BeritaPembangunan di Kota Sorong Tidak Ramah Lingkungan

Pembangunan di Kota Sorong Tidak Ramah Lingkungan

SORONG, SUARAPAPUA.com— Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Kota Sorong dinilai tidak ramah lingkungan dan semakin merusak lingkungan, baik di wilayah daratan maupun di pinggir laut. Dimana akibat pembangunan itu mengakibatkan tertutupnya ruang hijau, termasuk meluasnya tumpukan sampah pelastik dan botol di mana-mana.

Hal itu disampaikan Fransiskus Mofu, salah satu pemuda Sorong ketika melihat kondisi kota Sorong yang pembangunannya tidak ramah lingkungan. Fransikus sendiri memahami hal itu karena berpengalaman menimba ilmu di luar kota Sorong dan bahkan Papua Barat.

Termasuk pembangunan reklamasi di sepanjang tembok Berlin Sorong kata Fransiskus telah mendatangkan dampak negatif bagi masyarakat di pulau Dom. Ia mengakui, sebelumnya air lau jauh dari tepian pulau, namun sekarang air laut semakin mengikis tepian pulau Dom.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Selain itu katanya, ketika hujan, maka masyarakat Dom menerima limbah berupa sampah plastik, dan botol yang tertutumpuk di pulau Dom yang kecil. Ia menganggap, banjir bandang yang telah merusak rumah warga pada beberapa bulan lalu merupakan bagian dari dampak negatif reklamasi.

“Pembangunan di kota Sorong tidak ramah lingkungan. Sampah di mana-mana. Galian C belum dihentikan. Reklamasi yang mendatangkan kerusakan di lautan dan daratan. Masyarakat di pulau Dom merasakan dampaknya. Semua sampah plastik dan botol tertumpuk di sana. Air laut semakin mengikis daratan pulau Dom,” tukas Fransiksus dalam sebuah diskusi terbatas di kota Sorong, Sabtu (29/5/2022).

Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

Ia lalu mengkritik pemerintah kota Sorong yang dianggap tidak menghargai sejarah, dan malah menghilangkan sejarah peninggalan pemerintahan Belanda. Salah satu bukti nyata yaitu pembangunan di lapangan Hocki yang menghilangkan ruang hijau diganti dengan stadion sepak bola yang diberi nama menjadi Bawela. Seolah penghargaan pemilik hak ulayat hanya dengan nama gedung saja bukan ruang kehidupan.

“Pemerintah kota Sorong tidak hargai sejarah. Pulau Dom adalah pulau yang pertama kali digunakan oleh pemerintahan Belanda untuk melakukan segala aktivitas. Pulau tersebut pun tidak dirawat dengan baik. Lapangan Hoki diganti dengan stadion sepak bola. Pesisir tembok Berlin diganti dengan Reklamasi”, tambahnya.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Hal lain disampaikan Maximus Sedik, salah satu anak muda di Sorong. Katanya bahwa pemerintah kota Sorong tidak menyediakan fasilitas publik untuk kaum disabilitas dan rentan.

“Tidak ada akses publik yang ramah untuk kaum disabilitas dan kaum rentan. Mereka juga punya hak yang sama seperti kita dalam mengakses pembangunan dan pelayanan publi,“ pungkasnya.

 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kasus Laka Belum Ditangani, Jalan Trans Wamena-Tiom Kembali Dipalang

0
"Setelah ada jawaban dari pemerintah Lanny Jaya dan Jayawijaya barulah kami akan buka palang. Sesuai permintaan keluarga korban, babi 105 ekor dan uang empat miliar," ujar Kunilek.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.