Penggagas 22 Kelompok Belajar Ini Ingatkan Pemerintah Prioritaskan Pendidikan

0
1286

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Pendidikan nonformal bagi masyarakat akar rumput belum diprioritaskan meski pemerintah selalu kampanyekan di berbagai kesempatan tentang pentingnya pendidikan dengan kucuran anggaran besar. Solusinya, gerakan anak muda Papua perlu digencarkan untuk menjawab kebutuhan mengenal literasi dasar: membaca, menulis, berhitung (Calistung).

Lamek Dowansiba (29), ketua Komunitas Suka Membaca (KMS) di Manokwari, provinsi Papua Barat, merasakan fakta miris di dunia pendidikan walau Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua telah diberlakukan pemerintah Indonesia sejak tahun 2001.

Selama di bangku sekolah dasar ia sangat sulit mendapat buku bacaan, termasuk buku-buku pelajaran. Maklum, sekolahnya terletak di pedalaman. Dalam situasi serba kekurangan itulah impian masa depan terus dikejar hingga mampu menyelesaikan pendidikan diploma Pariwisata.

Anak muda yang suka bermain sepak bola ini lahir dan besar di Minyambouw, kampung Aiwou, distrik Catubou, kabupaten Pegunungan Arfak, provinsi Papua Barat. Ia berasal dari keluarga sederhana. Orang tua di kampung sehari-harinya sebagai petani.

Pernah merasakan langsung segala keterbatasan selama belajar di bangku sekolah mendorong Lamek berbuat sesuatu di negeri leluhur ini. Hatinya tergerak untuk anak-anak Papua tidak bernasib buruk mendapat pendidikan yang layak. Minimal, anak-anak harus mengenal literasi dasar.

ads

Demi generasi Papua secara khusus di wilayah Papua Barat, ia buka kelompok literasi baca-tulis. Jumlahnya 22 kelompok belajar. Ia rintis sejak tujuh tahun lalu. Kelompok baca-tulis itu tersebar di beberapa kabupaten: Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Sorong, dan Tambrauw.

Baca Juga:  Dua Calon Anggota DPD RI Ancam Pidanakan Komisioner KPU Tambrauw

Tak ada alasan lain kecuali gerakan literasi baca tulis dan menghitung bagi Lamek sangat penting didorong di setiap basis masyarakat Papua. Baginya, ini kemampuan dasar yang wajib dimiliki setiap anak bangsa.

“Saya terus menerus memperkenalkan kepada anak sejak usia dini tentang baca, tulis, angka, dan buku. Ini cara saya agar mereka mencintai dunia baca tulis,” ucapnya saat diwawancarai suarapapua.com.

Lamek berpendapat, gerakan tersebut turut mengurangi buta aksara di Tanah Papua. Juga sebagai lokomotif untuk mendorong kemajuan pendidikan di Papua Barat.

Karena itulah pemerintah mesti serius melihat persoalan pendidikan di saat perkembangan kian maju, namun mutu pendidikan kian menurun.

“Pemerintah harus lebih serius melihat persoalan pendidikan. Pendidikan itu masalah serius dan kebutuhan utama yang benar-benar menjadi prioritas utama untuk dilihat oleh pemerintah pusat, daerah, dan kampung demi menyelamatkan generasi penerus Papua,” harapnya.

Ia mengungkapkan fakta anak-anak Papua di berbagai tempat selama ini tak mendapat pendidikan yang layak. Dari gedung sekolah yang telah dibangun dengan megah, proses belajar mengajar macet berbulan-bulan.

“Fakta di lapangan, saya temukan banyak gedung mewah di tengah kota dan kabupaten, tetapi masih ada anak-anak yang belum mengenyam pendidikan dengan baik. Banyak anak SD sudah kelas empat sampai enam dan bahkan SMP, tetapi belum bisa dapat membaca dengan lancar. Masalah ini kalau tidak diperhatikan dari sekarang, saya sangat sedih dengan masa depan anak-anak Papua. Mereka tidak akan mampu bersaing dengan orang luar. Akhirnya tidak berdaya di atas tanahnya sendiri,” beber Lamek.

