Ada Pro Kontra Hakim MK Dalam Putusan Penolakan Gugatan Judicial Review UU Otsus Papua

0
977
Pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua saat mengikuti sidang putusan MK secara virtual di Jayapura - Agus Pabika/SP
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com–– Setelah menunggu selama satu tahun satu hari, Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya mendengarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perkara nomor 47/PUU/XIX/2021 tentang judicial review UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus).

MK menolak permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang diajukan MRP. Pasalnya, MK menilai permohonan judicial review tersebut dinilai tidak memiliki legal standing.

Sidang yang dipimpin Ketua MK, Anwar Usman dilakukan secara terbuka dan MRP sendiri mengikuti proses sidang tersebut secara virtual di Hotel Horison Ultima, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga:  Pemerintah Pusat Paksakan DOB Lahirkan Darurat HAM dan Hak Masyarakat Adat Papua

“Menolak permohonan pemohon, selain dan selebihnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta.

MK berpendapat bahwa pemohon MRP tidak dapat menjelaskan anggapan kerugian hak konstitusionalnya seperti isi gugatan baik yang bersifat faktual, spesifik, atau paling tidak ada hubungan sebab akibat.

ads

Timotius Murib, Ketua MRP mengakui bahwa MK telah memutuskan bahwa pengajuan judicial review itu ditolak. Meski demikian kata Murib, UU Otsus masih berpeluang merugikan rakyat Papua.

“MRP menguji 8 pasal yang diantaranya pasal 6 ayat 2, Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat 3, Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua. Di mana pasal-pasal ini berpotensi merugikan orang asli Papua,” ujar Murib.

Baca Juga:  Gedung Gereja Baru GKI Harapan Abepura Diresmikan

Murib menjelaskan terkait pembacaan putusan MK yang menolak pengajuan pemohon. Dimana katanya ada tiga keputusan diantaranya pertama semua pasal tidak dibacakan keputusan yang berpihak kepada versi MK maupun versi MRP.

“Kedua, menurut ketua MK bahwa di internal 9 hakim MK ada pro dan kontra dengan hasil putusan judicial review dan ketiga UU nomor 2 tahun 2021 sudah sah untuk daerah khusus seperti di Papua,” ujar Murib.

Baca Juga:  Jurnalis, Pembela HAM dan Masyarakat Sipil Gelar Aksi Demo Tuntut Polda Papua Ungkap Kasus Bom di Kantor Jubi

MRP melihat keputusan MK hari ini tidak terlalu memihak ke orang asli Papua dan juga tidak memihak kepada pembuat UU di Jakarta.

“Jadi kelihatannya masih tidak memberikan kepastian hukum terlihat dengan pro kontra di dalam internal 9 hakim Mahkamah Konstitusi di Jakarta.”

“Pada prinsipnya putusan ini sudah sah, sehingga dalam pelaksanaan sudah tidak ada lagi masalah pro dan kontra. Keputusan mana yang sudah mengikat, harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat orang asli Papua,” tuturnya.

 

Pewarta : Agus Pabika
Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaAtasi Banjir di Sorong, DPR Usulkan Pelebaran Drainase
Artikel berikutnyaFLNKS Tidak Terlibat Pembicaraan Dengan Perwakilan Prancis yang Akan Mengunjungi Kaledonia