BeritaTPNPB Dilabeli Teroris, DAW Meepago: Negara Bakal Korbankan Warga Sipil

TPNPB Dilabeli Teroris, DAW Meepago: Negara Bakal Korbankan Warga Sipil

DOGIYAI, SUARAPAPUA.com — Dewan Adat Wilayah (DAW) Meepago menilai pelabelan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau yang sering disebut media nasional kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai teroris adalah bentuk kesengajaan negara dalam membuka babak baru kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua.

Penilaiain ini dikemukakan Okto Marco Pekei, ketua DAW Meepago, merespons pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD pada Kamis (29/4/2021) terkait pelabelan TPNPB sebagai teroris.

“Pendekatan kekerasan senjata yang diwarnai dengan penetapan TPNPB atau KKB sebagai teroris justru melahirkan masalah baru dalam diri masyarakat. Kekerasan senjata hanya akan menimbulkan amarah dan kebencian bagi masyarakat adat yang nantinya menjadi korban,” ujarnya, Sabtu (1/5/2021).

Pekei menilai keputusan pemerintah menetapkan TPNPB sebagai teroris akan berdampak luas bagi masyarakat adat di Tanah Papua. Lagi pula Menko Polhukam menyatakan semua organisasi atau orang-orang yang berafiliasi dengan KKB, sebagai tindakan teroris.

Fakta di Papua, sahut Pekei, banyak organisasi sipil maupun orang yang aktif menyuarakan isu yang sama dengan KKB, yakni merdeka, referendum, menentukan nasib sendiri, dan lain-lain.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

“Simbol-simbol yang digunakan selalu sama, yakni bendera Bintang Kejora dalam berbagai bentuk. Kondisi ini muncul bukan hanya di kalangan yang dikatakan KKB, tetapi juga di kalangan masyarakat sipil. Jadi, penanganan terorisme di Papua pasca penetapan KKB sebagai teroris tentu menjadi pintu masuk terjadinya kekerasan bagi masyarakat sipil di Tanah Papua,” bebernya.

Sebelumnya, Menko Polhukam mengumumkan KKB di Papua dikategorikan sebagai teroris. Hal ini menurut Mahfud MD, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Menyadari kemungkinan munculnya situasi kekerasan terhadap masyarakat adat di Papua pasca penyampaian sikap pemerintah oleh Menko Polhukam, maka DAW Meepago menyampaikan sikap sebagai berikut:

Pertama, tidak ada kelompok atau organisasi kriminal yang layak ditetapkan sebagai teroris di Wilayah Adat VII Meepago. Yang ada hanyalah tindakan kriminal yang dilakukan oleh individu-individu dengan alasan kepentingan atau kebutuhan-kebutuhan tertentu.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

Kedua, masyarakat adat mengenal masalah apapun harus diselesaikan dengan cara membicarakan pokok persoalan secara bersama yang dihadiri oleh kedua belah pihak yang bersengketa dengan menghindari tindakan-tindakan yang menggunakan fisik atau kekerasan fisik, apalagi dengan menggunakan senjata tajam maupun senjata api. Dengan demikian, pemerintah berkewajiban menyelesaikan masalah KKB di Papua dengan tidak menggunakan kekerasan. Pemerintah wajib membuka ruang untuk membicarakan pokok masalah agar masing-masing pihak bisa menyampaikan pendapat dan kemudian diambil keputusan secara bersama. Itulah prinsip penyelesaian masalah yang dikenal masyarakat adat.

Ketiga, masyarakat adat di Papua sudah lama trauma dengan peristiwa-peristiwa masa lalu yang hingga kini masih belum diselesaikan oleh pemerintah. Banyak kasus entah kasus yang diabaikan maupun kasus Pelanggaran HAM Berat yang ditetapkan oleh Komnas HAM RI belum diselesaikan pemerintah dan kini pendekatan kekerasan tersebut dilegitimasi dengan sikap pemerintah yang menetapkan KKB sebagai teroris yang membuka pintu munculnya kasus-kasus kekerasaan baru. Oleh karena itu, pemerintah harus kedepankan pendekatan persuasif dan berhenti dengan pendekatan kekerasan.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Keempat, pemerintah berhenti dengan sikap labelisasi yang berdampak pada munculnya korban kekerasan terhadap masyarakat adat, sebab masyarakat adat memiliki hak hidup dan perlakuan adil oleh pemerintah sebagaimana masyarakat lainnya di Indonesia.

Kelima, pemerintah harus mengoreksi munculnya kekerasan di Papua secara menyeluruh, sebab kekerasan tidak hanya sebatas kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan non fisik. Sejauhmana pembangunan di era Otsus benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat yang perlu dievaluasi. Namun, hal itu diabaikan pemerintah dengan menetapkan KKB sebagai teroris yang akan berdampak luas bagi masyarakat adat di Papua. Sikap pemerintah bisa berdampak fatal di Papua, maka sikap pemerintah harus segera evaluasi agar tidak berdampak buruk atas munculnya kekerasan fisik terhadap masyarakat adat di Papua.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

0
“Saya sangat menyadari tantangan yang ada dan saya tahu bahwa terkadang hal ini dapat menjadi beban dan kesepian; namun saya yakin bahwa saya terhibur dengan kebijakan yang baik yang kami miliki dan solidaritas dalam koalisi kami.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.