Pemilik Emas Tembagapura Diterlantarkan

0
1846

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Warga tiga kampung di Tembagapura, Mimika, belum juga bernafas legah. Setelah sempat mengungsi, kini mereka malah mengaku terlantar setelah dipulangkan ke kampung halamannya.

Masyarakat adat tiga kampung (Waa Banti, Arwanop, dan Opitawak) itu belum sepenuhnya menjalani kehidupan normal seperti sedia kala. Mereka ditampung sementara di gedung sekolah dasar Banti II dan mengalami berbagai kesulitan.

Fransiska Pinimet, aktivis HAM di Mimika telah menerima informasi bahwa masyarakat tiga kampung itu mengalami berbagai masalah seperti kesehatan, tempat tinggal, dan akses mereka dibatasi untuk mengakses kebutuhan pokok.

“Mereka masih ditampung di sekolah. Padahal rumah mereka dekat dari situ. Seakan-akan warga di atas masih sangat tidak aman. Mereka terisolasi, dibatasi,” katanya di Timika, Senin 15 Februari 2021.

Menurut Fransiska, akses masyarakat ke kota Tembagapura maupun ke Timika untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok seakan-akan dipersulit. Padahal, sebagai masyarakat adat mereka ingin hidup dengan cara dan budayanya sendiri.

ads

“Masyarakat tidak bisa hidup di tempat penampungan di SD Banti 2. Mereka tidak bisa hidup hanya dengan makan minum dari pemerintah maupun Freeport,” katanya.

Dalam kondisi terisolasi dan tertekan secara psikis, beberapa warga tidak terima dan sempat membuat aksi protes. Ironi bagi Fransiska melihat kondisi yang tak selayaknya dialami masyarakat pemilik hak ulayat yang telah mendiami kawasan itu secara turun temurun. Bahkan sebelum ada perusahaan.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

“Mereka yang kembali ke atas jelas adalah masyarakat pribumi. Mereka yang punya tempat. Mereka sudah dilahirkan dan dibesarkan di situ,” ujarnya.

Fransiska meminta pemerintah maupun Freeport benar-benar serius mengatasi masalah ini. Kehidupan masyarakat harus dikembalikan seperti sedia kala. Termasuk membangun hunian bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal.

“Mereka tidak boleh dipersulit baik untuk tempat tinggal, penerangan (listrik), dan sebagainya. Begitu juga dari sisi kesehatan. Mereka juga manusia. Freeport dan pemerintah harus bertanggungjawab,” tegasnya.

Dari sisi keamanan, Fransiska mengingatkan aparat TNI/Polri maupun pemerintah untuk memiliki kemampuan yang baik dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan. Jangan membuat masyarakat ketakutan seakan-akan diposisikan sebagai musuh.

“Pihak keamanan harus punya kemampuan mengidentifikasi mana warganya mana lawannya. Tidak dituduh sembarang, masyarakat tidak boleh hidup di bawah tekanan oleh karena kepentingan dan lain-lain,” ujar Pinimet.

Ia menambahkan, pemerintah maupun Freeport mestinya menanam kepercayaan bagi masyarakat dengan pelayanan yang benar-benar tulus. Dengan begitu, masyarakat akan merasa bangga sebagai warga negara Indonesia.

“Mereka juga rakyat Indonesia punya hak yang sama. Mereka punya hak mendapat keadilan, keamanan, pembangunan, kesehatan, kesejahteraan dan sebagainya. Dengan mereka diperhatikan, maka masyarakat akan merasa puas,” pungkasnya.

Kehilangan Tempat Tinggal

Pemuda Amungme yang juga aktivis HAM di Mimika, Ero Nemangkawi, mengatakan, sebagian besar warga tiga kampung di Tembagapura memang telah kehilangan tempat tinggal.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Mulai ketika terjadi gejolak keamanan pada 2017 silam, warga tiga kampung sudah hidup dalam ketakutan dan kesengsaraan. Rumah dan harta benda mereka ludes. Kemudian, konflik susulan pada awal 2020 lagi-lagi membuat mereka mengungsi ke Timika.

“Sekarang, mereka mau ke rumah, rumahnya pun sudah hancur. Sudah tidak ada. Barang-barang sudah rusak,” kata Ero.

Tidak hanya rumah, ia berharap, pemerintah dan Freeport juga perlu memulihkan fasilitas penting lainnya seperti jaringan listrik yang rusak saat konflik.

“Mereka punya rumah harus dibangun kembali. Kemudian, listrik juga harus dipasang. Ini sangat dibutuhkan masyarakat saat ini,” katanya.

Selain itu, fasilitas kesehatan yang lumpuh juga harus diaktifkan kembali. Paling tidak, masyarakat punya akses yang mudah untuk menjangkau fasilitas kesehatan ke kota Tembagapura.

“Akses mereka untuk berobat, belanja dari Banti ke kota Tembagapura itu harus dibuka. Tidak bisa diisolir begitu. Karena mereka yang punya tempat itu dan segala kekayaan alamnya. Jangan dibiarkan begitu saja,” pintanya.

Diabaikan

Aktivis lingkungan dan HAM di Mimika, Adolfina Kuum menilai Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan ketua DPRD Mimika Robby Kamaniel Omaleng tidak benar-benar serius dalam menangani masalah sosial warga pengungsi tiga kampung.

“Saya kesal kepada ketua DPRD dan bupati Mimika yang notabene adalah anak asli dari Tembagapura juga. Mereka mestinya melihat orang tuanya yang sementara terlantar,” tuturnya.

Baca Juga:  Tak Patuhi Aturan, 38 Anggota PPD di Intan Jaya Diberhentikan Sementara

Tidak hanya itu, Adolfina menyebut wakil ketua DPRD dan mayoritas anggota DPRD Mimika adalah anak asli daerah. Tetapi, tidak ada reaksi apapun dari mereka ketika saudara dan orang tua mereka dalam kesulitan selama 11 bulan mengungsi.

“Mereka bukan orang dari luar. Tapi kok tidak ada perhatian. Ini sangat ironis,” ujarnya.

Adolfina juga menagih janji wakil bupati Mimika John Rettob yang juga pernah mengunjungi para pengungsi dan menjanjikan mereka akan mendapat penanganan sebaik-baiknya.

“Perlu fokus ke renovasi rumah, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Bagaimana dengan kehidupan mereka. Kita tidak bicara kerugian lain seperti harta benda, ternak yang habis. Saya pikir itu terlalu jauh,” katanya.

Selanjutnya, kepada Wakil Menteri PUPR Jhon Wempi Wetipo yang sempat melihat kondisi warga tiga kampung saat berkunjung ke Freeport pekan lalu. Wempi juga mengaku sanat peduli sesama orang Papua.

“Saya mau ingatkan, tidak boleh hanya karena ada kepentingan baru datang di sana. Harus serius dan tulus melihat ini. Mereka ini yang punya alam, mereka yang punya emas, kenapa bisa diterlantarkan seperti ini. Termasuk Freeport, tolong lihat nilai-nilai HAM sedikit,” ujar Adolfina.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaTiga Pemuda yang Dibunuh TNI Sudah Dimakamkan di Bilogai, Intan Jaya
Artikel berikutnyaUsai Minta Maaf, AK Ganti Kerusakan Asrama Putri Cenderawasih XI Tomohon