BeritaLBH Papua Luncurkan Pos Bakum di Papua Barat

LBH Papua Luncurkan Pos Bakum di Papua Barat

SORONG, SUARAPAPUA.com— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meluncurkan pos bantuan hukum (Bakum) di Sorong, Papua Barat untuk memberi akses layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, marginal yang buta hukum di tanah Papua, terlebih di Sorong dan sekitarnya.

Hal tersebut disampaikan Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay kepada suarapapua.com di di Sorong, Papua Barat, Senin (30/5/2022).

Sebelumnya LBH Papua menggelar kegiatan sekolah paralegal, standar operasional prosedur (SOP) yang buat program kerja. Yang mana hal-hak itu yang akan digunakan pos Bakum untuk melakukan kerja-kerja bantuan hukum untuk memperluas akses bantuan hukum struktural melalui pembentukan pengabdian bantuan hukum yang berintegrasi, adil berlandaskan HAM kepada masyarakat miskin, marginal dan buta hukum.

“Kegiatan sekolah paralegal ini dibuat untuk melahirkan paralegal yang akan bekerjasama dengan pos LBH di Sorong, guna melakukan kerja-kerja bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat miskin, marginal dan buta hukum,” ujar Emanuel Gobay.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Dikatakannya, pos LBH di Sorong merupakan pos pertama di tanah Papua. Pembentukan ini akan menjadi batu loncatan yang kemudian di dorong lagi untuk kabupaten kota lain di tanah Papua yang masuk wilayah hukum pengadilan, misalnya Fakfak, Manokwari, Biak, Merauke, Serui, Nabire Wamena dan lainnya.

“Itu kita akan lebarkan tetapi pertama kita mulai dari Sorong. Semoga sorong sebagai kota pertama kita kembangkan bantuan layanan hukum. Ini bisa menjadi pembuka jalan untuk kabupaten dan kota lainnya,” tukas Gobay.

Pada kesempatan yang sama Gobay menjelaskan peserta yang dilibatkan dalam pos bantuan hukum ini dari berbagai elemen masyarakat, seperti buruh, masyarakat korban pengungsian, pemuda mahasiswa, masyarakat adat rekan-rekan minoritas yaitu LGBT, ODHA dan lainnya yang masuk dalam kelompok minoritas yang ada.

Baca Juga:  57 Tahun Freeport Indonesia Berkarya

Mereka juga telah di bekali dengan pemahaman tentang hukum, HAM dan juga bantuan hukum, agar menjadi pegangan bagi mereka termasuk standar operasional prosedur (SOP) yang buat program kerja itu yang nantinya digunakan pos maupun kordinator dan anggota yang ditempatkan.

“Struktur pos bantuan hukum terdiri dari empat orang penggurus dan akan di bantu oleh beberapa perwakilan yang telah di bekali dengan pemahaman hukum. Karena dengan harapan mereka akan menjadi paralegal untuk mengadvokasi persoalan-persoalan yang bermula dari komunitas yang mereka berada membuka bagi masyarakat luas, terutama yang benar-benar membutuhkan bantuan hukum,” ujarnya.

Selain itu Gobay mengingatkan agar para peserta yang menjadi bagian dari pos bantuan hukum ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti LSM, pemerintah, kepolisan maupun lembaga lainnya tanpa berharap imbalan jasa.

Baca Juga:  Soal Pembentukan Koops Habema, Usman: Pemerintah Perlu Konsisten Pada Ucapan dan Pilihan Kebijakan

Pratiwi Febri, ketua riset dan pengembangan organisasi Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berharap dengan hadirnya pos bantuan hukum di Kota Sorong, Propinsi Papua Barat, dapat memberikan bantuan hukum secara maksimal kepada masyarkat.

“Kami berharap bantuan hukum secara stuktural kepada masyarakat yang marjinal, miskin dan buta hukum untuk dapat di berikan secara luas. Sehingga banyak masyarakat di Sorong mendapatkan bantuan hukum yang berkualitas. Masyarakat makin cerdas berpendidikan secara hukum, sadar hukum sehingga persoalan hukum dapat di hindari ataupun dapat di tanggani jika sudah terjadi,” tandasnya.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.