ADVERTORIALTingkatkan Kapasitas Petani, YAPKEMA Latih Sepuluh Kader Petani Kopi di UPH Enauto

Tingkatkan Kapasitas Petani, YAPKEMA Latih Sepuluh Kader Petani Kopi di UPH Enauto

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Sepuluh kader petani kopi dari sentra wilayah Paniai Barat dan Agadide mengikuti pelatihan penguatan kapasitas yang diadakan Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) di Unit Pengolahan Hasil (UPH) Enauto Coffee, Idakotu, Mowanemani, kabupaten Dogiyai, Papua, Rabu (29/9/2021).

Sepuluh orang tersebut bagian dari 80 petani kopi di dua sentra wilayah, yakni dari sentra wilayah Paniai Barat 40 petani, dan 40 lainnya dari sentra wilayah Agadide.

Para kader petani kopi ini sebenarnya sudah menerima pelatihan peningkatan kapasitas yang terdiri dari penyampaian materi dan praktik di kebun kopi pada awal Agustus 2021 di masing-masing sentra wilayah bersama 70 petani kopi lainnya, yang diadakan YAPKEMA. Tetapi karena posisi mereka adalah petani kader, yang bertugas mendampingi dan mengajari para petani di bawahnya, maka knowledge capacity mereka harus baik.

“Para petani kader harus betul-betul menguasai cara budidaya hingga proses pasca panen kopi. Dari memilih lahan tanam, penyemaian bibit, penanaman bibit, dan seterusnya, sampai pada biji hijau premium yang siap dijual atau disangrai. Untuk mendampingi dan mengajari para petani dibawah, para kader petani kopi harus mumpuni dalam hal budidaya dan pengolahan pasca panen. Sama seperti guru di kelas, dia tidak bisa dan tidak boleh mengajar dengan kepala kosong,” kata Hanok Herison Pigai, direktur YAPKEMA, yang juga instruktur pada pelatihan tersebut.

Pelatihan kali ini dirancang agak berbeda. Sepuluh petani kader dari kabupaten Paniai dibawa ke UPH Enauto Coffee, Idakotu. UPH Enauto Coffee adalah pusat aktivitas sekaligus tempat beli biji kopi dan penanganan pasca panen kopi hasil tani binaan di wilayah Meepago yang didirikan oleh YAPKEMA pada tahun 2017 di Idakotu, Mowanemani, kabupaten Dogiyai.

Fungsi inti UPH Enauto Coffee lebih kepada memastikan terjadinya proses pemasaran secara berkelanjutan melalui jenis kegiatan yang terdiri dari: pembelian biji kopi dari petani, pengolahan pasca panen, kepastian pembeli (petani dapat uang) terhadap hasil-hasil perkebunan, menyediakan teknologi terkait, dan memberikan informasi pasar yang layak dan saling menguntungkan bagi seluruh petani.

Di sana para peserta melakukan pendalaman materi tentang budidaya dan proses pasca panen kopi arabika secara intens, kemudian dilanjutkan dengan praktik di kebun percontohan dan halaman UPH Enauto.

Hanok ketika mengawali pelatihan mengatakan bahwa sengaja membawa para petani ke UPH Enauto Dogiyai, agar bisa sekaligus melihat langsung kebun percontohan, praktik dengan peralatan yang memadai, melihat contoh tempat penyemaian bibit, tempat jemur biji kopi (green house), gudang penyimpanan biji kopi, dan beberapa mesin pengolahan kopi seperti pulper (mesin pengupas kulit ceri), huller (mesin pengupas kulit gabah), mesin sangrai (roaster), mesin pengupas kulit ari, dan alat pengukur kadar air (moisture meter) di gudang.

