SORONG, SUARAPAPUA.com — Perempuan Papua menyatakan menolak Otonomi Khusus (Otsus) termasuk rencana pemekaran daerah otonom baru (DOB) serta mengutuk segala upaya pemaksaan pemerintah melanjutkan kebijakannya di Tanah Papua.
“Perempuan Papua tidak merasakan Otsus. Hari ini perempuan Papua masih berjualan di atas bahu jalan, bahkan di pinggiran toko. Ini bukti Otsus sudah gagal,” ujar Nova Sroyer di sela-sela aksi peringatan hari perempuan internasional (International Women’s Day), Senin (8/3/2021) di depan lampu merah Elin, Kota Sorong.
Dalam aksi massa yang digelar Solidaritas Rakyat Papua Kota Sorong Peduli Perempuan Papua (SRPSP3), Nova mengungkapkan adanya diskriminasi terhadap perempuan semakin kuat dan itu terlihat sejak Otsus diberlakukan di Tanah Papua tak ada keberpihakan terutama di bidang perekonomian, juga pemberdayaan bagi kaum perempuan.
“Kami mewakili perempuan Papua yang tertindas, diintimidasi, mengalami kekerasan fisik, pemerkosaan hingga pembunuhan, secara tegas menolak Otsus, pemekaran provinsi, dan menolak semua upaya pemerintah melanjutkan Otsus di Tanah Papua,” tegasnya.
Sroyer juga menyatakan, di momentum hari perempuan sedunia ini mewakili perempuan Papua mengutuk keras segala bentuk tindak kekerasan, intimidasi dan pembunuhan oleh anggota TNI maupun Polri, juga oknum masyarakat kepada perempuan Papua.
Senada, Jenner Naa, koordinator aksi, menyoroti semua kebijakan yang tak memihak kaum perempuan terutama di Tanah Papua.
“Di era Jokowi, penindasan terhadap kami perempuan semakin masif dan terstruktur, karena rezim saat ini lebih pro terhadap pemodal sebagai dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia,” ujarnya.
Ketidakpedulian pemerintah menurutnya sangat dirasakan kaum perempuan di bidang ekonomi. Meski Otsus diberlakukan sejak tahun 2001, kondisinya tak berubah, bahkan justru buruk.
“Pemerintah pernah peduli. Kami tetap menyuarakan hak-hak perempuan. Ini negeri kami. Kami harus bangkit,” ujar Jenner disambut tepuk tangan meriah massa aksi.
Mama Ita Worait, salah satu pedagang asli Papua mengaku sangat sedih melihat penderitaan panjang yang dialami perempuan Papua.
Ia bahkan marah pemerintah pusat dan daerah yang selama ini selalu mengabaikan penderitaan orang Papua di atas tanah airnya sendiri. Menurutnya, salah satu buktinya hingga kini tak ada tempat yang layak bagi pedagang asli Papua.
“Kami selalu tertindas. Selama ini tidak ada tempat yang layak untuk kami berjualan. Pemerintah tidak serius perhatikan kami,” keluh mama Worait.
Program transmigrasi ke pulau emas ini, dinilai sangat terbuka lebar dengan adanya rencana pemekaran DOB yang juga sempat disinggung Mendagri Tito Karnavian, lima provinsi baru di Tanah Papua.
Kebijakan pemerintah pusat yang didukung segelintir elit Papua menggolkan pemekaran DOB bakal menutup ruang bagi orang asli Papua untuk bersaing di bidang ekonomi dan bisnis.
“Jangan ada pemekaran. Kami tolak. Kami juga tolak transmigrasi,” ujarnya.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You