Otsus Papua Gagal, Indonesia dan Pendukungnya di Luar Negeri Harus Bertanggungjawab (bagian I)

0
1649

Oleh: Amatus Akouboo Douw
Penulis adalah Badan Diplomatic TPNPB-OPM

Pemerintah Internasional dan para negara superpower salah tafsir memilih mendukung pelaksaan kebijakan Otsus adalah kesalahan fatal dalam sejarah, karena kenyataannya memperpanjang kolonialisme global di wilayah Papua Barat.

Akibat dari berbagai dukungan luar negeri berupa politik, keuangan, dan militer oleh Badan multilateral seperti UNI EROPA, Amerika Serikat, Inggris, Australia, China, Francis, Russia dan lebih dari 15 negara Eropa, Indonesia membantai Rakyat Papua Barat dalam dua dekade terakhir ini. Rupanya mereka sengaja paksakan agar rakyat minoritas Papua ini menderita dalam aturan praktek kolonialisme modern Indonesia.

Mereka tutup mata meresponi aspirasi Rakyat Papua Barat yang sesungguhnya meminta pelurusan sejarah dan pengembalian hak kedaulatan melalui Kongres II Tahun 2000. Komunitas internasional juga tidak meresponi serius terhadap upaya mantan presiden Indonesia Gusdur dalam mencari jalan penyelesaian sengketa politik waktu itu.

Pengakuan mulai dengan simbol-simbol budaya Papua Barat, nama Irian Jaya dirubah menjadi Papua hingga simbol nasional Bangsa Papua Barat yakni Bendera Bintang Kejora diizinkan untuk berkibar. Mereka tidak menggunakan peluang era reformasi Indonesia itu melainkan berdiri di belakang Indonesia memaksakan Otsus.

ads

Oleh karena itu, Rakyat Papua Barat telah menganggap negara-negara yang mendukung Indonesia adalah penjajah setara dengan Indonesia di mata hukum dan keadilan, bersama dengan Indonesia sudah memusnahkan rakyat Papua Barat.

Mereka adalah penghambat pemenuhan kewajiban hukum dan demokrasi. Rakyat Papua mengutuk keras para pendukung dan pendonor Otsus itu karena rakyat Papua sendiri merasakan dampak pahit disetiap sendi kehidupan setiap hari di bawah moncong senjata penguasa, sumber-sumber kehidupan rakyat telah dihancurkan dan harapan hidup sebuah bangsa yang terjajah hilang.

Salah satu kegagalan pihak luar negeri adalah salah menginterpretasikan kebijakan pembangunan global yang lahir tahun 2000 “ Milenium Development Goals (MDGs)” kedalam peraktek UU Otsus. Makanya banyak negara memberi dukungan mewujudkan program MDGs itu dengan dalil memperdayakan pembangunan sosial ekonomi Rakyat Papua Barat. Itulah Manufer Politik Indonesia berhasil memenangkan dukungan dunia akibatnya Negara-negara itu tuli dan buta mendengarkan dan melihat kasus operasi militer dan pelanggaran HAM Berat di Papua, mereka hanya meresponse kondisi kehidupan pembanguna sosial ekonomi semata.

Sebetulnya, mereka mengabaikan kondisi real ketika Pemerintahan Otoriter Suharto di patahkan dimana Timor Timur menjadi daerah konflik bersenjata di mata dunia saat itu, begitupula menyusul perang bersenjata TPN-OPM (Papua) vs TNI, serta GAM (ACEH) vs TNI. Timor Timur memenangkan perjuangannya melalui dukungan luar negeri, giliran Rakyat Papua meminta dukungan luar negeri justru di gadai melalui program MDGs sehingga Bank Dunia dan UNDP berperan aktif mempromosikan MDGs itu lewat kerangka kerja Otsus.

Rakyat Papua sudah sadar, Indonesia dan negara-negara pendukungnya jangan lagi menggunakan agenda pembangunan berkelanjutan “Sustainable Development Goals (SDGs) memaksakan Rakyat Papua Barat menerima Otsus Jilid II ataupun kebijakan lainnya, enough is enough.

