Ratusan Imam Katolik di Tanah Papua Serukan Perdamaian

0
1251

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — 194 Imam Katolik se-Papua menegaskan segera hentikan operasi militer di Tanah Papua. Para Pastor berharap, dialog dan rekonsiliasi adalah solusi menyelesaikan konflik berkepanjangan di Tanah Papua.

Pastor Alberto John Bunai, Pr, mengatakan, pemerintah suka cita sukseskan PON XX Papua, tetapi masyarakatnya duka cita mendalam yang sedang dialami umat Tuhan di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Kiwirok, dan Maybrat.

“Untuk memecahkan akar masalah perlu ada dialog dan rekonsiliasi dengan cara bermartabat demi menyelesaikan konflik terlama di Tanah Papua,” ujarnya saat jumpa pers tentang seruan moral 194 Pastor Katolik, Kamis (11/11/2021) di Paroki Kristus Terang Dunia, Waena, Kota Jayapura, Papua.

Sebagai tugas Gereja menyuarakan jeritan umat Tuhan yang tak bersuara, lanjut John, pemerintah diminta hentikan operasi militer yang sedang berlangsung hingga warga sipil korban pembunuhan, kekerasan, dan pengungsian di beberapa tempat di Tanah Papua.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

“Hentikan operasi militer. Bebaskan warga sipil salah tangkap di Maybrat. Di Kiwirok ratusan rumah warga dibombardir pasukan keamanan. Bom jenis roket ditembakkan dari udara dengan menggunakan helikopter. Tetapi beberapa gagal meledak. Ratusan warga sipil dikabarkan mengungsi hingga ke PNG. Belum diperkirakan berapa korban nyawa dan rumah yang hancur. Banyak orang yang sakit dan meninggal karena lapar di hutan. Saat ini rakyat butuh bantuan kemanusiaan,” tuturnya.

ads

“Seharusnya pemerintah menciptakan kedamaian demi kemanusiaan, keadilan, kebenaran dan keselamatan hidup orang asli Papua.”

Pastor John mengungkapkan, sekitar 58 tahun konflik politik ideologi antara orang asli Papua (OAP) dan pemerintah Indonesia berlangsung, konflik memicu lahirnya kekerasan bersenjata di Tanah Papua hingga kini.

“Sehingga peran utama Gereja adalah sebagai pembawa damai dan penegak keadilan, tidak boleh diam terhadap berbagai kenyataan, harus kita bersuara untuk mereka yang tak bersuara,” ujarnya.

Baca Juga:  Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

Para pemimpin Gereja menurutnya bersuara demi keamanan dan kedamaian. Tidak ada kepentingan individu maupun kelompok dalam politik praktis dan serupa lainnya.

“Kami bersuara karena kami merindukan suasana yang aman, agar ada kedamaian, keadilan, dan kerukunan di atas tanah Papua ini.”

Lebih lanjut dikemukakan, karena kepentingan sekelompok elit dengan tambang emas di Papua, orang asli Papua korban kekerasan atas hak ulayat.

“Warga Papua hanya menjadi korban atau daerah yang menjadi korban dari eksploitasi sumber daya alam tanpa keadilan dan transparansi. Seperti kita ketahui hasil penelitian YLBHI, JATAM, ICW, KontraS, WALHI, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Sajogja Institute,” bebernya.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Di kesempatan sama, Pastor Agustinus Yerwuan, OFM, mengingatkan, semua orang diciptakan oleh Tuhan serupa denganNya dan ditempati di berbagai daerah termasuk di Tanah Papua.

“Karena itu, semua yang hidup di Tanah Papua dan semua pihak yang terkait harus mengingat dengan baik sebagai orang beragama atau juga sebagai orang yang memiliki kepedulian akan damai dan cinta,” kata Yerwuan.

Imam Fransiskan ini berharap, semua pihak berdoa dan kerja sama untuk menghentikan kekerasan bersenjata di Tanah Papua.

“Harapan kami, doa dan kerja sama semua pihak, elemen masyarakat, baik yang berkepentingan yang sering mengganggu kenyamanan dan kedamaian, TNI-Polri maupun TPNPB harus berhenti berperang atau gencatan senjata, lalu memelihara kemanusiaan yang adil dan beradab di Tanah Papua ini,” pintanya.

Pewarta: Atamus Kepno
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaDua Pemain PON Papua Sudah Bergabung dengan Persipura
Artikel berikutnyaPekan Depan, Persipura Jumpa Boaz di Yogyakarta