki kemampuan dan hati nurani rakyat, maka akan menghasilkan kegagalan. Dan inilah awal menuju kegagalan Otsus jilid kedua. Dengan cara yang tidak bermartabat, pasti berujung pada capaian hasil yang nihil,” prediksinya.

Protes terhadap pengumuman hasil seleksi tersebut datang dari Benyamin Gurik, salah tokoh pemuda Papua di Jayapura.

Gurik menilai Pansel tak jujur karena yang ditetapkan dalam 42 nama itu lebih banyak didominasi satu daerah dan tak ada keterwakilan perempuan Papua.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

“Saya tegaskan pengumuman itu tidak benar. Terbukti dalam 42 nama itu semuanya laki-laki, tidak ada keterwakilan perempuan Papua dari lima wilayah adat. Terus, ada 12 nama yang berasal dari satu wilayah adat. Wilayah adat lain sama sekali tidak ada keterwakilan. Ini semua tidak benar,” beber Gurik.

Menurutnya hal itu menyisakan sorotan publik bahwa ada kejanggalan dalam penentuan 42 nama. “Wajar kalau orang soroti karena faktanya seperti begitu.”

Seperti Donatus Mote, Gurik juga mengaku siap menerima apapun keputusan dari Pansel dengan berdasarkan penilaian yang adil dan jujur serta tanpa intervensi dari pihak manapun. Penentunya, tegas dia, bukan oleh Kesbangpol atau lembaga lain di provinsi Papua.

“Ketua dan anggota Pansel Provinsi Papua punya kewenangan mutlak. Jadi, mereka ini harus lebih jujur dalam seluruh rangkaian proses penyeleksian wakil masyarakat adat duduk di kursi DPRP,” ujarnya.

Tetapi karena menurutnya banyak ditemukan kejanggalan dalam proses penyeleksian, Gubernur Papua mesti memastikan sebelum menetapkan 14 nama.

“Wibawa Lukas Enembe selaku Gubernur Papua jangan mau dipermainkan oleh sekelompok orang. Harus klarifikasi dulu penetapan 42 nama itu,” tandas Gurik.

Pewarta: Markus You

Artikel sebelumnyaPencaker di Deiyai Tuntut Kesepakatan Tes CPNS 2018
Artikel berikutnyaVIDEO: Peluncuran Petisi Rakyat Papua Tolak Otsus Jilid II