Para peserta pelatihan sedang mendengar penjelasan dari Hanok Herison Pigai di kebun kopi percontohan Yapkema. (Dok. Yapkema)

Pigai mengawali materinya dengan menjelaskan tentang adanya keterkaitan (interaksi) antara manusia, hewan, dan tumbuhan yang saling menguntungkan. Dalam bahasa Biologi, itu disebut simbiosis mutualisme. Dalam konteks budidaya kopi, ada relasi yang mutual antara petani kopi, lebah atau kupu-kupu, dan tanaman kopi.

“Manusia menanam dan merawat kopi sampai berbunga. Di saat berbunga, lebah atau kupu-kupu akan datang hinggap dan menghisap nektar dari sari kelopak bunga sebagai makanannya. Akibatnya, tanaman kopi akan dibantu proses penyerbukannya hingga akhirnya bisa berbuah dan beregenerasi. Kopi yang ditanami petani, subur bagaimana pun, tidak akan berbuah kalau tidak ada penyerbukan dari kupu-kupu atau lebah. Lebah atau kupu-kupu tidak akan mendapatkan asupan makanan kalau tidak ada bunga tanaman kopi yang ditanami petani. Tanaman kopi tidak akan berbuah dan beregenerasi kalau tidak ada penyerbukan dari kupu-kupu atau lebah,” jelasnya.

Materi selanjutnya tentang penyemaian. Pigai menyebut dua cara perbanyakan tanaman yaitu vegetatif dan generatif. Selama ini yang dilakukan hampir semua petani kopi di Paniai adalah cara generatif.

Sebelum melakukan persemaian, kata dia, yang harus dipastikan adalah persesuaian jenis serta varietas kopi yang akan ditanam dengan ketinggian dan iklim tempat penanaman. Kemudian, untuk pembibitan, harus diambil dari biji kopi yang berkualitas/tidak cacat. Biji kopi yang direkomendasikan adalah biji kopi yang terdapat pada dompolan ketiga dari ujung dahan kopi bagian luar. Juga, biji kopi yang usia pohonnya telah melewati 10 tahun.

Adapun langkah kerjanya. Pertama, pilih lokasi yang pas. Kedua, cangkul tanah sedalam 30 cm, lalu dibuat bedengan ukuran lebar 100 cm (panjang disesuaikan). Ketiga, bedengan dilapisi pasir halus setebal 20 cm.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

Keempat, membuat atap naungan bedengan dari rumbia atau daun tebu kering menghadap ke timur atau menggunakan atap dari paranet setinggi 180 cm dengan intensitas cahaya sebesar 20%.

Kelima, membuat pola jarak tanam penyemaian benih kopi arabika dengan cara 2 x 5 cm memanjang sesuai dengan panjang bedengan.

Keenam, siram bedengan persemaian sampai lembab, kemudian benih kopi ditanam dengan cara dibenamkan sedalam kurang lebih 0,5 cm, dengan posisi permukaan benih yang rata menghadap ke bawah.

Ketujuh, setelah benih ditanam, ditaburi potongan alang-alang kering agar terlindung dari sengatan matahari langsung atau curahan air siraman.

Kedelapan, tata polybag di bedengan pembenihan.

Kesembilan, lakukan penyiraman setiap hari, hingga biji berkecambah menjadi stadium serdadu dan terbuka sepasang daunnya menjadi kepelan. Setelah benih mencapai stadium kepelan, dipindah ke media tanam (campuran tanah, kompos/serbuk/sekam) dalam polybag dan ditata dalam bedengan pembenihan.

Kesepuluh, benih dipelihara dengan cara menyiram setiap hari (kecuali saat hujan dan terjadi kelembaban). Kesebelas, lakukan  pemupukan setiap 2 minggu sekali dengan dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya, benih siap ditanam jika minimal telah memiliki 5 pasang daun dewasa dan melewati minimal 7 bulan.

Berikutnya, penanaman bibit kopi dari polybag ke lahan perkebunan.

