SORONG, SUARAPAPUA.com — Leonardo Ijie, Penasihat Hukum (PH) enam terdakwa makar mengungkapkan bahwa eksepsi yang diajukan pihaknya ditolak Hakim Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat.
Ijie menilai dkawaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas (Obscuur Libel). Dia mengatakan, dalam putusan sela yang dibacakan secara bergantian oleh hakim, mereka menolak seluruh keberatan penasihat hukum terdakwa.
“Majelis hakim menolak eksepsi yang kami ajukan tanpa memikirkan dakwaan dari JPU,” jelasnya kepada media ini di sekertariat LBH Kaki Abu, (2/7/2021) di Kota Sorong, Papua Barat.
Lebih lanjut, dia mengatakan pihaknya mayayangkan putusan majelis hakim karena telah dengan jelas dan nyata mengabaikan dakwaan JPU yang sangat kabur.
“Dakwaan JPU yang menyebutkan tentang unjuk rasa pada tanggal 27 november 2020 di samping mall Ramayana sorong adalah meneriakan kemerdekaan Negara Papua Neuw Guinea (PNG). Ini yang dianggap sangat kabur dakwaan JPU karena sebagaimana kita tahu bahwa Papua Neuw guinea adalah negara berdaulat dan telah mempunyai pemerintahan sendiri sejak 1 desember 1973 dan mencapai kemerdekaan pada 16 september 1975,” jelas Ijie.
Dalam ketentuan pasal 156 kuhap, kata dia, menyatakan bahwa jika dakwaan JPU Kabur maka oleh majelis hakim harus dibatalkan atau dengan kata lain batal demi hukum.
“Sebagai penasihat hukum ke 6 terdakwa dengan tegas meminta kepada majelis hakim untuk segera membatalkan dakwaan tersebut. Karena dalam pembacaan putusan sela (1/7) tersebut juga tak menyinggung tentang hal tersebut oleh majelis hakim. Kami selaku penasihat hukum menolak dakwaan JPU. Majelis hakim harus jeli dalam melihat setiap dakwaan,” tegasnya.
Sementara itu, terpisah, Herman Bless salah satu keluarga korban mengaku pihak keluarga sangat kecewa dengan keputusan majelis hakim tersebut.
“Kami keluarga akan selaku mengawal setiap persidangan. Kami sangat kecewa setelah mendengar keputusan majelis hakim menolak eksepsi yang di ajukan penasiahat hukum,” pungkasnya.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Arnold Belau