Rilis PersKajari Jayapura Segera Pindahkan Victor F Yeimo ke Rutan Lapas Abepura

Kajari Jayapura Segera Pindahkan Victor F Yeimo ke Rutan Lapas Abepura

Siaran Pers

KOALISI PENEGAK HUKUM DAN HAM PAPUA

Nomor: 011/SP-KPHHP/VIII/2021

KEPALA KEJAKSAAN NEGERI JAYAPURA SEGERA PINDAHKAN VICTOR F YEIMO DARI RUTAN MAKO BRIMOB KE RUTAN LAPAS ABEPURA

“Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Wajib Awasi Implementasi Hak-Hak Victor F Yeimo Sebagai Tersangka”

Pada tanggal 6 Agustus 2021, Penyidik Polda Papua melakukan pelimpahan berkas dan tahanan atas nama Victor F Yeimo ke Kejaksaan Negeri Jayapura. Pelimpahan berkas dan tahanan itu dilakukan di Mako Brimob Polda Papua secara virtual, dimana pihak Penyidik bersama berkas dan Victor F Yeimo didampingi kuasa hukum dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua di Mako Brimob, sementara jaksa penerima berkas dan tahanan berada di Kantor Kejaksaan Negeri Jayapura.

Dengan berdasarkan pada ketentuan penyerahan berkas perkara khususnya dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat (3) huruf b Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka sebelum Jaksa melakukan interogasi kepada Victor F Yeimo secara virtual, Kuasa Hukum Victor F Yeimo sempat menanyakan alasan pelimpahan berkas dan tahanan secara virtual kepada Jaksa. Selanjutnya sebagai jawabannya, Jaksa mengatakan bahwa dirinya ada kesibukan di kantor, sehingga dilakukan secara virtual.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Pada prinsipnya pelimpahan berkas dan tahanan secara virtual tidak diatur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sehingga tentunya yang dilakukan oleh Jaksa itu jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan pelimpahan berkas dan tahanan yang berlaku.

Berdasarkan fakta pelanggaran tersebut, melahirkan pertanyaan tersendiri berkaitan dengan komitmen pemenuhan hak-hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang dijamin dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 oleh jaksa sepanjang Victor F Yeimo akan menjalani status sebagai tahanan jaksa.

Fakta pelanggaran hak-hak tersangka secara jelas-jelas terjadi pada saat jaksa menanyakan Viktor F Yeimo terkait ada hal yang ingin disampaikan, selanjutnya Victor F Yeimo meminta pindahkan tahanan dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura dengan pertimbangan pemenuhan hak-hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang di awal menjalani tahanan di Mako Brimob Polda Papua sempat terabaikan akibat SOP Mako Brimob Polda Papua serta kondisi psikologi Victor F Yeimo yang tinggal sendirian dalam Rutan Mako Brimob Polda Papua dan kepengapan dalam Rutan Mako Brimob Polda Papua yang dapat membahayakan kesehatan tubuhnya.

Permintaan  Victor F Yeimo dengan argumentasi serta pengalaman yang dijalani sejak tanggal 10 Mei 2021 sampai 6 Agustus 2021 itu tidak dijawab secara profesional oleh Jaksa, sebab beberapa kali terjadi miskomunikasi akibat jaringan internet, sehingga suara handphone putus-putus. Terlepas dari itu, Jaksa yang menerima berkas dan tersangka Victor F Yeimo juga tidak menyampaikan dengan jelas di Rutan mana jaksa akan menahan Victor F Yeimo.

Baca Juga:  ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

Terlepas dari itu, melalui fakta ketidakhadiran Jaksa di Mako Brimob Polda Papua, sehingga Jaksa tidak berkoordinasi secara langsung dengan Kepala Seksi Provos Mako Brimob Polda Papua terkait tersangka Victor F Yeimo akan dititipkan di Rutan Mako Brimob Polda Papua ataukah di Rutan mana?. Selain itu, jaksa juga tidak mengatakan jadwal antar makanan bagi tersangka Victor F Yeimo yang masih ditahan di Mako Brimob Polda Papua.

Semua fakta hukum diatas secara langsung menunjukkan bahwa institusi Kejaksaan Negeri Jayapura melalui jaksa penerima berkas dan tersangka atas nama Victor F Yeimo terbukti telah melakukan pelanggaran ketentuan “dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum” sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat (3) huruf b Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, karena dilakukan secara virtual.

Terlepas dari fakta tersebut, sikap institusi Kejaksaan Negeri Jayapura melalui jaksa penerima berkas dan tersangka atas nama Victor F Yeimo menunjukkan dugaan akan terjadi pelanggaran hak-hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang dijamin dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Berdasarkan uraian tersebut, dalam rangka pemenuhan hak-hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang dijamin dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku Kuasa Hukum Victor F Yeimo menegaskan kepada:

  1. Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Cq Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura segera menjawab permintaan pemindahan tahanan dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura;
  2. Kepala Kejaksaan Tinggi Papua segera perintahkan Jaksa Pengawas Kajati Papua Cq Jaksa Pengawas Kajari Jayapura memeriksa Jaksa penerima berkas dan tersangka atas nama Victor F Yeimo yang dilakukan tidak sesuai dengan perintah pasal 8 ayat (3) huruf b Undang-Undang nomor 8 tahun 1981;
  3. Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua wajib mengawasi institusi Kejaksaan Negeri Jayapura dalam implementasi hak-hak Victor F Yeimo sebagai tersangka yang dijamin dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

Demikian siaran pers ini dibuat, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 7 Agustus 2021

Hormat kami,

KOALISI PENEGAK HUKUM DAN HAM PAPUA

(LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, ELSHAM Papua, WALHI Papua, YADUPA Papua, dan lain-lain)

EMANUEL GOBAY, SH, MH
(Koordinator Litigasi)

Narahubung:
082199507613

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.