Pigai menjelaskan, penanaman adalah kegiatan pemindahan benih ke lahan yang dilakukan pada awal musim hujan, sehingga penyulaman bisa diselesaikan pada musim yang sama. Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang mati, rusak atau tidak sehat dengan menggunakan bibit baru. Jarak antara satu pohon kopi dengan lainnya yang akan ditanam, jika bentuk kebunnya tumpangsari minimal 3 meter. Namun jika monokultur, minimal 2-2,5 meter.

“Menanam kopi tidak bisa sembarangan, karena faktor itu juga yang akan turut mempengaruhi tingkat kesuburan dan produktivitas dari kopi tersebut nantinya,” katanya.

Hanok juga membeberkan beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, pastikan penaung sementara telah berfungsi dengan baik, dengan kriteria intensitas cahaya yang diteruskan 40 – 60% dari sinar matahari langsung.

Kedua, pastikan benih yang siap ditanam telah memenuhi kriteria, yaitu telah memiliki lima pasang daun dewasa, pertumbuhan sehat (kekar), dan tidak terserang hama dan penyakit. Bila benih telah memiliki daun lebih dari 6 pasang daun dewasa, bahkan telah bercabang, maka beberapa daun dewasa digunting separuh untuk mengurangi penguapan.

Ketiga, akar tunggang yang terlalu panjang hingga keluar dari polybag harus dipotong dengan cara memotong bagian dasar polybag 2-3 cm ke bawah.

Keempat, lepaskan polybag dari benih dan menanam pada waktu yang tepat, caranya memasukan benih beserta gumpalan tanahnya ke dalam lubang sampai batas leher akar.

Kelima, menutup lubang tanam sampai tanah di sekitar benih agak menggunung (cembung). Tanahnya terbalik, tanah bagian permukaan atas di bawah, yang di bawah bagian atas.

Keenam, lakukan penyulaman kalau ada tanaman yang mati selama masih musim hujan.

Penjelasan tentang proses pengupasan kulit kopi. (Dok. Yapkema)

Selanjutnya, tentang pemangkasan tohon kopi yang terdiri dari tiga tipe yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi, dan pemangkasan peremajaan (rejuvinasi).

Tujuan dari pemangkasan (bentuk) kopi, ujar Pigai, agar pohon kopi tidak terlalu tinggi, sehingga sulit bagi petani untuk merawat dan memanen biji kopi.

Tujuan kedua, membentuk kerangka pohon menjadi lebih kuat dan seimbang. Dan ketiga, cabang-cabang lateral (di kiri kanan) bisa tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat, lebih panjang, dan lebih produktif. Pemangkasan dilakukan pada tanaman kopi yang belum berbuah (umur kurang lebih 18 bulan).

Pigai menjelaskan cara atau langkah kerjanya.

Pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan yakni gunting pangkas dan gergaji.

Kedua, memilih tanaman belum menghasilkan (TBM) setinggi kira-kira 125 cm dengan umur kurang lebih 2 tahun. Tanaman dipotong pada ketinggian 100-120 cm sebagai unit tangan tingkat pertama.

Ketiga, memotong tiga cabang primer pada ketinggian 100-120 cm dan melakukan penyunatan pada ruas ke 2-3, sedangkan cabang primer pasangannya dihilangkan. Posisi cabang primer menghadap timur-barat (untuk lahan datar). Jika lahan berkontur, posisi cabang primer sejajar arah kontur.

Keempat, membuang semua wiwilan yang tumbuh pada batang pokok sampai etape 1 tumbuh kuat dan kokoh.

Kelima, setelah etape 1 cukup kokoh, dipilih 1 tunas ortotrof yang tumbuh paling kokoh sebagai bayonet untuk membentuk etape 2. Kemudian dilakukan pemotongan pada ketinggian 160-180 cm dengan cara sama seperti pada etape 1 untuk membentuk etape 2, tetapi dengan arah berlawanan dengan etape 1.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

Pemangkasan bagian atas batang pokok tanaman kopi harus menggunakan gergaji yang tajam. Arah pemotongan pun harus miring yaitu dari bawah ke atas, sehingga air hujan tidak masuk. Bagian yang dipotong dilumasi dengan cat minyak, agar air hujan tidak masuk meresap melalui bekas potongan. Tujuannya untuk mencegah pembusukan/pelapukan tanaman.

