PolhukamHAMTindak Oknum TNI Tak Manusiawi, PMKRI: OAP Bukan Binatang!

Tindak Oknum TNI Tak Manusiawi, PMKRI: OAP Bukan Binatang!

SORONG, SUARAPAPUA.com — Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura Santo Efrem mendesak dipercepat proses hukum terhadap para tersangka kasus mutilasi empat warga sipil di Timika dan pelaku kekerasan di kabupaten Mappi yang terjadi beberapa waktu lalu.

Pilipus Papia, Germas PMKRI Santo Efrem, menegaskan, para pelaku segera diadili sesuai hukum yang berlaku dan digelar secara transparan.

Pilipus menilai tindakan oknum TNI terhadap warga sipil tersebut dikategorikan tidak manusiawi.

“Itu tindakan keji, sangat tidak manusiawi. Apalagi pelaku merupakan anggota tentara yang seharusnya menjaga dan melindungi rakyat sipil,” ujarnya melalui siaran pers yang dikirim ke suarapapua.com, Senin (19/9/2022).

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

Dari analisis PMKRI terhadap dua kasus itu, lanjut Philipus, diduga tindakan para oknum TNI pelaku mutilasi empat orang warga sipil di kabupaten Mimika menunjukkan pendekatan militer yang dilakukan mempunyai tujuan tersendiri.

“Para pelaku melihat orang asli Papua ini seakan binatang. Lebih sadisnya lagi di Mimika warga sipil dimultilasi. Itu artinya, di mata TNI, orang asli Papua seakan binatang, sehingga bisa dimutilasi seenaknya.”

Baca Juga:  Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

Selain itu PMKRI Jayapura juga mendesak agar para pelaku diadili secara transparan di pengadian umum.

“Kasus ini masuk kategori pelanggaran HAM berat. Jangan hanya diadili di pengadilan militer,” ujarnya.

Thalia Maria Lucia Ohoitimur, ketua Presidium PMKRI Santo Efrem, menyatakan, meski pembayaran denda telah dilakukan pihak TNI kepada keluarga korban, proses hukum harus ditegakkan seadil-adilnya.

“Pembayaran atau denda yang diberikan oleh pihak TNI kepada pihak keluarga korban tidak boleh menggugurkan proses hukum. Nyawa manusia tidak bisa dibayar dengan uang. Manusia bukan binatang. Pelaku harus diproses berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia,” tegas Thalia.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

Sesuai desakan dari berbagai pihak, lanjut Thalia, proses hukum terhadap para tersangka pelaku mutilasi harus dilakukan di Tanah Papua.

“Kasus terjadi di Papua, proses hukum harus di Papua juga,” pungkasnya.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.