Stop Kriminalisasi Warga Sipil dan Siswa di Kabupaten Puncak

0
709

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Forum Solidaritas Mahasiswa Papua (FSMP) di kota studi Makassar mendesak pemerintah Republik Indonesia segera menghentikan kriminalisasi terhadap warga sipil dan para siswa di kabupaten Puncak, Papua.

Penegasan disampaikan saat jumpa pers, Senin (7/3/2022), menyikapi dinamika akhir-akhir ini di wilayah kabupaten Puncak.

Pernyataan tertulis yang diterima suarapapua.com, FSMP menyatakan, penguasa negara masif menjadikan Tanah Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) yang terbukti dari tindakan represif dengan melakukan penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap rakyat Papua khususnya di kabupaten Puncak.

“Sejak operasi militer berlangsung di kabupaten Puncak pada tahun 2019, berbagai tindakan aktif dan pasif dilakukan oleh oknum aparat TNI dan Polri,” ujarnya dalam siaran pers.

Dibeberkan, korban jiwa hingga gelombang pengungsian warga sipil terus terjadi hingga kini.

ads
Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Lince Kegou, anggota FSMP Makassar menyayangkan nasib tragis yang sedang menimpa rakyat sipil Papua di kabupaten Puncak.

“Masyarakat mengungsi kemana-mana tinggalkan rumah di kampung mereka. Sampai kapan mereka mau rasakan damai? Negara jangan korbankan rakyat sipil,” tuturnya.

Tercatat beberapa kejadian tragis menimpa anak-anak Puncak. Pada Jumat (20/11/2020), tindakan represif aparat keamanan hingga tewaskan 3 pelajar SMA di gunung Tuwebaga dari distrik Gome menuju ke distrik Agandugume.

Kasus penganiayaan hingga pembunuhan kembali dilakukan dan menimpa tujuh anak sekolah dasar (SD) di distrik Sinak, kabupaten Puncak, Selasa (22/2/2022).

“Akibat dari tindakan aparat itu menyebabkan satu anak meninggal dunia, atas nama Makilon Tabuni, murid kelas enam SD,” beber FSMP Makassar.

Baca Juga:  Kapendam Cenderawasih: Potongan Video Masih Ditelusuri

Sejumlah tindakan tersebut yang dinilai melanggar Undang-undang perlindungan anak nomor 9 tahun 2012 tentang pengesahan protokol opsional konvensi hak-hak anak mengenai keterlibatan dalam konflik bersenjata dan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuasaan dalam tindakan Kepolisian serta melanggar Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan dasar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri.

“Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin segera tarik militer organik dan non organik dari seluruh Papua dan khususnya kabupaten Puncak,” desak FSMP.

Mereka menyampaikan tuntutan kepada pemerintah kabupaten Puncak dan bupati Puncak segera tarik surat izin untuk operasi militer selama 30 hari. Alasannya, sudah melebihi batas waktu.

“Dan segera menangani kasus kekerasan terhadap anak-anak di bawah umur di distrik Sinak sampai ke proses hukum.”

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

FSMP juga menyatakan menolak tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat sipil dan anak-anak siswa di kabupaten Puncak.

“Hentikan sikap TNI dan Polri yang main hakim sendiri atau sewenang-wenang terhadap rakyat Papua.”

Selain itu, “Stop menggunakan fasilitas pendidikan sebagai penampungan basis pasukan militer Indonesia.”

Aparat TNI dan Polri juga didesak untuk segera bertanggungjawab atas kematian Makilon Tabuni dan kawan-kawannya.

Selanjutnya, FSMP mendesak pemerintah segera membuka akses jurnalis internasional dan nasional untuk meliput konflik di Tanah Papua khususnya di kabupaten Puncak.

“Kami menolak tim investigasi bentukan militer dan mendesak Komnas HAM untuk segera membentuk tim investigasi independen,” tegasnya.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaSelain Puluhan Motor, Polres Jayawijaya Amankan Noken Bermotif BK dan Senjata Tajam
Artikel berikutnyaVideo: Rakyat Papua Lumpuhkan Wamena Tolak Pemekaran Provinsi di Tanah Papua