Makan Papeda Rendam Adalah Budaya Leluhur Masyarakat Imekko

0
1845

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com—- Papeda Rendam (bahan dasar Sagu/Sago) merupakan budaya makan Papeda yang telah didinginkan dengan cara direndam di dalam air dalam sebuah wadah.

Budaya makan Papeda rendam adalah budaya masyarakat adat yang mendiami wilayah Inanwatan, Metemani, Kais, dan Kokoda yang biasa disingkat Imekko, di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.

Budaya makan Papeda rendam sudah menjadi kebudayaan dari leluhur moyang masyarakat adat dari Imekko. Oleh masyarakat adat Imekko, lebih khusus dari suku Iwaro yang hidup di sepanjang hutan Manggrove di kali Katomo, distrik Metemani.

Papeda rendam dipercaya lebih cepat dingin dan kenyang ketimbang makan Papada biasa (panas) atau yang tidak direndam.

Menurut masyarakat setempat, makan Papeda saat panas kurang tahan lapar sehingga lebih memilih Papeda rendam.

ads
Baca Juga:  ULMWP Desak Dewan HAM PBB Membentuk Tim Investigasi HAM Ke Tanah Papua

Hendrik Gue, salah satu anak muda yang lahir di era milenial namun sangat menghargai dan menjunjung tinggi budaya makan Papeda rendam.

Ia mengatakan, lebih suka makan Papeda rendam ketimbang Papeda biasa. Katanya,  hal itu sudah menjadi kebiasaan dari lahir hingga dewasa.

Menurutnya, Papeda rendam lebih praktis, dingin, kenyang dan tahan lama. Praktis muda pegang dengan tangan lalu masukan dalam mulut.

Mama Yakomina Murray menceriterakan, dahulu para leluhur ketika dalam situasi cepat dalam berperang, berburu, berkebun, memancing, menokok Sagu dan lainnya, sehingga salah satu cara tercepat adalah makan Papeda rendam.

Caranya, merendam Papeda di kali atau kolam genangan air dengan pelepah Sagu sehingga Papeda lebih cepat dingin dan bisa makan dengan lebih mudah.

“Moyang dulu pergi perang, berkebun, berburu, memancing, dan menokok Sagu. Mereka mau Papeda cepat dingin supaya bisa dimakan dan kenyang tahan perut. Mereka putar Papeda lalu meletakkan di pelepa Sagu kemudian rendam di air. Setelah itu, mereka bungkus ikan atau bakar daging. Setelah semua masak lalu makan bersama,” jelas mama Yakomina saat dijumpai suarapapua.com belum lama ini.

Baca Juga:  Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku Lakukan Sidak ke Sejumlah SPBU Sorong

“Selain itu, Wilayah Imekko dan lebih khusus dari suku Iwaro merupakan wilayah pesisir yang ditumbuhi hutan Manggrove dan rawa, sehingga hanya pohon Sagu yang tumbuh. Sagu menjadi salah satu sumber makanan pokok warisan leluhur. Jika di tempat dataran rendah atau pegunungan, orang bisa tanam jenis pangan yang lain seperti Keladi, Pisang, Petatas, Singkong dan lainnya.

“Kami di Wilayah Adat Metemani, moyang dan orang tua membesarkan kami dengan Sagu. Papeda rendam, ulat Sagu, ikan dari kali Katomo. Itu semua sumber makanan dari dulu hingga sekarang. Sekarang mengenal beras pun kami tetap makan Papeda rendam. Kami mengajarkan itu kepada anak-anak sejak dalam kandungan dan lahir,” ungkap mama Yakomina.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Cara pengelolaan Papeda rendam, pertama siapkan air dingin dalam loyang, lalu olah Sagu menjadi Papeda. setelah itu digulingkan menjadi bulat dengan stik khusus lalu dituangkan ke dalam loyang yang telah disiapkan dengan air. Setelah itu dibiarkan dalam air sambil menyiapkan ikan, daging atau sayur.

Prosesi makannya juga simple, dimana mengambil Papeda yang sudah direndam menggunakan tangan dan dicampur dengan kuah ikan atau pun daging lalu dimakan.

 

Pewarta: Maria Baru

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaRiko Ayeri, Dua Tahun Mengabdi di Pustu Tabamsere Tanpa Perhatian Pemkab Tambrauw
Artikel berikutnyaPekerja Bersikukuh SDO Normal Kembali, Manajemen: Kita Akan Permudah Lagi