SORONG, SUARAPAPUA.com— Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua selaku penasehat hukum masyarakat adat Suku Awyu melakukan pendaftaran kasasi ke Mahkamah Agung setelah keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTTUN) Manado, yang menolak memori banding yang diajukan oleh masyarakat adat Awyu pada, Kamis 28 Maret 2024.
Emanuel Gobay, Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua dari LBH Papua mengaku telah menyerahkan dokumen kasasi Frangky Hendrikus Woro yang menggugat Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Papua di PTUN Jayapura.
“Kami telah memasukan memori kasasi Frangky Hendrikus Woro dan kasasi mewakili Pusaka Bentala Rakyat dan WALHI yang mana sebagai pemohon. Hari ini kami masukan dokumen kasasi sesuai dengan apa yang kami nyatakan pada 14 hari lalu. Kami telah dapatkan tanda terima kasasi dari PTUN Jayapura pada hari ini” ujar Gobay dalam pernyataannya kepada suarapapua.com, Minggu (31/3/2024).
Sementara dasar hukum yang dipakai kata Gobay, yakni empat hal, yang pertama dalil majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Manado hanya didasarkan kepada waktu kadarluarsa.
“Setelah kami telusuri, ternyata keputusan itu tidak memperhatikan kebijakan hari libur di tingkat Papua yang dibuat berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua. Padahal menurut salah satu petugas PTUN Jayapura, waktu kami telah tepat karena menghitung kalender libur yang ada di Papua,” jelasnya.
Kedua, PTTUN menyebutkan bahwa waktunya sudah lewat dan tentu mereka tidak melihat kebijakan libur yang ada Provinsi Papua sesuai keputusan Gubernur Papua, sehingga serta menyebutkan bahwa waktu gugatan telah kadarluarsa sehingga ditolak.
Gobay juga menilai bahwa majelis hakim PTTUN Manado tidak mengerti konteks Papua, sehingga putusan yang diputuskan berdasarkan waktu kadarluarsa. Ini bisa jadi karena tidak mau masuk ke dalam persoalan pokok dan ini bisa dibilang mencari aman dengan tidak melihat kondisi obyektif Papua – bagaimana hubungan orang Papua dengan tanah dan hutannya.
“Dan ketiga disayangkan bahwa tiga majelis hakim PTTUN Manado tidak mempunyai sertifikat hakim lingkungan. Dari sini semakin menguatkan bahwa dalam putusan ini majelis hakim tidak melihat keadilan lingkungan dan keadilan (generasi) yang akan datang, karena tidak memiliki sertifikasi hakim lingkungan,” tukasnya.
Keempat Gobay mengatakan, dalam memeriksa perkara yang ditolak, tidak menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang pedoman mengadili perkara lingkungan.
“Seharusnya perkara ini di periksa sesuai Perma tentang pedoman mengadili perkara lingkungan.”
Sementara itu Adrianus Tampiama, seorang pegiat HAM dan Lingkungan mengatakan mahasiswa sebagai garda terdepan rakyat harus membela rakyat.
Oleh sebab itu ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak dan masyarakat adat Papua atas doa dan dukungan serta berharap bahwa ke depannya pemuda, mahasiswa, organisasi rakyat dan masyarakat adat bisa memperluas konsolidasi untuk gerakan lingkungan hidup di Tanah Papua.
Tujuannya untuk menuju pengakuan serta pemenuhan hak-hak masyarakat adat Papua.
“Sehingga kami di sini sekitar 40 orang mengawal dan mendukung upaya kasasi Hendrikus Woro ke Mahkamah Agung setelah gugatannya ditingkat PTUN Jayapura dan memori banding PTTUN Manado ditolak. Dukungan juga mengalir dari beberapa kota yakni Merauke, Sorong, Yogyakarta, Semarang, Sukabumi dan Kalimantan Tengah,” pungkasnya.