Agenda SDGs adalah agenda pembangunan berkelanjutan global penganti MDGs berjalan sejak 2015, semua negara mendukung program ini termasuk Indonesia. Badan pembanguna PBB di Jakarta, UNDP, Bank Dunia bersama Indonesia kerja sama mengatur pelaksanaannya, kemungkinan Indonesia membungkus program global ini dalam tawaran Otsus Jilid II sama halnya seperti MDGs dibungkus dalam Otsus.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Walaupun program pembangunan ini bertema : “No One Behind” Tak seorangpun dibelakang”dan lebih rinci dalam aturannya, karena ada pembanguna HAM dan menjaga Perdamaian dan Kemanan namun sebagus apapun, rakyat Papua Barat tidak percaya karena Indonesia dan Badan Pembangunan PBB sedang rancang barang racun meracuni Orang Asli Papua Barat.

UNDP dan Bank Dunia jangan jadi biang dibelakang penderitaan rakyat Papua Barat sudah cukup membantu Indonesia di Era Otsus khususnya yang berhubungan dengan wilayah konflik di Papua Barat. Sangat tidak etis ketika wilayah Papua Barat sedang dalam konflik bersenjata dan konflik rasisme mau membantu Indonesia mewujudkan SDGs dalam aturan Otsus Jilid II itu.

Lembaga pembanguna dunia harus kredibel dan realistic serta berani menjadi pembelah kebenaran dan keadilan dalam mewujudkan program pembangunan global, sudah lima tahun berjalan sejauh mana Badan PBB mengawasi pelaksanaan di Indonesia terutama berhubungan dengan Point pembangunan HAM dan Perdamaian Keamanan berkelanjutan.

Banyak Rakyat Papua Barat melarikan diri keluar negeri, meminta swaka politik karena kegagalan Otsus sejak dini semakin nyata. Kami, 43 aktivis mencari swaka politik ke Australia di awal Tahun 2006 adalah sebagian besar target kolonial Indonesia, karena kami terlibat bersama ribuan rakyat Papua mengembalikan Otsus kepada Indonesia Tanggal 15 Agustus 2005 di Jayapura. Masih banyak aktivis Papua yang keluar negeri mencari status swaka politik sejak Otsus berlaku, alasannya Otsus mati, sehingga meminta negara-negara untuk mencari solusi politik. Kami yang datang di luar negeri adalah berlatarbelakang aktivis, mahasiswa, yang adalah pemimpin-pemimpin rakyat Papua Barat.

Karena itu, Indonesia dan negara-negara pendukung Otsus harus mendengarkan suara penolakan, jangan tutup mata dan telinga karena Rakyat Papua Barat yang ada di luar negeri, mulai tahun ini akan melakukan perlawan se Jagat Raya melawan program lanjutan Jakarta.

Kami tidak akan diam ketika rakyat kami di tanah air mulai melakukan perlawan semesta, tahun ini adalah tahun mulainya kebangkitan perlawan dasyat, kami berpikir siapapun yang mendukung Otsus adalah musuh rakyat Papua Barat, mereka adalah pemusnah, pembunuh, dan pendukung sistematik genosida.

Rakyat Papua meminta pendukung Otsus yakni PBB, UNI EROPA, UNDP, Bank Dunia, para negara pendukung dan pendonor harus terbuka mengumumkan bahwa Otsus telah gagal dan memakan nyawa manusia dan meminta maaf kepada rakyat Papua Barat atas kegagalan itu dengan cara mencari solusi atas pengakuan hak penentuan sendiri.

Rakyat akar rumput dunia sudah katakan Otsus gagal dan Otsus bukan solusi penyelesaikan masalah melainkan Otsus menjadi senjata pemusnah lewat praktek kebijakan politik Jakarta demi nama perpanjangan penjajahan dan dominasi asing terhadap rakyat minoritas Orang Asli Papua Barat.

Di atas penderitaan rakyat, sebagian komunitas dunia menyaksikan pemerintahan internasional dan negara-negara pendukung secara konsisten memberikan dukungan politik, keamanan, dan keuangan. Salah satu dukungan mereka yang paling ketidakmanusiaan adalah dukungan asing dalam peralatan militer membantai rakyat minoritas yang tak berdaya.

Kalian telah membantu Indonesia menutup pintu keadilan rakyat asli Papua mencapai hak kebebasannya, hak kebebasan yang dijamin berdasarkan piagam PBB telah kalian matikan akibatnya rakyat pemilik hak kebebasannya mati di moncong senjata tentara kolonial Indonesia.

