BPS: Sensus Penduduk 2020 Bukan Petisi Tandingan Penolakan Otsus Jilid II

0
1300
Dokumen Sensus Penduduk 2020 yang disita warga Nduga di Keneyam. (Supplied for SP)
adv
loading...

WAMENA, SUARAPAPUA.com— Kepalah Badan Statistik (BPS) Kabupaten Jayawijaya, Jianto, mengatakan Sensus Penduduk tahun 2020 merupakan agenda setiap 10 tahun sekali yang di selenggarakan di setiap negara, bukan hanya di Indonesia. Karena sensus penduduk merupakan agenda Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk melihat jumlah populasi penduduk di belahan dunia, termasuk Indonesia.

“Jadi kegiatan sensus ini dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia, juga penduduk di luar negeri, dan kegiatan sensus tidak ada kaitannya dengan politik,” kata Jianto Kepala BPS Jayawijaya yang menangani Kabupaten Yalimo, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah dan Kabupaten Nduga kepada suarapapua.com ketika ditemui di ruang kerjanya di Wamena, Kamis (17/9/2020).

Sensus penduduk merupakan rekomdasi PBB, sehingga Presiden Republik Indonesia perintahkan untuk segerah dilakukan pendataan, sehingga dilaksanakan sejak tanggal 1 – 30 September 2020.

“Kegiatan kami ini murni pendataan penduduk dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan apapun kepentingan. Seperti yang dikatakan, sensus merupakan petisi tandingan penolakan Otsus jilid II. Sehingga, pihaknya berharap kepada masyarakat tidak terprovokasi dengan informasi yang tidak benar yang beredar di media sosial.”

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

“Kami BPS yang bertugas sebagai memotret keadaan di lapangan dan melihat keadaan masyarakat yang sebenarnya, kehidupannya bagaimana. Jadi kami bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan yang lainnya.Untuk itu kami berharap dan mengajak untuk saling membantu kepada kami dalam hal mendata  informasi-informasi yang benar. Sehingga apapun itu kebijakan pemerintah kedepan itu sesuai dengan data di lapangan,” ujarnya.

ads

Ia mengakui, pihaknya mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan pendataan di wilayah perkotaan maupun di wilayah pinggiran, sehingga pihaknya merekrut tenaga mitra kerja BPS Kabupaten Jayawijaya dari aparat kampung dari 40 kampung di Kabupaten Jayawijaya. Begitupun di Kabupaten Nduga, ada mitra yang direkrut.

Terkait penyitaan dokumen petugas sensus penduduk di Nduga katanya, dirinya masih mencari kebenaran informasi penyitaan tersebut. Tetapi laporan yang masuk di BPS katanya, petugas di Nduga didatangi aktivis atau masyarakat setempat di malam hari.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

“Sementara saya sampaikan untuk menyampaikan laporan tersebut ke pak Sekda Nduga, karena bupati belum ada di tempat. Untuk informasi perampasan atau lainnya saya belum tahu, karena saya belum dapat laporan resmi secara tertulis,” jelasnya.

Ia menambahkan, tahapan sebelumnya dalam penyelenggaraan pendataan penduduk ini, pihaknya melakukan sensus penduduk secara online yang  dimulai pada Februari sampai Mei 2020. Tahapan kedua merupakan sensus penduduk manual yang turun langsung ke warga masyarakat yang awalnya direncanakan Juli 2020, namun karena Covid-19 ditunda hingga September 2020 ini.

Sebelumnya, pada tanggal 15 September 2020, sejumlah warga di Keneyam Nduga menyita dokumen petugas Sensus Penduduk 2020 dengan alasan pemerintah pusat belum ada perhatian kepada warga korban konflik Nduga sejak Desember 2018 hingga 2020.

“Kami orang Nduga tolak Otsus pada aksi 27 Juli 2020 lalu di Keneyam. Ini karena adanya korban tembak mati atas nama Elias Karunggu dan Selu Karunggu oleh aparat TNI/Polri, termasuk operasi militer selama ini di Nduga, baru sekarang secara tiba-tiba datang untuk Sensus Penduduk. Pemerintah pusat dan daerah tidak pernah dengar suara rakyat, lalu sekarang datang mau sensus, jadi kami sita dan tolak,” tegas seorang warga yang tidak mau menyebutkan namanya kepada suarapapua.com dari Keneyam, Nduga, Selasa (15/9/2020).

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Serupa disampaikan Renes, salah satu warga Nduga di Keneyam. Katanya, Nduga merupakan daerah konflik dan daerah operasi militer. Namun pemerintah pusat tidak pernah hargai hak asasi manusia warga Nduga, tidak pernah pula menarik pasukan militer, namun mengirim petugas untuk mengambil data penduduk.

“Kami di Nduga telah banyak korban, sedangkan pemerintah tidak pernah perhatikan kami, sehingga jangan manfaatkan momen untuk melakukan pengambilan data seperti ini. Pokoknya pengambil data apapun kami tolak,” tegas Renes dari Keneyam melalui sambungan telepon.

 

Pewarta: Onoy Lokobal

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaMinistry of Finance Officer, Mulait: The Way They See Us Is Still Racist
Artikel berikutnyaPengungsi Nduga di Muliama, Jayawijaya Gelar Syukuran Satu Tahun Perlindungan Tuhan