Berikutnya, pemangkasan produksi yang biasanya dilakukan untuk membuang cabang-cabang tidak produktif.

Tipe pemangkasan ini bertujuan, pertama, memotong tunas air (wiwilan) yang tumbuh ke atas; kedua, memotong cabang cacing, cabang pecut, dan cabang balik; ketiga, memotong cabang yang terserang penyakit dan atau hama.

Pemangkasan produksi dilakukan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, dan dilakukan di awal musim penghujan. Pemangkasan dilakukan pada tanaman kopi yang tumbuh baik setelah dipanen.

Adapun cara dan langkah kerjanya.

Pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

Kedua, mengamati dan memilih pohon-pohon kopi yang kurang produktif, terserang hama penyakit, dan atau yang telah berumur tua.

Ketiga, membuang cabang-cabang yang sakit, cabang kering, cabang terserang hama penyakit, dan tunas liar (cabang pecut, cabang balik, cabang cacing) dengan menggunakan gunting pangkas atau secara manual dengan tangan.

Kegiatan pelatihan di beranda UPH Enauto Coffee. (Dok Yapkema)

Yang berikut, pemangkasan peremajaan (rejuvinasi). Pemangkasan rejuvinasi adalah pemangkasan tanaman pada tanaman tua dan kurang produktif, tetapi masih mempunyai perakaran kuat.

Dasar pertimbangan pemangkasan rejuvinasi yaitu, pertama, produksi semakin menurun, padahal perakaran pohon masih cukup baik, kedua, mutu hasil tanaman kurang memuaskan, dan ketiga, bahan tanaman tidak unggul dan jelek.

Bagaimana cara dan langkah kerjanya?.

Pertama, menyiapkan alat berupa gergaji dan gunting pangkas.

Kedua, mengamati kebun kopi yang siap diremajakan.

Ketiga, memotong tanaman setinggi 40 cm di atas permukaan tanah.

Keempat, membiarkan tunggul tanaman tumbuh wiwilan baru.

Kelima, menyeleksi wiwilan yang akan ditumbuhkan dan membiarkan 1 wiwilan yang tumbuh paling bawah.

Keenam, menyambung wiwilan dengan varietas baru yang lebih produktif atau membiarkan wiwilan menjadi cabang yang lebih produktif.

Pemangkasan tipe ini dilakukan pada kebun kopi tidak produktif. Selain itu, rejuvinasi cocok pada akhir suatu tahun panenan besar pada waktu akhir musim kemarau, menjelang musim hujan. Sehingga pada musim penghujan, wiwilan tumbuh cepat dan subur.

Berikutnya, pembuatan rorak. Rorak adalah galian lubang angin dengan ukuran panjang x lebar x dalam = 60 cm x 60 x 60 cm, yang dibuat di sebelah pokok tanaman, sejajar dengan ujung dahan bagian luar tanaman kopi.

Ada beberapa fungsi rorak, yaitu: peremajaan akar, pembuangan angin, lubang drainase, penyimpanan air, dan tempat penumpukan kompos.

Rorak dapat diisi dengan serasah tanaman kopi atau sisa hasil pangkasan, kotoran hewan dan gulma, hingga penuh dan ditutupi dengan tanah. Jika rorak pertama penuh, bikin baru lagi di sebelahnya, hingga mengelilingi tanaman kopi.

Kompos yang dihasilkan setelah beberapa waktu bisa ditaburkan ke piringan tanaman untuk kesuburan. Piringan tanaman maksudnya lingkaran area berjarak 1 meter dari pokok tanaman yang selalu dipertahankan kebersihannya dari gulma.

Adapun cara atau langkah kerjanya yaitu, pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan (cangkul/sekop, gancu/linggis, meteran); kedua, membersihkan lahan dari semak belukar pada lokasi rorak.