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Rakyat dunia yang sadar mencintai kebenaran, perdamaian dan keadilan telah bersuara, memprotes militerisme Indonesia di Papua Barat, memprotes kegagalan dunia dalam meresponi situasi krisis kemanusiaan akibat perang bersenjata antara TPNPB dan TNI seperti lebih dari 45.000 warga pengungsi di Ndugama, dalam definisi hukum humaniter internasional mereka di kategorikan sebagai internally displaced people yang layaknya mendapatkan perlindungan hukum humaniter oleh pemerintahan dunia dan PBB.

Anggaran militer Indonesia yang bersumber dari bantuan dana luar negeri dan pinjaman luar negeri telah memberikan efek buruk karena penyalahgunaan operasi keuangan, dana-dana terbagi di setiap sektor Lembaga pertahanan keamanan dan milisi sipil yang ditugaskan oleh negara Indonesia untuk membantai Rakyat Papua Barat.

Sebagian besar di konsenterasikan dalam pembiayaan operasi militer di Papua, sebagian di kucurkan untuk memata-matai para warga asing di Indonesia yang mendukung perjuangan, bahkan membunuh nyawa para warga asing terutama Jurnalis, Peneliti, seperti Peneliti berkebangsaan Jerman yang mati di pantai base G, Jayapura dan masih banyak kasus yang tersembuyi. Begitu pula dana-dana itu membiayai operasi Kopasus menculik Theis Eluway, ketua Presidium PDP 2002 dan masih banyak nyawa rakyat tak bersalah dibantai dan mati.

Dukungan finansial asing selama 20 Tahun adalah Uang Darah, atau Blood Money. Pendonor asing memberi bantuan keamanan baik lewat Otsus maupun program pertahanan keamanan negara ataupun sumbernya dari dana anti-terrorist global itu sangat terbukti menciderai dan melanggar pemeliharaan keamanan dan perdamaian dunia.

Kalian telah memberdayakan kemampuan pertahanan Indonesia, memberdayakan milisi organ militer sipil sayap kiri milik negara Indonesia. Kami melihat Program unit anti-terrorist global itu adalah pasport resmi Indonesia memberdayakan kekuatan yang tersembunyi yakni kekuatan milisi-milisi radikal dan terorist yang di sembunyikan oleh negara Indonesia.
Aksi-aksi terorists dari milisi sipil yang dipelihara oleh negara Indonesia justru menggalang dukungan dari luar negeri, Indonesia menipu pendonor asing kerja sama memberantas terorisme, tetapi kenyataannya jaringan terorist dibiarkan oleh Negara dan mendapatkan perlindungan hukum oleh Negara.

Jadi kalian para negara-negara kapitalis asing pendonor dana dapat tertipu, karena nyatanya Indonesia membacking negara-negara ISIS yang adalah musuh global kaum kapitalis dan penjajah. Bagi Rakyat Papua Barat tidak mendapatkan keuntungan dari program keamanan global ini, justru terbalik, tidak beruntung maka melukai hari rakyat Papua.

Pasukan Anti terroris Global bertugas di Papua membunuh para pejuang kebebasan, Jendral Kelik Kwalik 2010 di tembak di Timika dalam keadaan tidak Perang, dan pasukan-pasukan itu justru melakukan aksi-aksi teror terhadap Rakyat Papua Barat hampir setiap hari.

Program anti-terorist global ini menguntungkan Indonesia, merugikan Papua Barat, membiarkan Indonesia terus menjadi negara terorist terkemuka di bumi ini bukan di negara-negara Timor Tengah lagi. Kalian telah mengabaikan kewajiban internasional melindungi warga minoritas dari ancaman terorisme dunia, maka kami dengan tegaskan katakan “DUNIA DAN PBB GAGAL TOTAL MENJAMIN KEAMANAN DARI ANCAMAN TERORIST DI PAPUA BARAT DI ERA OTSUS”.

