KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Moi di kabupaten Sorong, provinsi Papua Barat, diingatkan jangan membuka peluang besar bagi investor di tanah adat Moi.
Penegasan ini dikemukakan Maklon Bisi, salah satu anak muda Moi dari suku Moi Kelim, menanggapi makin maraknya penguasaan tanah adat oleh perusahaan besar.
Bisi berpendapat, ketika investor diberi peluang untuk berinvestasi di kawasan hutan adat Moi, tidak hanya kemungkinan konflik horizontal, dampak lain yang lebih besar di kemudian hari adalah kerusakan alam, hutan, air, hutan dan sebagainya yang berujung pada eksistensi ekosistem dan kehidupan masyarakat adat.
“Masyarakat adat Moi jangan buka peluang besar kepada investor. Kalau kita berikan ruang yang bebas, masyarakat adat berada di ambang kehancuran. Konflik antar marga. Eksistensi ekosistem alam seperti air, hewan, pohon, sagu, kayu, dan lainnya hancur dan hilang akibat aktivitas perusahaan,” ujarnya saat dijumpai suarapapua.com, Senin (21/12/2020).
Sementara itu, Eliezer Nelson Homer dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) kabupaten Sorong, mengatakan, masyarakat adat wajib mendapat manfaat dari setiap perusahaan yang masuk beroperasi.
Untuk itu, ia berharap, pemilik ulayat selaku masyarakat adat mempunyai saham di setiap perusahaan agar ada hak selama perusahaan beroperasi.
“Daerah yang perusahaan belum masuk, masyarakat adat harus bisa berjuang supaya mempunyai saham agar nantinya masyarakat adat juga dilibatkan oleh perusahaan dalam proses yang strategis. Masyarakat adat punya hak diberikan selama perusahaan beroperasi. Ini sangat penting,” tuturnya.
Homer minta hal ini perlu diperhatikan agar pengalaman sebelum di daerah tidak terulang dan merugikan pemilik ulayat.
“Selama ini perusahaan datang bayar satu kali. Setelah itu masyarakat tidak punya hak lagi. Ini perlu diperbaiki dan harap menjadi perhatian setiap pemerintah daerah,” kata Homer.
Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You