Soal Sengketa Pilkada Yalimo, Niko Mabel: Kami Tidak Terima dengan Keputusan MK

0
1100

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Niko Mabel, Ketua Tim Sukses pasangan nomor urut 1 (Erdi Dabi – Jhon Wilil) dalam Pilkada Kabupaten Yalimo mengatakan, peristiwa pembakaran sejumlah asset pemerintah daerah yang dibakar pada 29 Juni lalu merupakan luapan emosi atas keputusan MK.

Dia menjelaskan, setelah masyarakat kabupaten Yalimo, baik pendukung paslon pertama maupun pendukung paslon kedua, ternyata dalam siding putusan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan pada 29 Juni lalu itu tidak membahas sengketa Pilkada tetapi yang dibahas adalah persoalan pidana calon bupati paslon nomor urut 1.

“Dalam siding kemarin, tidak membahas tentang perselisihan suara dan menyatakan calon bupati nomor urut 1 didiskualifikasikan. Jadi MK tidak menyelesaikan soal sengketa Pilkada. Ini yang bikin kami kecewa dan tidak terima dengan keputusan MK,” jelasnya kapada suarapapua.com pada Kamis (1/7/2021) di Waena.

Dia membeberkan, hasil rapat pleno KPU Yalimo pada 18 Desember 2020, KPU menetapkan paslon nomor urut 1 (Erdi-Jhon) sebagai pemenang dengan perolehan 47.881 suara atau unggul 4.814 suara dari paslon nomor urut 1 (Lakiyus – Nahum).

“Putusan ini digugat ke MK oleh Paslon nomor urut 2. Akhirnya tanggal 19 Maret 2021, MK memerintahkan KPU Yalimo melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 105 TPS yang ada di Distrik Apalapsili dan Welarek,” bebernya.

ads
Baca Juga:  DKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP

Dalam PSU yang dilakukan pada 5 Mei 2021 sesuai dengan amar putusan MK pada bulan Maret. Lalu, lanjut dia, setelah suara dari 105 TPS digabungkan dengan suara yang sudah ada dan rapat pleno KPU menetapkan Kembali pasangan nonor urut 1 sebagai pemenang dengan perolehan suara  47.785 suara atau unggul 4.732.

“Setelah PSU suara kami hilang 100. Dan pada tanggal 15 Mei pasangan nomor urut 1 ditetapkan Kembali sebagai pemenang. Seluruh masyarakat Yalimo sudah ikuti dan terima dengan hasil itu,” tambahnya.

MK Tidak Melakukan Amar Putusan MK Sendiri

Menurut Niko Mabel, dalam amar putusan MK pada Maret lalu memutuskan dan memerintahkan KPU untuk melakukan PSU di 105 TPS lalu melaporkan hasilnya kepada MK.

Namun, kata dia, yang terjadi adalah materi gugatan ke MK bukan soal sengketa Pilkada. Tetapi justru membawa masalah Pidana yang penyelesaiannya bukan di MK tetapi di Pengadilan Negeri.

Dikatakan, MK juga lalai dan gagal dalam mengkawal amar putusan sebelumnya. Dimana yang harusnya diselesaikan dalam sidang pada 29 Juni kemarin adalah mendengar laporan PSU dari 105 TPS dan memutuskan sengketa selisih suara.

“Jadi harusnya MK selesaikan sengketa perselisihan suara dalam Pilkada. Ini MK justru selesaikan kasus pidaha. Kami kecewa karena kami mellihat ada upaya untuk menggagalkan kemenangan paslon nomor urut 1,” tegasnya.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Terkait Aksi Spontan Masyarakat di Yalimo

Terkait dengan aksi spontan masyarakat yang meluapkan kemarahan dan kekecewaan kepada Lembaga MK dalam penyelesaian sengketa Pilkada, Mabel mengatakan sempat berupaya dengan menyampaikan kepada masyarakat untuk tidak melakukan Tindakan yang merugikan masyarakat.

“Masyarakat juga ikuti dan saksikan, jadi setelah dengar putusan MK langsung mereka beraksi seperti itu dan kami sudah tidak bisa kendalikan lagi. Dan itu ungkapan emosional karena MK tidak professional dalam memutuskan persoalan sengketa Pillkada,” katanya.

Dia menambahkan, pihaknya menilai ada kejanggal besar dalam proses yang telah berlangsung di MK. Kejanggalan itu menurutnya adalah MK ikut kabulkan persoalan pidanan yang proses penyelesaiannya sudah selesai. Dan hukuman pun sudah dijalani.

“Hukuman yang calon bupati kami jalani itu sesuai 4 bulan. Sesuai dengan putusan pengadilan. Bukan belasan tahu atau lebih dari lima tahun yang menjadikan dasar gugatan ke MK. Dengan keluarga korban, maupun proses hukum semua sudah selesai. Ini yang membuat kami kecewa dan tidak terima,” katanya lagi.

Kata dia, selain MK tinjau keputusannya, tidak ada yang akan kendalikan situasi di Yalimo. Karena masyarakat Yalimo sudah terlanjur kecewa dengan MK yang harusnya memutuskan persoalan dengan jelih dan adil, tetapi nyatanya dalam pelaksanaan tidak demikian.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

“Dua periode sebelumnya tidak ada aski-aksi seperti sekarang ini. Kami semua berharap tidak ada masyarakat yang jadi korban. Karena selama tidak ada solusi penyelesaian kasus ini, masyarakat Yalimo akan aksi terus,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Tokoh masyarakat asal kabupaten Yalimo, Soni Silak meminta Mahkamah Konsitusi (MK) Republik Indonesia (RI) bertanggungjawab atas keputusannya yang menyebabkan situasi Yalimo membara.

“Kami tidak mau masyarakat kami korban. Kami tidak mau kehidupan masyarakat kami kacau. Jadi kami minta MK segera bertanggungjawab atas situasi yang sedang terjadi saat ini di Elelim,” tegas Soni Silak kepada wartawan di Waena, Kamis (1/7/2021).

Menurut Silak, kondisi Yalimo seperti yang sekarang ini tidak akan terjadi kalau MK benar-benar menyelesaikan masalah sengketa Pilkada. Tetapi kondisi yang sudah dan sedang terjadi di Yalimo terjadi karena MK memutuskan persoalan yang jauh dari fakta hukum terkait proses Pilkada yang sudah dilewati.

“MK tidak selesaikan masalah sengketa Pilkada. Tetapi MK sudah berubah jadi Lembaga yang menyelesaikan penyelesaian masalah Pidana. Sehingga keputusan MK atas sengketa Pilkada berdampak kepada situasi keamanan masyarakat di Yalimo,” katanya.

Dia menambahkan, apa yang sudah terjadi di Yalimo setelah putusan MK terkait sengketa Pilkada diputuskan merupakan luapan emosi dan bentuk kekecewaan terhadap MK.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaTokoh Masyarakat Yalimo: Kami Tidak Mau Masyarakat Jadi Korban, MK Harus Bertanggungjawab
Artikel berikutnyaYanto Basna Kritisi Persiapan Tim Sepak Bola PON XX Papua