Terorist sudah akan telah bertumbuh di wilayah Indo-pasifik, Indonesia tanamkan terorist di Papua Barat mengganggu keamanan regional pasifik, Australia dan New Zealand. Kami Rakyat Papua Barat adalah bagian dari pemilik wilayah pasifik ini, Papua Barat adalah pagar bagi kemanan di Kawasan Pasifik Oceania, kami punya tanggungjawab moral terhadap program pemberantasan terorisme dunia tapi pagar sudah dibongkar oleh musuh yakni Indonesia menggunakan instrumen kebijakan negara yakni, “20 Tahun Otsus”.

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Rakyat Papua Barat menjadi penonton diatas tanah airnya sementara lewat aturan Otsus, Australia, New Zealand, Amerika, dan Inggris, mendanai pelatihan militer dan polisi dengan dalil memberantas terorisme di kawasan sasarannya Indonesia dan Papua Barat.

Kami protes kenapa program keamanan global ini diperebutkan demi kepentingan geopolitik di wilayah Indo-pasifik melainkan bukan untuk keamanan regional bagi orang-orang pasifik asli dan negara negara kepulaun pasifik. Organisasi pemerintahan regional seperti “Forum Kepulauan Pasifik” juga masih lemah memproteksi rakyat pasifik di Papua Barat, tidak tegas, dan membiarkan binatang buas (Indonesia) di dalam kandang merusak pagar kehidupan orang-orang pasifik.
Masa depan anak cucu orang-orang pasifik dijual oleh pemimpin pasifik sendiri saat ini jika tidak ambil tindakan nyata atas nama otoritas regional FKP. FKP harus berani katakan kepada Indonesia bahwa Otsus gagal dan tawarkan solusi penyelesaian menggunakan mekanisme PBB, perang bersenjata masih berlanjut maka FKP hendaknya berani mendorong menggunakan mekanisme dewan keamanan PBB.

FKP harus lebih terbuka melihat situasi ini, New Zealand, Komissioner HAM PBB, dan Sekjen PBB, telah mengetahui dan meresponse konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI. Ini berarti bahwa memberikan lampu jihau agar otoritas regional FKP harus bertindak cepat mencari solusi penyelesaian sesuai mekanisme dan piagam PBB.

Masih lagi, negara-negara pendonor dan pendukung harus sadari bahwa Harta kekayaan bagi kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat Papua Barat telah kalian curi, nafas kehidupan hutan yang kaya akan oksigen kalian telah Isap habis, batu dan tanah pondasi bumi pulau terbesar dunia ini kalian hancur-leburkan. Kalian telah menggali lubang kematian terdalam sedunia di Gersbag lewat kehadiran Korporasi multinasional Freeport MicMoran.

Rio Tinto cabut dan jual Aset Investasi setelah berhasil menghancurkan lingkungan. Indonesia dan PBB biarkan tanpa menanyakan kewajiban korporasi asing yang menghancurkan lingkungan hidup, padahal laporan ahli lingkungan memuat Rio Tinta menghasilkan ribuan ton sampah batuan mengandung kimia racun yang secara mikroba tidak dapat diuraikan secara alami bahkan kemampuan manusia dengan teknologi daur-ulang sampah apapun tidak dapat diperbaharui atau digunakan kembali.

Negara pemilik saham Rio Tinto yakni, Inggris dan Australia berhasil lari dari tanggung jawab, mereka tau Otsus habis jadi, mungkin jual Aset bukan karena deposit mineralnya berkurang. Laporan HAM di Sekitar Freeport dan Tembagapura yang disampaikan oleh Management Freeport di PBB tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

KOMNAS HAM di Indonesia tidak peduli, tidak angkat bicara saat Indonesia negosiasi pelepasan 41% saham dengan Management Induk Freeport MicMoran, jadi kewajiban internasional tentang jaminan perlindungan lingkungan hidup mati tenggelam di dalam nafsu perebutan 51% saham.

Memang prinsipnya manusia tidak bisa mendaur ulang kembali alam semesta ini, sekali dirusak oleh para perusak tetap rusak selamanya. Tanah, batu, air, udara adalah sumber daya yang tidak bisa di perbaharui ketika rusak dengan bahan-bahan racun kimia , mungkin akal bodok manusia penghancur alam semesta itu bisa.

Bersambung….

Artikel sebelumnyaInilah Olahragawan Papua, Bapak Petinju Anak Pesepak Bola
Artikel berikutnyaMasyarakat Adat Dalam Bayangan Perampasan Lahan Papua