ArtikelKematian Dua Pengacara West Papua Mencurigakan

Kematian Dua Pengacara West Papua Mencurigakan

Tiga Warga Sipil Dibunuh pada Hari Kemerdekaan Indonesia

Oleh: Benny Wenda)*
)* Penulis adalah Ketua ULMWP

Dua orang pengacara terkemuka West Papua secara misterius meninggal pada bulan Agustus 2020, menyusul keberhasilan advokasi mereka untuk tahanan politik Papua (Tujuh Tapol, Buchtar Tabuni Cs).

Tiga warga sipil Papua, dua pria dan satu wanita, yang sedang mencari pecahan emas di dekat tambang Freeport di Timika, juga ditembak mati oleh militer Indonesia pada Hari Kemerdekaan Indonesia (HUT ke-75, 17 Agustus 2020). Ironi pahit tidak hilang pada kami: ketika orang Indonesia merayakan kemerdekaan mereka, kami berduka atas lebih banyak kematian orang Papua.

Dua dari pengacara kami yang paling berharga, Ganius Wenda dan Yuliana Yabansabra, meninggal di bulan yang sama. Mereka meninggal jauh sebelum waktunya. Keduanya melindungi rakyat kami di setiap kesempatan, dan membela tujuh Tapol di Balikpapan, para pemimpin West Papua yang dipenjarakan atas tuduhan palsu menyusul pemberontakan 2019 melawan rasisme. Dengan bantuan advokasi hebat mereka, tujuh orang tersebut dibebaskan setelah kurang dari satu tahun, yang sebelumnya dituntut 17 tahun.

Sebelumnya, Yuliana Yabansabra telah menghadapi ancaman dan intimidasi karena berbicara tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia di West Papua. Setelah muncul dalam konferensi pers Amnesty International pada 5 Juni 2020, dia telah diserang secara online, menerima panggilan telepon yang mengancam dan juga ia diserang secara fisik pada 8 Juni oleh penyerang tak dikenal. Sebulan kemudian dia meninggal.

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Ganius Wenda adalah salah satu anggota komunitas hukum West Papua yang paling terkenal. Keberhasilan keterlibatannya dalam kasus tujuh Tapol Balikpapan menandai dia sebagai musuh negara Indonesia karena menunjukkan pelanggaran hak asasi manusia ilegal di Indonesia. Dia mulai menerima SMS dan panggilan telepon yang mengancam. Dia sekarang sudah meninggal.

Teman dan keluarga mereka semuanya melaporkan bahwa kedua pengacara itu bugar, muda dan sehat (mati misterius). Untuk orang-orang muda seperti itu meninggal pada usia yang sangat muda secara berturut-turut menimbulkan kecurigaan yang serius.

Ganius Wenda dan Yuliana Yabansabra meninggal dalam perjuangan untuk menunjukkan bahwa Papua Lives Matter. Kami akan mengingat mereka.

Ini adalah bulan dimana rakyat kami merayakan kembalinya tujuh Tapol dari Kalimantan Timur, dimana polisi Indonesia telah menculik dan menahan mereka selama hampir setahun. Saat kami menyambut kembalinya mereka, kami menderita kerugian besar lainnya.

Untuk menambah penderitaan kami, militer Indonesia telah menembak mati tiga warga sipil West Papua di dekat tambang emas dan tembaga PT Freeport di Timika. Pada 17 Agustus, Hari Kemerdekaan Indonesia, Uter Newegalen (20), Demu Kiwak (30) dan Demeriana Wamang (24) mencari emas ampas dalam tailing besar dari Freeport, upaya untuk merebut kembali sisa sumber daya yang ada telah dilucuti dari kami oleh perusahaan dan pemerintah Indonesia. Orang Papua dipaksa melakukan penambangan aluvial sebagai akibat dari perpindahan, diskriminasi dan marginalisasi yang kita hadapi di bawah penjajahan Indonesia. Salah satu anggota West Papua Army, Hengki Wamang, juga tewas sehari sebelumnya.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Tidak hanya kami dipaksa melakukan pekerjaan seperti itu, tetapi kami beresiko ditembak mati karena melakukannya. Inilah yang sebenarnya terjadi bulan ini. Militer Indonesia sangat terlatih dan dipersenjatai dengan baik. Prajuritnya tahu perbedaan antara anggota West Papua Army dan warga sipil tak bersenjata. Ini adalah pembunuhan berdarah dingin, seperti pembunuhan ayah dan anak di Nduga bulan lalu. Juga Uter Newegalen, Demu Kiwak, Demeriana Wamang.

Freeport McMoRan bertanggungjawab langsung atas kematian tersebut. Pencurian sumber daya alam kami oleh perusahaan, yang difasilitasi oleh senjata dan sepatu bot militer dan polisi Indonesia, adalah akar penyebab pembunuhan tak berujung di sekitar tambang ini. Kami menuntut perusahaan segera menghentikan semua operasi di West Papua sampai bisa berurusan dengan pemerintah Papua yang merdeka.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Peristiwa bulan ini lebih merupakan bukti upaya negara Indonesia untuk secara sistematis menghilangkan semua oposisi terhadap penjajahannya di West Papua, dan pada akhirnya menghancurkan rakyat dan cara hidup kita. Karena Indonesia terus meningkatkan kehadiran militernya di West Papua yang diduduki, pembunuhan ini hanya akan meningkat.

United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyerukan penarikan segera semua personel militer Indonesia di West Papua, dan referendum kemerdekaan segera. Kita akhirnya harus menyerahkan nasib rakyat West Papua di tangan rakyat West Papua.

Kepada rakyat saya, Anda harus tetap positif, bersatu dalam satu semangat. Pengalaman kami tentang rasisme dan diskriminasi telah menunjukkan kepada kami perlunya persatuan. Kami tahu negara Indonesia sedang bekerja keras untuk menghancurkan persatuan kami.

Dibawah ULMWP, kami kuat menghadapi rasisme dan operasi militer. Kesatuan adalah kuncinya. Tidak ada pilihan lain: bersatu, kita bisa mengalahkan musuh bersama kita, negara kolonial Indonesia. (*)

25 Agustus 2020

Sumber: ulmwp.org

Terkini

Populer Minggu Ini:

DKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP

0
“Aksi ini untuk mendukung sidang DKPP atas pengaduan Gerats Nepsan selaku peserta seleksi anggota KPU Yahukimo yang haknya dirugikan oleh Timsel pada tahun 2023. Dari semua tahapan pemilihan komisioner KPU hingga kinerjanya kami menilai tidak netral, sehingga kami yang peduli dengan demokrasi melakukan aksi di sini. Kami berharap ada putusan yang adil agar Pilkada besok diselenggarakan oleh komisioner yang netral,” kata Senat Worone Busub, koordinator lapangan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.