Baca Juga:  Berlangsung Mulus Tanpa Masalah, KPU Maybrat Diapresiasi

Persoalan sosial terutama masalah pendidikan dan generasi emas Papua, kata pemuda suku Arfak yang selalu tampil sederhana ini, sudah cukup lama berlangsung. Pemerintah seharusnya buka mata dan hati untuk bergerak menyelamatkan pendidikan dan sumber daya manusia Papua.

“Saya harap pemerintah menciptakan langkah konkrit dan tepat untuk meminimalisir hal-hal buruk yang akan terjadi kepada generasi muda Papua di Tanah Papua,” ujarnya.

Selama bergelut dengan gerakan literasi, ia mengaku menghadapi banyak kendala. Antara lain minimnya bahan bacaan dan alat perlengkapan lain, seperti meja, buku tulis, alat tulis, dan lain-lain.

“Bahan bacaan anak-anak yang sering digunakan belum berkonteks Papua. Buku anak-anak masih secara luas, tidak kontekstual Papua,” Dowansiba menilai.

Itu sebabnya pria murah senyum ini menyadari betapa pentingnya menulis buku bacaan anak-anak yang berkontekstual Papua. Dengan begitu anak-anak Papua tak melupakan pengetahuan kearifan lokal dari setiap wilayah adatnya karena itu asetnya sepanjang masa.

“Lahirnya rumah baca-baca ini tentunya memacu kita untuk menulis tentang Papua karena tuntutan. Kita tidak bisa bercerita tentang isi rumah orang lain, kalau kita sendiri saja belum bisa mengetahui apa isi rumah kita,” katanya berargumen.

Dowansiba berharap setiap generasi muda Papua tak boleh terlena dengan situasi. Sebaliknya, ia mengajak berusaha melakukan gerakan kecil demi menyelamatkan generasi emas Papua.

Baca Juga:  Pleno Rekapitulasi Hasil Pemilu di PBD Resmi Dimulai

“Anak muda Papua mari kita bergerak dari yang kecil. Kita tidak bisa menunggu orang lain untuk berbicara dan bercerita tentang kita masa lalu dan hari ini untuk masa depan. Kita anak muda, kita mesin pembawa perubahan untuk Tanah Papua. Kita melihat di sekitar kita, ada masalah apa. Terus apa yang kita bisa lakukan. Kita tidak bisa hanya duduk dan meratapi, tetapi bergerak. Kita jadi penggerak untuk perubahan,” tuturnya.

Jefri Nauw, anak muda Papua dari kabupaten Maybrat, senada dengan Lamek Dowansiba.

Jefri menganggap basic literacy (literasi dasar) memang sangat penting bagi generasi Papua. Karena itu, komunitas literasi di Sorong terus mendorong setiap komunitas literasi di basis masyarakat Papua.

“Saya berharap teman-teman komunitas literasi untuk mendorong gerakan baca tulis di setiap basis masyarakat Papua di kota dan kabupaten Sorong, sehingga orang tua, anak muda dan anak-anak sadar bahwa baca tulis itu penting dibangun mulai dari rumah. Ini sangat penting supaya anak-anak tidak habiskan waktu hanya dengan bermain saja,” tandasnya.

Untuk itu, ia sarankan kepada pemerintah agar ikut mendorong komunitas literasi yang ada di Sorong.

“Pemerintah juga harus ikut mendorong literasi agar berkembang dari kota ke kampung di setiap kelompok masyarakat Papua,” ujar Jefri.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaTuntut Victor Yeimo Dibebaskan, KNPB Dogiyai Siap Mobilisasi Massa
Artikel berikutnyaPH: Penyidik dan Petugas Tahti Mako Brimob Harus Penuhi Hak Victor Yeimo