Tanah PapuaMeepagoMAI Papua Buka Komunitas Literasi di Deiyai, Ini Tujuannya

MAI Papua Buka Komunitas Literasi di Deiyai, Ini Tujuannya

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Masyarakat Adat Independen (MAI) Papua kabupaten Deiyai membuka sebuah komunitas literasi di bukit Mugouda, Tigidoo, distrik Tigi. Komunitas literasi yang dibuka akhir Oktober 2021 itu diberi nama ‘Lapak Baca’.

Sonny Dogopia, koordinator komunitas literasi Lapak Baca Deiyai, kepada suarapapua.com, Sabtu (13/11/2021), mengatakan, literasi kini sudah harus dijadikan sebagai sebuah semangat baru bagi orang Papua mengingat selalu diperhadapkan dengan saratnya dinamika antipati yang menindas.

Dengan adanya komunitas literasi yang terletak tak jauh dari komplek perkantoran Pemkab Deiyai, harap Dogopia, mendorong masyarakat Deiyai agar semakin peka, independen dan kritis menelaah berbagai dinamika kehidupan yang terjadi di Deiyai dan Papua, juga nasional serta internasional.

“Kami mau mengajak merangsang pola pikir masyarakat Deiyai melihat berbagai dinamika yang terjadi dan dialami masyarakat maupun secara umum. Agar kemudian kita dapat berpikir melakukan apa sekarang untuk kehidupan lebih baik kedepan,” jelasnya.

Baca Juga:  PWI Pusat Awali Pra UKW, 30 Wartawan di Papua Tengah Siap Mengikuti UKW

Dogopia membeberkan manfaat dari literasi sangat komplit, diantaranya meningkatkan kemampuan membaca, menulis, berbicara, menganalisis, memahami serta melahirkan ide-ide.

“Hal-hal inilah yang menjadi alasan utama kami membuka komunitas literasi di Deiyai. Apalagi zaman semakin maju. Semua orang sekarang dituntut harus mampu beradaptasi dan bersaing,” tuturnya.

Menurut Dogopia, literasi dalam konteks membaca buku tak bisa dijadikan sebagai pengisi waktu luang.

“Perlu dipahami dengan baik tentang literasi. Manfaatnya besar, karena literasi adalah mesin pendobrak pola pikir. Melatih orang untuk berpikir dan bergerak langkah demi langkah, meski prosesnya memang butuh waktu.”

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Komunitasnya dibuka setiap Kamis dan Jumat.

Hingga Jumat (12/11/2021), masuk hari kelima sejak dibuka akhir bulan lalu.

“Waktunya sama, Kamis dan Jumat, dari jam satu sampai lima sore,” kata Sonny.

Bacaan yang disediakan beragam, yakni buku ekonomi-politik, sosial-budaya, belajar Exel, Photoshop, bahasa Inggris, Tok Pidgin, menulis surat resmi, rancang blogspot dan beriklan, serta menulis artikel.

“Kami juga akan belajar apa itu buletin, majalah, koran, dan bagaimana menulis berita,” imbuhnya.

Banyaknya buku bacaan, ia berharap masyarakat Deiyai, pelajar, mahasiswa, termasuk pegawai maupun lainnya yang ada bisa berkunjung pada hari yang sudah ditentukan.

“Untuk umum. Siapa saja kami harap yang ada di Deiyai bisa datang untuk baca. Kita belajar sama-sama saling bagi ilmu,” harap Dogopia.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Ferdinand Mote, salah satu ASN di kabupaten Deiyai, mengaku senang dengan adanya komunitas yang menyediakan beragam buku untuk dibaca secara gratis. Juga tempatnya di ruang bebas.

“Tempatnya bebas, kami senang sekali. Ini hal baru, karena biasanya dalam ruangan. Luar biasanya lagi, buku yang disediakan gratis untuk kita baca. Untuk saya, banyak ilmu baru saya dapat berkaitan dengan pekerjaan (saya) di kantor. Harapannya komunitas ini bisa bertahan lama dan berkembang jadi besar,” tuturnya.

Mote juga mengaku siap membantu kembangkan komunitas literasi tersebut.

“Saya akan ajak teman-teman lain. Datang baca, dan kita bersama-sama bantu supaya bikin tempat yang layak, minimal pondok dengan suasana yang tetap bebas,” kata Ferdinand.

Pewarta: Stevanus Yogi
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.