Ketiga, melakukan pengukuran untuk menentukan lokasi rorak; keempat, menggali rorak dengan menggunakan cangkul/sekop; dan kelima, memasukkan serasah ke dalam rorak hingga penuh, ditutup dengan tanah dan buat rorak lagi di sebelahnya.

Pigai mengatakan, tanaman kopi dapat bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang berlimpah apabila mendapatkan nutrisi yang cukup dari tanah, dan pencahayaan sinar matahari yang cukup.

Pengelolaan pohon penaung pada tanaman kopi diperlukan untuk mengurangi dampak buruk akibat kelebihan maupun kekurangan paparan sinar matahari terhadap tanaman kopi.

“Pohon penaung tidak boleh terlalu rimbun, karena dapat membuat areal pertanaman kopi lembab dan tidak cukup mendapatkan sinar matahari. Karena penyebab bentukan primordial bunga (yang merupakan cikal-bakal buah kopi) pada tanaman kopi adalah sinar matahari,” jelasnya.

Peserta pelatihan saat berkunjung ke gudang penyimpanan biji kopi dan tempat penjemuran biji kopi hijau (green house) milik UPH Enauto. (Dok. Yapkema)

Tanaman penaung harus secara rutin dipangkas agar memberikan dampak yang optimal bagi produktivitas tanaman kopi. Pemangkasan pohon penaung bertujuan memberi cahaya matahari, mempermudah peredaran udara dalam area pertanaman, dan mengurangi kelembaban (terutama di musim penghujan).

Berikutnya, pemanenan buah kopi dalam suatu pohon harus dilakukan dengan cermat oleh petani supaya hanya buah kopi yang merah yang dipanen. Buah kopi hijau dan kuning belum dikategorikan buah kopi yang masak. Karena itu, pemetikan buah kopi harus selalu dilakukan pada buah yang betul-betul merah agar diperoleh mutu biji kopi yang baik.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

“Tidak boleh petik buah kopi yang masih hijau, hijau kekuningan, kuning kemerahan, buah kelewat masak yang berwarna merah tua kehitaman atau sebagian sudah kering, dan satu lagi yang hampir selalu dilakukan para petani adalah mengambil yang sudah jatuh ke tanah. Sortasi biji kopi dimulai pada tahapan pemetikan buah. Kecermatan dalam pemetikan buah menentukan kualitas,” ujar Pigai.

Karena waktu masaknya buah kopi tidak bersamaan, kata dia, panen buah kopi merah harus dilakukan pada saat yang tepat dan dilakukan bertahap. Biasanya juga tergantung keadaan iklim setempat.

“Pemetikan buah kopi merah dilakukan satu per satu pada masing-masing rangkaian buah kopi yang ada di pohon. Cara petiknya diputar ke kanan atau ke kiri, sehingga terlepas dengan sendirinya dari dompolan. Tidak boleh dipetik secara kasar atau ditarik, untuk mencegah luka pada dompolan dan ranting. Jika pada dompolan terdapat luka, maka tidak akan berbuah pada musim-musim berikutnya. Kemudian, buah yang telah dipanen harus segera diolah pada hari yang sama. Penundaan waktu pengolahan akan menyebabkan penurunan mutu fisik biji maupun citarasa dari kopi di kemudian hari,” tutur Hanok menggunakan bahasa daerah.

Setelah penyampaian materi yang dilakukan di udara bebas, yakni di beranda UPH Enauto, selanjutnya para peserta diarahkan untuk melihat langsung bibit kopi yang dikoker dalam polybag di rumah paranet di bagian belakang. Satu bibit diambil dan dibawa oleh peserta untuk melakukan praktek penanaman bibit ke lahan, nantinya.

