Nasional & DuniaBenny Wenda Tantang Indonesia Izinkan Kunjungan PBB Sebelum Pertemuan G20

Benny Wenda Tantang Indonesia Izinkan Kunjungan PBB Sebelum Pertemuan G20

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Presiden Sementara ULMWP Benny Wenda menyampaikan sejumlah hal sehubungan dengan situasi terkini di Papua Barat, menyusul seruan Sesepuh Pasifik kepada pemerintah Indonesia mengizinkan Komisaris Tinggi HAM PBB berkunjung ke Papua Barat.

Sebagaimana diwartakan Pacific Islands News Association (PINA) edisi 26 April 2022, Benny menegaskan, Indonesia tidak berhak mengatur Papua Barat dengan kebijakan membagi-bagi wilayah sebagai upaya penaklukan demi mengeruk kekayaan alam.

“Saya ingin berterima kasih kepada semua Tetua Pasifik atas pernyataan mereka baru-baru ini yang mendukung kunjungan ke Papua Barat oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, dan mendesak Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk meloloskan mosi di Papua Barat. Para Sesepuh Pasifik telah mengingatkan para pemimpin dunia bahwa kunjungan tersebut harus dilakukan sebelum pertemuan G20 di Bali, November 2022,” tuturnya.

Benny juga menyambut baik pernyataan Menteri Luar Negeri Selandia Baru yang baru-baru ini menambahkan suaranya pada seruan untuk kunjungan PBB ke Papua Barat.

“Langkah ini memberi kami keyakinan bahwa tetangga kami secara serius mendorong akses PBB. Kami berharap para pemimpin lain di kawasan ini akan terus melanjutkan seruan mereka di Forum Kepulauan Pasifik tahun 2019. Menambahkan pernyataan Uni Eropa, lebih dari 100 negara kini telah menyerukan Indonesia untuk berhenti memblokir Komisaris Tinggi.”

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

Terlepas dari tekanan internasional ini, Benny menyayangkan kebijakan pemerintah Indonesia mencabut beasiswa bagi ratusan putra-putri Papua Barat di seluruh dunia.

“Indonesia lebih peduli untuk merebut sumber daya kita, menghancurkan hutan kita dan bekerja dengan perusahaan internasional seperti Freeport, daripada dengan pendidikan dan masa depan rakyat saya.”

Lanjut Benny Wenda, “Indonesia sering membenarkan penjajahannya atas tanah kami dengan berbicara tentang dugaan kurangnya sumber daya manusia Papua Barat, tetapi sekarang mereka meninggalkan siswa terbaik kami, menghancurkan masa depan cerah mereka. Anda tidak dapat berbicara tentang pembangunan sambil mencabut beasiswa siswa.”

Menyikapi hal itu, Benny akui, Selandia Baru telah memimpin dengan memberikan visa baru kepada siswa Papua Barat.

“Pemerintah Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Uni Eropa, memiliki kewajiban moral untuk mengikuti contoh ini dan membantu para siswa ini, yang masa depannya dihancurkan oleh permainan politik negara Indonesia. Anda berinvestasi di tanah kami, mengambil emas kami karena rakyat kami menderita. Anda harus menggunakan sistem pendidikan Anda untuk membantu para siswa yang membutuhkan ini.”

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Benny mengungkapkan, “Uni Eropa terus berinvestasi di negara kita, negara yang diduduki secara ilegal. Anda harus berurusan dengan Pemerintah Sementara ULMWP, bukan penjajah kolonial.”

Lebih jauh dibeberkan, “Hingga 100.000 orang Papua Barat telah mengungsi sejak Desember 2018, dan pakar hak asasi manusia PBB baru-baru ini mengkonfirmasi adannya kasus pembunuhan anak, penghilangan dan penyiksaan di bawah kekuasaan Indonesia. Jika Anda berinvestasi dalam hal ini, Anda berinvestasi dalam genosida.”

Benny menyebut pengungsian ini adalah produk dari operasi militer Indonesia untuk melindungi kepentingan ekonomi mereka seperti rencana pertambangan emas di Blok Wabu, kabupaten Intan Jaya.

“Amnesty Indonesia juga telah mengkonfirmasi bahwa seorang jenderal Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kelautan Indonesia, secara pribadi memiliki investasi dalam Blok Wabu.”

Ia juga menentang kebijakan Indonesia memperpanjang penderitaan rakyat Papua Barat dengan adanya rencana pemekaran daerah otonom baru (DOB).

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

“Upaya baru untuk membagi Papua Barat menjadi lebih banyak provinsi adalah bagian dari strategi militer untuk membagi dan menaklukkan,” ujar Wenda.

Benny berharap, “Sudah waktunya bagi Indonesia untuk membiarkan Komisaris Tinggi menyaksikan berbagai pelanggaran dengan matanya sendiri. Pemerintah Sementara dan rakyat West Papua siap menyambutnya ke wilayah kami. Kemudian kita akan melihat klaim siapa yang benar, apakah pemerintah Indonesia, yang berpendapat tidak ada pelanggaran hak asasi manusia, atau kami, yang bersikeras bahwa pelanggaran hak asasi manusia menuju genosida terus berlanjut setiap hari.”

Di akhir pernyataannya, Benny menambahkan, “Seperti yang telah saya nyatakan secara konsisten sejak 2019, saya siap untuk duduk bersama presiden Indonesia untuk menemukan solusi yang langgeng, damai, dimediasi internasional yang baik untuk rakyat Indonesia dan baik untuk rakyat Papua Barat. Ini bukan masalah internal, nasional. Tidak. Kekuatan besar seperti Inggris, Amerika, dan Australia menjual kami ke Indonesia pada tahun 1960-an. Mereka sekarang harus membantu memperbaiki kesalahan sejarah itu dan menegakkan hak fundamental kami untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum kemerdekaan.” (*)

Sumber: PINA

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.