BeritaPolhukamMahasiswa dan Rakyat Papua Serahkan Aspirasi Tolak Pemekaran ke MRP

Mahasiswa dan Rakyat Papua Serahkan Aspirasi Tolak Pemekaran ke MRP

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Mahasiswa bersama rakyat Papua bertatap muka dengan pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Kamis (24/3/2022), membahas aspirasi tolak pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Tanah Papua.

Audiens dipimpin Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) didampingi anggota MRP Diana Matuan, Engelbertus Kasipmabin, Pipina Wonda, Nikolaus Degei, dan Felisitas Kabagaimu.

Dalam audiens di ruang rapat kantor MRP, Salmon Wantik, presiden mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen), menegaskan, kehadiran mereka hendak menyampaikan pokok-pokok pikiran sehubungan dengan maraknya konflik di Tanah Papua yang kemudian diperparah dengan pemberlakuan Otsus jilid dua dan rencana pembentukan DOB tanpa mendengar suara rakyat di provinsi tertimur ini.

“Otsus dan DOB hadir sebagai jembatan untuk membunuh dan menghabiskan orang asli Papua. Indonesia dengan begitu bisa leluasa mengambil dan menguasai SDA yang ada di Tanah Papua, sedangkan orang Papua semakin tersingkir dan termarjinalisasi di atas tanahnya sendiri. Dengan melihat dampak positif dan negatif, Otsus dan pemekaran lebih banyak membawa dampak negatif bagi rakyat orang asli Papua dan harus kita sadari itu,” ujarnya.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Lanjut Salmon, MRP sebagai lembaga representatif orang asli Papua harus ketahui bahwa dari tahun 1961 orang asli Papua sudah menolak segala macam tawaran dari Jakarta baik itu Otsus maupun pemekaran hingga hari ini.

“Para elit Papua harus sadar, terutama para bupati yang mengemis minta pemekaran sama Jakarta bahwa hari ini mahasiswa dan rakyat Papua berdarah-darah menolak Otsus dan pemekaran. Mereka ini dapat aspirasi dari mana sampai selalu bicara mengatasnamakan rakyat Papua minta pemekaran,” tegasnya.

Selama 20 tahun Otsus diimplementasikan di Tanah Papua, kata Salmon, tidak memberikan dampak signifikan bagi orang asli Papua. Yang terjadi justru ada transmigrasi besar-besaran orang non Papua datang menguasai semua sektor baik ekonomi, pemerintahan (PNS) dan lain-lain.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

“Orang asli Papua tersingkir betul dan saat ini menjadi penonton. Hampir di setiap kabupaten dan kota, ruko milik warga non Papua di sepanjang jalan. Itu satu contoh saja. Terus, apa keberhasilan dari Otsus itu sendiri dalam memberdayakan masyarakat asli Papua? Stop bicara Otsus dan pemekaran kalau semua sektor orang non Papua yang akan kuasai,” ujarnya.

Dengan berbagai alasan dan melihat dinamika selama ini, mahasiswa bersama rakyat Papua secara tegas menolak Otsus dan pemekaran DOB di seluruh Tanah Papua.

Timotius Murib, ketua MRP, menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa Papua yang terus konsisten berjuang menolak Otsus jilid 2 dan pemekaran di Tanah Papua. Misi sama juga sedang diperjuangkan lembaga MRP di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

 “MRP pada sikap menolak pemekaran DOB dan perubahan kedua UU Otsus nomor 2 tahun 2021, dimana perubahan tersebut sangat merugikan rakyat orang asli Papua,” ujar Murib.

MRP meminta kepada pemerintah pusat untuk menunda rencana pemekaran provinsi sejalan dengan moratorium pemekaran wilayah yang diberlakukan presiden Joko Widodo di seluruh Indonesia.

“MRP secara mekanisme lembaga juga terus dan akan terus sampaikan kepada Jakarta (negara) bahwa rakyat Papua saat ini tidak membutuhkan pemekaran, melainkan kehidupan dengan melakukan dialog antara Papua dan Jakarta secara damai dan bermartabat,” tandasnya.

Usai audiens, mahasiswa bersama rakyat Papua tolak DOB menyerahkan aspirasi penyataan sikap kepada pimpinan MRP di hadapan anggota MRP dan mahasiswa Papua di ruang rapat kantor MRP.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Orang Mee dan Moni Saudara, Segera Hentikan Pertikaian!

0
“Kami tegaskan, jangan terjadi permusuhan sampai konflik diantara orang Mee dan Moni. Semua masyarakat harus tenang. Jangan saling dendam. Mee dan Moni satu keluarga. Saudara dekat. Cukup, jangan lanjutkan kasus seperti ini di Nabire, dan di daerah lain pun tidak usah respons secara berlebihan. Kita segera damaikan. Kasus seperti ini jangan terulang lagi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.