BeritaPerang di Papua, Tetapi Ingin Jadi Pahlawan di Ukraina

Perang di Papua, Tetapi Ingin Jadi Pahlawan di Ukraina

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Gustaf Kawer, Praktisi Hukum di Papua mengatakan bahwa perang dapat meningkatkan kekacauan, kemiskinan, dan sakit penyakit (wabah). Perang ini juga ada dimana-mana, termasuk yang paling banyak di negara dunia ketiga. Pernyataan Kawer berkaitan dengan invasi Russia kepada Ukraina.

Serupa kata Gustaf Kawer adalah Indonesia, di mana Indonesia merupakan salah satu negara dunia ketiga yang menurutnya gemar berperang melawan rakyatnya sendiri, paling banyak dan yang terlama ada di tanah Papua.

Menurutnya, perang itu (Indonesia atas tanah Papua) telah ada sejak tahun 1961 (Sejak Trikora dikumandangkan) hingga saat ini (60 Tahun lebih). Bukti dari perang itu masih terjadi di tanah Papua hingga saat ini. Yang terbaru adalah kekacauan yang masih terjadi di Puncak Jaya, Intan Jaya, Nduga, dan hampir merata di beberapa daerah di pegunungan, termasuk yang terjadi di Maybrat, Papua Barat.

Kemiskininan di tanah Papua juga mencapai angka tertinggi di Republik Indonesoa, begitu juga tingkat kesehatannya sangat rendah. Situasi yang paling memprihatinkan ini dialami oleh pengungsi-pengungsi dibeberapa daerah konflik yang angkanya mencapai kurang lebih 60.000 orang.

Baca Juga:  Dewan Pers Membentuk Tim Seleksi Komite Perpres Publisher Rights

“Perhatian kita kini di perang antara Rusia vs Ukraina, sementara Indonesia menurut wacana di beberapa media ingin tampil sebagai negara yang berperan mendukung perdamaian dunia dengan berinisiatif menjadi “mediator” bagi perang ini. Pemerintah Indonesia ingin menunjukan bahwa negara lain sebagai pihak yang mempunyai andil untuk menciptakan perdamaian dunia,” kata Kawer dalam pernyataanya kepada suarapapua.com pada, Rabu (2/3/2022).

Dikatakan, saat ramai perhatian dunia untuk perang Rusia vs Ukraina, ratusan prajurit TNI dari beberapa daerah di Indonesia dikirim ke perbatasan Papua dan Papua New Guinea, serta beberapa daerah di pegunungan, ditambah pasukan organik dan non organik maka telah ada puluhan ribu pasukan di Papua.

“Jika negara ini ingin tampil menciptakan perdamaian dunia, seharusnya yang ditunjukan di daerah ini, bukan mengirim puluhan ribu pasukan, tetap cukup mengirim puluhan atau ratusan dokter dan tenaga pendidikan di daerah konflik untuk menjawab problem kesehatan dan pendidikan yang tentunya berdampak bagi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan di tanah Papua.”

Baca Juga:  Pembagian Selebaran Aksi di Sentani Dibubarkan

Katanya, negara ini gemar dengan “sinetron” yang mematikan akal sehat, “Perang di sini, Ingin Jadi Pahlawan di Sana”.

Pernyataan serupa disampaikan Gubernur Provinsi Oro Papua New Guinea dan Anggota Parlemen nasional PNG, Garry Victor Juffa. Menurutnya setiap invasi suatu bangsa akan memiliki keprihatinan dan pendapat yang kuat dari berbagai perspektif, dan semua orang setuju hal itu.

‘Yang membuat saya penasaran adalah keheningan yang memekakkan telinga dari negara-negara yang sama yang mengungkapkan keprihatinan serius tentang invasi ke Ukraina yang tidak mengatakan apa-apa tentang invasi ke Papua Barat,” tukas Garry Juffa.

“Apa perbedaan antara sesama orang Melanesia di Papua Barat dan warga Ukraina yang baik. Bolehkah saya bertanya?”

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

“Mengapa tidak ada kecaman global dan tidak ada doa dan tidak ada kekhawatiran yang dialamatkan untuk West Papua? Apa yang terjadi di Papua Barat telah berkembang melampaui invasi yang menjadi genosida skala penuh terhadap suatu masyarakat.”

“Mengapa tidak ada satu pun media barat yang menyebut tentang orang Melanesia dan orang Pasifik? Apakah karena kita adalah orang-orang yang inferior? Apakah karena orang Melanesia di Papua Barat bukan warna kulit atau etnis yang tepat untuk mendapat perhatian dari otoritas global?”

“Apa pun itu, dapatkah seseorang yang berwenang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Melanesia ini?” pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menanggapi perang antara Russia dan Ukraina melalui akunt resmi twitternya dengan menyatakan stop berperang, karena perang itu menyengsarakan.

“Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia,” tukas Presiden Jokowi belum lama ini.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.