Setelah melihat tempat pembibitan, peserta bergeser ke sebelahnya untuk melakukan praktik penyemaian benih bibit kopi. Kemudian dilanjutkan dengan praktik pembuatan rorak, pemanenan buah, dan penanaman bibit kopi dari polybag ke lahan tanam.

Sejumlah pertanyaan disampaikan para peserta pelatihan sembari melakukan praktik. Misalnya, kenapa tumbuhan penaung di kebun percontohan UPH Enauto pohon lamtoro, karena kami punya cemara? Apa kelebihan dan kekurangan penaung lamtoro dan cemara? Berapa jarak pohon penaung yang ideal jika menggunakan pohon lamtoro?.

Peserta juga bertanya, “Kenapa biji kopi untuk penyemaian bibit harus dari dompolan ketiga dari dahan terluar dan bagus?.”

Selanjutnya, untuk praktik proses pasca panen, menggunakan biji kopi yang dipetik sendiri oleh peserta pelatihan saat praktik pemanenan buah kopi di kebun percontohan. Biji-biji kopi yang dipetik dirambang terlebih dulu, dipilah biji yang baik dan tidak baik, kemudian yang baik sebagian kecil dipisahkan untuk proses natural. Lainnya dikupas menggunakan mesin pengelupasan kulit merah (pulper) manual, lalu dipisahkan buah dari kulit cerinya.

Peserta pelatihan berpose bersama pimpinan dan staf Yapkema usai kegiatan pelatihan di UPH Enauto Coffee. (Dok. Yapkema)

Peserta dijelaskan bahwa kulit ceri bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, pupuk kompos, dan pembikinan teh. Carcara namanya. Setelah semua biji dikumpulkan, dipisahkan menjadi tiga. Satunya untuk proses honey, satunya untuk proses full wash, satunya lagi untuk proses semi wash. Kepada peserta dijelaskan cara dan langkah-langkahnya.

Proses pasca panen kopi, kata Hanok, terdiri dari 2 metode, yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah, dikenal 2 proses yaitu: full washed dan semi washed.

“Full washed adalah biji kopi yang setelah dikupas kulit cerinya, difermentasi, dicuci hingga betul-betul bersih, dijemur (12%), dikupas kulit gabahnya, disortir, dan dijual dalam bentuk biji hijau (12%). Sedangkan semi washed adalah biji kopi yang setelah dikupas kulit cerinya, difermentasi, dicuci sedikit, dijemur (40%), dikupas kulit gabahnya, disortir, dan dijual dalam bentuk biji hijau (12%),” bebernya.

Untuk metode kering, kata Pigai, ada dua proses, yaitu proses honey dan proses natural.

“Proses honey adalah biji kopi yang setelah dikupas kulit cerinya, langsung dijemur sampai dengan kering, dikupas, disortasi, dan dijual dalam bentuk biji hijau (12%). Yang terakhir, proses natural, yaitu biji yang setelah dirambang (sortasi), langsung dikeringkan, dikupas, disortasi, dan dijual dalam bentuk biji hijau (12%).”

Hanok menyebut proses honey dan natural ini lebih lama waktu penjemurannya, namun cita rasanya lebih terjaga dan baik.

Kegiatan paling terakhir dari semua rangkaian pelatihan kali ini yaitu melihat langsung mesin-mesin produksi kopi, seperti pulper, huller, mesin sangrai (roaster), mesin pengupas kulit ari, dan alat pengukur kadar air.

Mereka juga berkunjung ke gudang penyimpanan biji kopi dan tempat penjemuran biji kopi hijau (green house) milik UPH Enauto. (Adv)

Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Melaporkan Terjadi Pengungsian Internal di Paniai

0
Pengungsian internal baru-baru ini dilaporkan dari desa Komopai, Iyobada, Tegougi, Pasir Putih, Keneugi, dan Iteuwo. Para pengungsi mencari perlindungan di kota Madi dan Enarotali. Beberapa pengungsi dilaporkan pergi ke kabupaten tetangga yakni, Dogiyai, Deiyai, dan Nabire.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.