Oleh: Yan Ukago)*
)* Penulis adalah Intelektual muda Papua
Bendera Merah Putih raksasa gagal mengudara di Manokwari. Bendera merah putih raksasa di Jembatan Merah Teluk Youtefa Jayapura diterbangkan angin. Nasionalisme tinggi yang buta hukum alam (fisika).
Di Papua, kita merayakan hari Kemerdekaan RI ke-76, terasa luar biasa. Mengapa? Karena di sana sini ada banyak bendera raksasa yang dipasang. Kita heran, di daerah Indonesia lain tidak ada bendera raksasa seperti ini, hanya di bumi cenderawasih baru ada. HUT RI kali ini ada bendera yang panjangnya 1 km atau 1000 meter. Bahkan ada bendera yang luasnya 76 meter sesuai hari HUT RI ke-76 dan juga banyak bentangan bendera raksasa lainnya yang dipasang seantero tanah papua.
Ini sangat luar biasa karena menunjukkan semangat masionalisme Indonesia di tanah Papua. Namun yang sangat disayangkan adalah ukuran bendera yang hanya kejar raksasanya tanpa mempertimbangkan hukum alam atau hukum ilmu fisika.
Pertama, bendera ukuran 400 meter yang dipasang di jembatan merah teluk Yotefa Jayapura. Baru beberapa jam dibentangkan, langsung diterbangkan angin padahal bendera itu rencana tiga hari baru akan dilepas. Pihak yang pasang lupa tentang hukum fisika tekanan angin di laut. Kecepatan angin di laut yotefa sekitar 15 km/jam. Dengan rumusnya itu akan menghasilkan tekanan angin permeter persegi sebesar 0,6 kg. Kemudian ukuran kain merah putih yang dipasang tidak main-main yaitu 10 x 400 m atau 4000 m2, maka total beban angin yang akan diterima kain merah putih sebesar 2400 kg atau 2.4 ton. Jelas tekanan ini besar tidak akan mampu ditahan kain, kecuali kain dilubangi seperti spanduk. Jika angin semakin bertiup, kinsentrasi tekanan akan terjadi di tengah bentangan kain dan terjadi gelembung kemudian pada tambatan tali terjadi tegangan ekstrim dan putus. Sekalipun dipasang dgn tali besi, kain akan sobek dan terbawa angin ke laut.
Kedua, upaya dari LMA Manokwari memperingati HUT RI 76 dgn cara unik. Menaikan bendera raksasa ukuran 76 meter persegi dengan Balon di langit Manokwari. Diharapkan balon itu mengudara dengan membawa bendera raksasa namun gagal naik ke langit biru dan belum sampai sepuluhan meter sdh jatuh di dekat permukian.
Dalam cerita, katanya bendera itu sebelumnya dibentangkan di dasar laut kemudian dinaikan ke permukaan dan terus direncanakan mengudara. Namun balon berkali-kali diusahakan naik tp gagal terus. Padahal peristiwa ini diharapkan bisa jadi kenangan indah karena saat itu sedang disaksikan juga oleh Bapak Gubernur Papua barat, Kapolda Papua Barat, Pangdam XVII Kasuari dan kajati Papua Barat serta undangan resmi lainnya. Mengapa gagal, menurut pihak LMA ( Bpk Frengky umpain), karena faktor cuca.
Benarkah faktor cuaca? Mari kita simak lagi.
Balon yang membawa beban ke udara itu terapkan Hukum Archimedes. Balon akan naik ke udara bila gaya angkat lebih besar dari pada beban. Mengapa balon bisa naik? Karena di dalam balon diisi dengan gas yang lebih ringan dari udara yaitu hidrogen ( H2) atau helium (He). Posisinya gas yang lebih ringan di dalam balon sedangkan udara yang lebih berat di luar. Udara itu bebas melayang di alam tapi terhadap grafitasi ada beratnya yaitu 1,3 kg perkubik, sedangkan berat hidrogen dan helium itu sekitar 0.2 kg, jadi lebih ringan 7 kali dari udara dan itu yang membuat balon bisa naik ke langit.
Lalu bagaimana klau di ujung balon digantung beban seperti bendera 76 m2?
Itu tergantung kapasitas balon dan berat kain yang dipakai untuk bendera serta berat air karena bendera saat itu posisi basah. Kami belum tahu berapa ukuran balon yang dipakai?
Kita analisa saja, kalau bendera dari kain jenis medium kain terron cotton, maka berat satu meter panjang 300 gr atau 0.3 kg/m2. Total berat utk 76 m2 adalah sekitara 25 kg. Ini baru berat kain yang kering. Tapi bendera posisi basah sehingga berat kain bukan 25 kg tapi jadi 85 kg. Kok lebih berat? Karena berat jenis air laut 1100 kg/m3 kalau tebal kain bendera 1 mm maka ukuran bendera seluas 76 m2 akan menyimpang air seberat 85 kg.
Jadi berat bendera yang balon harus pikul sebesar 110 kg. Setara dengan beras dua karung goni. Mampukah balon angkat beban 110 kg itu? Bisa dengan catatan balon itu minimal ukurannya sebesar diameter 6 meter. Apakah balon di manokwari yang tidak mampu naik itu ukuran kurang dari 6 meter sehingga tidak mampu mengudara? Semua ada penjelasannya. Kita tidak bisa salahkan faktor alam atau selalu salahkan angin dan cuaca?
Angin dan cuaca, mereka tidak bersalah. Ilmu pengetahuan sudah ada. Mari kita gunakan itu, kita sudah merdeka 76 tahun. Jangan bikin malu bangsa Indonesia. (*)